Minggu, 23 Agustus 2009

TUGAS PAPER HUKUM ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Mata kuliah hukum islam, merupakan salah satu mata kuliah yang termasuk dalam kurikulum nasional (kurnas) pada fakultas hukum negeri dan swasta. Penyebutan istilah mata kuliah ini, pada mulanya pernah disebut dengan istilah-istilah, Lembaga Islam, Islamologi dan Asas-asas Hukum Islam.
Dalam mata kuliah hukum islam ini saya mengambil materi prinsip=pronsip hukum islam dan tujuan hukum islam untuk dijadikan materi dalam pembuatan paper dan untuk lebih dipelajari dan dipahami.
Prinsip-prinsip hokum islam (Al-Mabda) adalah landasan yang menjadi titik tolak atau pedoman pemikiran kefilsafatan dan pembinaan hokum islam. Prinsip-prinsip itu adalah :
1. Menegaskan Tuhan (tauhid), semua manusia dikumpulkan di bawah panji-panji atau ketetapan yang sama yaitu : La Ilaha llallah (QS. Ali imran : 64);
2. Manusia berhubungan langsung dengan Allah, tanpa atau meniadakan perantara antara manusia dengan Tuhan (QS. Al-Ghafir : 60, QS. Al-Baqarah : 186)
3. Keadilan bagi manusia, baik terhadap dirinya sendiri, maupun terhadap orang lain (QS. An-Nisa : 135, QS. Al-maidah : 8, QS. Al-An’am : 152, QS. Al-Hujarat : 9).
4. Persamaan (Al-Musawah) di antara umat manusia, persamaan di antara sesama umat islam tidak ada perbedaan antara orang arab dan ‘Ajam, antara manusia yang berkulit putih dan hitam, yang membedakannya hanyalah takwaannya (QS. Al-Hujarat : 13, QS Al-Isra : 70 dan beberapa hadist).
5. Kemerdekaan atau kebebasan (Al-Hurriyah), meliputi kebebasan agama, kebebasan berbuat dan bertindak, kebebasan pribadi dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum (QS Al-Baqarah : 256, QS Al-Kafirun : 5 QS Al-Khafi : 29).
BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Kandungan Makna Hukum
Para ahli hukum sampai sekarang (dan mungkin untuk seterusnya) tidak atau belum sepakat tentang definisi (batasan arti) hukum. Mereka belum dapat menemukan suatu kesepakatan tentang definisi mengenai pengertian apakah hukum itu. Walaupun sejak beberapa ribu tahun orang sibuk mencari suatu definisi tentang hukum, namun belum pernah terdapat sesuatu yang memuaskan. Hampir semua ahli hukum yang memberikan definisi tentang hukum, memberikannya berlainan. Imanuel Khan lebih dari 150 tahun yang lalu menulis ”Noch Suchen die Juristen eine Definition zu ihrem Begriffe von Recht” (Tidak seorang ahli hukumpun yang mampu membuat definisi tentang hukum). Sehingga ada ahli hukum yang berkata ”Kalau anda meminta kepada sepuluh ahli hukum untuk membuat definisi tentang hukum, maka bersiap-siaplah anda untuk mendengarkan sebelas jawaban.
Ketidaksepakatan para ahli hukum tentang definisi hukum, disebabkan persoalan yang menjadi lahan hukum itu sangat luas dan rumit, yaitu menyangkut luas dan rumitnya permasalahan kehidupan manusia itu sendiri.
Sebab suatu unsur pokok dalam hukum ialah bahwa hukum itu adalah suatu yang berkenaan dengan manusia. Kadang-kadang satu definisi memuaskan salah satu pihak dan tidak memuaskan pihak lain.
Langkah yang mendekati kepada kesepakatan mengenai apa yang dimaksud dengan hukum, mungkin bisa ditempuh dengan merinci segi-segi yang ada kaitannya dengan elemen (unsur-unsur) tentang hukum itu sendiri. Atau dengan melihat fungsi dan peranan hukum secara terinci bagi kehidupan manusia. Seperti arti hukum yang diberikan oleh Soedjono Dirdjosisworo, dengan melihat hukum dari berbagai segi. Seperti hukum dalam arti sikap tindak, hukum dlaam arti sistem kaidah, hukum dalam arti tata hukum dan seterusnya.
Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian hukum, terlebih dahulu dapat ditelusuri dari makna hukum secara estimology (harfiyah).
Kata hukum bukan asli berasal dari bahasa Indonesia. Dalam bahasa Indonesia, kata hukum, diartikan sama dengan kata ugeran, patokan atau kaidah. Walaupun kata yang terakhir inipun sebenarnya bukan asli bahasa Indonesia, tapi berasal dari bahasa Arab.
Dalam bahasa Belanda hukum” itu disebut recht. Kata recht di samping berarti hukum ” juga berarti lurus, artinya tidak bengkok (niet kron).
Kata recht juga berhubungan dengan bahasa Latin rectum, yang berarti pimpinan. Dalam ungkapan kata rectum tersimpan di dalamnya unsur autorita, kewibawaan. Jadi dalam kata hukum tersimpan di dalamnya unsur kewibawaan.
Selain itu kata recht merupakan bagian dari kata gerechtigheid yang berarti keadilan. Perkataan recht tidak bisa dipisahkan dari kata gerechtigheid. Dengan demikian dalam kata hukum terkandung di dalamnya pengetian kewibawaan dan keadilan.
Dalam bahasa Latin ius berarti hukum. Kata ius bagian dari iustitia, yang berarti keadilan. Dari ungkapan kata ini, bahwa hukum bertalian dengan keadilan.
Dalam bahasa Latin lex berarti undnag-undang. Kata lex bertalian dengan bahasa Perancis loi dan bahasa Inggris law. Dalam bahasa Belanda autorita atau kewibawaan.
Kata hukum (bahasa arab), berasal dari kata kerja hakama kata hakama artinya sama dengan qadla dan qarrara yang artinya menghukum, memutus, menetapkan. Kata mahkamah sama artinya dengan kata Dar al-Qadla yang artinya pengadilan tempat memutus.
Kata al-hikmatu yang diambil dari kata hakama, sama artinya dengan kata al-ad-lu, al-ilmu, dan al-hilmu, yang artinya keadilan, kearifan dan kebijaksanaan. Jadi dalam makna hakam, dalam makna hukum, tersimpul unsur makna keadilan.
Dari kata hakam muncul kata al-hukumat yang artinya pemerintahan, atau negara, kata hakama, artinya sama dengan kara sasa, amara, qada, yang artinya memerintah, memimpin. Kata al-qaid, artinya kepala, pemimpin, atua raja. Dari ungkapan di atas nampak dalam arti hukum, tersimpul di dalamnya makna kewibawaan.
Sedangkan pengertian hukum, sebagaimana digunakan dalam bahasa Indonesia, yang dalam bahasa Inggris di sebut law, dalam bahasa Arab diterjemahkan atau digunakan dengan kata huquq disebut kulliyat al-huquq, dan untuk penyebutan ahli hukum disebut al-huququ.
Kata haq, jamaknya huquq, berarti sama dengan kata al-adlu berarti benar, asli. Ungkapan arti di atas banyak kita jumpai dalam Al-Qur’an, umpama dalam QS.2:147, QS.3:60,QS.4:170,QS.9:33, QS.10:94. Bandingkan dengan kata recht dalam bahasa Belanda yang berarti lurus, tidak bengkok (niet kron).
Kalu kita melihat arti hukum dalam arti etimologi (menurut asal kata), maka dari sekian kata, baik yang berasal dari bahasa Belanda, bahasa Latin, bahasa Inggris, Perancis, bahasa Arab dan bahasa Indoneisa, nampak ada kesamaan, dalam hal apa sebenarnya makna yang terkandung dalam arti hukum tersebut.
Rectum yang ada hubungannya dengan kata recht berarti pimpinan hakam dalam bahasa Arab yang sama artinya dengan Sasa, Qada, artinya memimpin. Kata hakama juga sama artinya dengan Amara yang berarti memerintah, dan al-hukumatu berarti Pemerintah atau Negara. Dalam unsur hukum yang berkaitan dengan Pimpinan, atau Memerintah atau negara, maka di dalamnya tersimpul suatu unsur autorita, kekuasaan dan kewajiban, yang harus di dukung oleh kewibawaan.
Gerechtigheid yang ada hubungannya dengan kata recht berarti keadilan. Ius yang berarti hukum (Latin) juga berhubungan dengan kata Justicia. Justicia berarti keadilan (Latin).
Kata hakam sama artinya dengan qadla atau qarrara, yang artinya menetapkan atau memutuskan. Mahkamah berarti dar al-qadla artinya pengadilan. Al-hikmah sama artinya dengan al-adl, al-ilm, al-hilm, yang berarti keadilan, kearifan atau kebijaksanaan.
Kata recht berarti lurus, tidak bengkok, kata haq, al-huquq, yang berarti adil, benar, asli. Sesuatu yang lurus (dalam arti abstrak) indentik dengan kebenaran. Dari uraian di atas maka terlihat bahwa dalam arti hukum tersimpul di dalamnya masalaha keadilan.
Keharusan menetapkan hukum dan melaksanakan keadilan selalu berhimpit menjadi satu, sebagaimana perintah Allah SWT. Dalam firmannya :
”Dan apabila menetapkan hukum (menghukum) di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil ”. (QS. An-Nisa:58).
Di ayat lain Allah berfirman :
”Dan jika kamu memutukan perkara mereka, maka putuskanlah antara mereka dengan adil”. (QS. Al-Maidah:42).
Dengan melihat arti hukum secara etimologi sebagaimana diuraikan di atas, maka dalam makna hukum tersimpul di dalamnya dua unsur utama, yaitu :
a. Unsur Kewibawaan (autorita).
b. Unsur Keadilan

2.2 Hubungan Hukum, Moral dan Agama
Kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dari hukum, ia merupakan kebutuhan dalam kehidupannya. Hukum berfungsi mengatur hidup masyarakat, agar tertib, aman, damai dan tiap individu tidak saling mengganggu hak orang lain. Hukum merupakan sandaran atau ukutan tingkah laku atau kesamaan sikap (Standard of conduct) yang harus ditaati oleh setiap anggota masyarakat. Lebih jauh hukum berfungsi sebagai suatu sarana perekayasaan untuk mengubah masyarakat ke arah yang lebih sempurna (as a tool of social engineering), ia sebagai alat untu mengecek benar tidaknya sesuatu tingkah laku ((as a tool of social engineering). Kedudukan hukum sebagaimana disebutkan di atas, ditegakan dalam rangka memelihara hukum tersebut menuju kepada kepastian hukum (rechtszekerheid) dalam masyarakat.
Hukum merupakan kesimpulan pertimbangan tentang apa yang patut dan baik dilakukan, tentang yang tidak patut dan tidak baik di lakukan. Apa yang dipandang baik, atau melakukan sesuatu yang dipandang tidak baik, berarti mengingkari kebaikan dan membenarkan ketidakbaikan (keburukan). Oleh karena itu timbullah norma kewajiban dan tidak dilarang. Bangsa Romawi dalam kaitannya dengan hukum yaitu imperare, prohibere dan permittere (kewajiban, larangan dan kebolehan).
Dalam kehidupan masyarakat, menurut padangan ahli hukum, selain terdapat norma hukum, juga terdapat norma lain umpamanya norma moral. Arti harfiyah moral yang berasal dari bahasa Latin mores, kata jamak dari mos adalah adat kebiasaan. Kata ini sama artinya dengan kata etika yang berasal dari bahasa Yunani ethos, yang juga berarti adat kebiasan. Dalam bahasa Arab kata ini semakna dengan kata akhlak yang berarti budi pekerti atau tata susila.
Namun secara filosofis esensi makna dari dua istilah itu, bisa dibedakan. Menurut Frans Magnis Suseno, yang dimaksud moral adalah ajaran-ajaran, wejengan-wejengan, patokan-patokan, lisan atau tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. Sedangkan etika adalah filsafat atau pemikiran kritisdan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan moral. Atau dikatan etika adalah ilmu Pengetahuan tentang moral (kesusilaan). Setiap orang memiliki moralitasnya sendiri-sendiri, namun tidak semua orang perlu melakukan pemikiran secara kritis terhadap moralitas yang menjadi kegiatan etika.
Para ahli hukum membedakan antara norma hukun dan moral perbandingan hukum dengan moral menurut mereka, antara lain :
1. Hukum obyeknya perbuatan lahir, dan moral perbuatan batin
2. Tujuan hukum mengatur agar masyarakat tertib, aman dan damai dalam masyarakat, sedang tujuan moral untuk menyempurnakan kehidupan manusia.
3. Hukum bekerja dengan paksa, sedangkan moral dengan kekuatan batin (kesadaran).
4. Hukum menghendaki legalita, sedangkan moral menghendaki moralita
5. Hukum kadang-kadang membolehkan yang dilarang oleh moral.
Dengan dibedakannya hukum dan moral, maka motivasi untuk mentaati hukum hanya datang dari luar, yaitu kalau disaksikan orang lain, atau karena semata-mata takut hukuman. Akibatnya banyak pelaku pelanggar hukum yang lolos dari hukuman karena tidak ada bukti lahir atas dirinya sekalipun ia benar-benar melakukannya. Atau sebaliknya yang tidak melakukan pelanggaran hukumn bisa terkena hukuman karena ada pembuktian lahir (umpamanya saksi atau pembuktian palsu) bagi dirinya. Timbullah kadang-kadang ada kejahatan yang tidak diketahui pelakunya, berarti ada penjahat yang bisa lolos dari hukuman.
Karena hal itulah maka pada perkembangan selanjutnya, akhirnya para ahli hukum mengakui bahwa hukum dan moral tidak bisa dipisahkan. Umpamanya agar manusia tidak berbohong (yang berarti bermoral) di hadapan muda pengadilan Western Circuit (Amerika Serikat) terdapat sebah monumen yang meningatkan manusia dengan suatu persitiwa seorang saksi yang memberikan kesaksian palsu. Dalam kesaksiannya dia berkata ” jika aku berbohong tuhan akan mencabut nyawaku seketika”. Saat itu juga belum sampai kata-akata itu selsai, saksi itu jatuh terseungkur ke bumi, meninggal mendadak.
Hukum sebenarnya moral yang telah diangkat kepada tingkah legalitas bagi masyarakat. Sehingga menjadilah hukum itu sebagai standard of morality. Moral harus tetap menjadi jiwa dan menjadi pendorong dilaksanakannya hukum, agar hukum ditaati atas dasar kesadaran yang tumbuh dari dalam, bukan karena takut hukuman atau karena diawasi orang lan.
Apabila ada norma moral yang belum dilegalisasi menjadi hukum dalam perundang-undangan, maka norma tersebut akan tetap ditaati, dan itu berarti akan meluruskan ke arah tujuan hukum, yaitu penaatan kedamaian, ketertiban masayrakat. Norma moral dalam masyarakat umpamanya, larangan meludah di sembarang tempat, merokok di tempat umum, (muali 1 Januari 1988 PBB, melarang merokok di setiap ruang kerjanya), memamerkan kekayaan, menunjukan ke arah sesuatu dengan kaki, makan makanan tertetu di depan orang yang tidak menyenanginya, tidak memanfaatkan ilmu untuk kepentingan kemanusiaan, tidak berlaku sopan atau menghardik orang tua, dan banyak lagi contoh yang lainnya. Sanksi terhadap moral akan timbul dari dalam, sebab hukum dan moral tidak berbeda substansi materinya, tapi berbeda dalam cara mempertahankannya.
Hukum sebagai standarr of conduct melahirkan tuntutan sesuatu yang benar-benar sudah diketahui (sudah ma’ruf) bahwa hal itu mengandung kebaikan bagi kehidupan manusia, dan oleh karenanya dijadikan norma keharusan. Dan sebaliknya kalau sudah benar-benar diinkari manfaat dan kebaikannya (munkar), maka hal itu akan dijadikan norma larangan yang harus dijauhi.
Hukum yang disusun berdasarkan konsep hukum Barat (yaitu yang memisahkan hukum dengan moral) tidak menyentuh kepentingan manusia secara utuh. Yang disentuh dalam hukum itu hanya kulit bagian luar dari kepentingan manusia. Dalam hal ini biasa dilihat umpamanya tentang konsep zina dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang merupakan lanjutan dari Wet Boek Van Straafrecht produk pemerintahan penjajahan Belanda, tantang pengerian anak alami (natural kind), tentang anak sambung dan anak zina dalam BW, tentang ketentuan klachtendelik dalam KUHP, akibat hukum semnleven, kedudukan hukum waris BW, konsep eisendom veryaring, dan lain-lain.
Konsep hukum sebagaimana diuraikan di atas berbeda dengan konsep hukum menurut syari’at Islam. Islam secara hakiki tidak memisahkan hukum dan moral (akhlaq), karena moral (akhlaq) adalah inti hukum. Sasaran akhir agama adalah memperbaiki dan menyempurnakan moral (akhlak) manusia, sebagaimana disebutkan dalam hadist nabi yang berbunyi.
”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”

2.3 Ahkam Al-Khamsah
Berbeda dengan bangsa Romawi yang memberi isi hukum dengan tiga penilaian, maka Islam memberikan isi hukum dengan Lima penilaian yaitu, wajib, haram, sunnah, makruh dan mubah atau jaiz, yang disebut al-ahkam al-khamsah. Lima penilaian itu ada kaitannya dengan peranan moral dalam hukum.
Dalam pandangan islan, pada mulanya hukum segala sesuatu adalah boleh (mubah/jaiz), artinya boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan, Qaidah Fiqhiyah menyebutkan :
”Pada mulanya (hukum) segala sesuatu itu adalah mubah”
Namun dari sekian yang nilainya mubah itu ada sesuatu yang menurut penilaian umum (penilaian manusia pada umumnya) bisa mendatangkan kebaikan atau juga bida mendatangkan kebaikan itu, menjadilah hal itu sesuatu yang digemari, disukai, dan merupakan perbuatan terpuji apabila melakukannya. Dalam keadaan demikian sesuatu yang mubah itu nilainya meningkat menjadi sesuatu yang dianjurkan. Kriteria ini dalam penilaian ahkam al-Khamsah dinamai Sunnah. Mereka yang melakukan Sunnah akan mendapatkan manfaat dan pahala (kelak), dan masyarakat akan menyenangi dan mungkin memberikan pujian kepadanya. Sedangkan yang meninggalkan Sunnah tidak akan mendapat dosa, hanya akan mendapat perlakuan yang tidak disenangi oleh masyarakat.
Sebaliknya kalau sesuatu yang mubah itu dapat menimbulkan akibat buruk bagi kemanusiaan dan masyarakat, maka hal itu akan menjadi sesuatu yang tidak disenangi, sesuatu yang dibenci dicela.
Norma penilaian wajib dibedakan menjadi kewajiban yang bersifat individual yang disebut wajib a’in, atau disebut juga fardhu a’in, dan kewajiban yang bersifat kolektif yang disebut wajib kifayah atau disebut juga fardhu kifayah.
Subyek yang dibebani dengan fardhu a’in adalah perorangan, umpama kewajiban melaksanakan shalat lima waktu. Kewajiban itu juga gugur kalau subyek yang dibebani itu sudah melaksanakan kewajiban tersebut.
Sedang subyek yang dibebani dengan fardhu kifayah adalah masyarakat (kolektif), umpama kewajiban mensholatkan jenazah, atau menjadi anggota Angkatan Bersenjata. Kewajiban itu gugur kalau ada salah seorang atau sebagian anggota masyarakat melaksanakan kewajiban tersebut. Namun kalau semua orang tidak melaksanakannya, maka mereka semua memikul beban kesalahan tidak melaksanakan kewajiban dan mereka merasakan madarat (kesulitan) akibat mereka tidak melaksanakan kewajiban tersebut.
Selanjutnya apabila sesuatu yang bernilai makruh dapat menimbulkan kerusakan, dan bahaya bagi kehidupan manusia dan kemasyarakatan maka meninggalkan sesuatu itu merupakan keharusan. Nilainya akan meningkat dari anjuran meninggalkan, menjadi sesuatu yang harus ditinggalkan dan Haram atau terlarang untuk mengerjakannya. Mereka yang meninggalkan larangan tersebut akan merasakan manfaat dalam kehidupannya dan akan mendapat pahala. Sedang mereka yang mengerjakan larangan tersebut, akan merasakan kesulitan dalam hidupnya dan diancam dengan sanksi hukuman (siksa).
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa sunnah adalah pengaman wajib. Artinya agar kewajiban selalu dikerjakan, maka dia dilatih dengan selalu mengerjakan pekerjaan yang dianjurkan. Seseorang yang selalu mengerjakan pekerjaan yang dianjurkan, maka diduga kuat dia pasti mengerjakan pekerjaan yang diwajibkan. Demikian juga makruh adalah pengaman haram. Artinya agar sesuatu yang dilarang selalu ditinggalkan, maka dia dilatih dengan selalu tidak mengerjakan (meninggalkan) pekerjaan yang dianjurkan tidak dikerjakan. Karena seseorang yang selalu meninggalkan pekerjaan yang dianjurkan tidak dikerjakan, maka diduga kuat dia pasti tidak akan mengerjakan (meninggalkan) pekerjaan yang dilarang.
Wajiba peningkatan dari Sunnah dan Makruh, dan Haram peningkatan dari Makruh, sedangkan Sunnah dan Makruh peningkatan dari Mubah atau Jaiz dapat digambarkan sebagai berikut.


















Dari uraian diatas nampak perbedaan konsep penilaian menurut Hukum Romawi yang melandasi hukum Barat pada umumnya. Dengan konsepsi hukum islam. Hukum islam mempunyai penilaian sunnah dan makruh. Sunnah sebagai pengaman wajib, sedangkan makruh sebagai pengaman haram. Kalau seseorang sudah membiasakan diri melakukan sunnah, maka ia tidak akan pernah meninggalkan keajibannya, sebaliknya kalau ia sudah biasa meninggalkan makruh, maka ia tidak akan pernah melakukan yang haram.
Perhatikan bagaimana Islam menganjurkan supaya jangan berduaan antara yang berlainan jenis Pria dan Wanita tanpa mahram (Khalwat). Hal itu dilarang dalam rangka menjauhi perbuatan Zina. Perhatikan pula Islam (Qur’an) menggunakan kata-kata jangan melakukan zina. Kita dianjurkan i’tikaf, dianjurkan salat awal waktu, slaat sunnah qabliyah yang semuanya nilainya sunnah, agar kita jangan lupa mengerjakan yang wajib yaitu shalat fardhu.
Dari perbedaan konsep itu, menimbulkan produk hukum yang berbeda. Umpamanya tentang pengertian dan sanksi hukum zina. Hukum barat memandang bahwa hubungan seks di luar nikah yang dilakukan oleh mereka yang sama-sama tidak sedang terikat perkawinan dengan orang lain adalah bukan zina, jadi bukan delik, tidak dapat dihukum, selama dilakukan tanpa paksaan dan tidak mengganggu ketertiban umum. Menurut hukum barat (termasuk yang dianut oleh KUHP dan BW) yang dikatakan zina adalah hubungan seksual di luar nikah yang dilakukan oleh mereka (atau salah satu dari mereka) yang sedang terikat perkawinan dengan orang lain. Perbuatan zina tersebut termasuk delik aduan (klachtendelik), artinya tidak secara otomatis bisa dituntut, apabila ada pengaduan dari pihak yang merasa dirugikan, yaitu suami atau istrinnya.
Konsep Islam berbeda dengan konsep hukum barat. Islam memandang bahwa setiap hubungan seks di luar nikah secara mutlak adalah terlarang. Hubungan seks di luar nikah, apakah dilakukan oleh mereka yang sedang terikat perkawinan dengan orang lain atau tidak, apakah dilakukan dengan sukarela atau tidakm perbuatan tersebut secara mutlak merupakan delik atau tindak pidana (jarimah hudud) yang diancam hukuman. Islam hanya membedakan ada zina muhshan (yang dilakukan oleh mereka yang sudah kawin), dan zina ghair muhshan (yang dilakukan oleh mereka yang belum kawin). Kedua jenis zina tersebut merupakan delik mutlak, bahkan delik aduan. Delik tersebut harus dituntut dan kalau terbukti harus dihukum, sekalipun tidak ada pengaduan dari pihak manapun (suami atau istri pihak lainnya).
Perbedaan hukum itu berawal dari perbedaan konsep tersebut. Islam menempatkan moral (akhlak) sebagai inti dari isi hukum, dan hal ini sebenarnya sesuai dengan naluri kemanusiaan. Justru itu maka sebutan orang yang suka melakukan seks di luar nikah (pelacur) adalah a susila, artinya orang yang tidak bersusila, tidak bermoral, tidak berperilaku baik dan pada dasarnya masyarakat membencinya.
Akhirnya kita dapat melihat, apabila hukum itu harus dilaksanakan atas dasar kesadaran dari tiap orang, maka sudah pasti sangat besar peranan moral dalam hukum tersebut. Kita mengehndaki, tidak adanya kejahatan seperti pembunuhan, korupsi, pencurian, zina dan perbuatan terlarang lainnya, harus dilandasi oleh sikap dan kesadaran setiap orang bahwa membunuh itu, bahwa korupsi itu, bahwa mencuri itu, bahwa zina itu dan bahwa semua perbuatan yang dilarang itu, adalah tidak baik, dan dilarang.
Dengan melihat uraian di atas makin nampaklah bahwa betapa besar peranan dan demikian erat hubungan moral dan hukum. Demikian juga betapa besar dan dominan peranan dan hubungan agama terhadap moral, sehingga sebenarnya standard of morality, itu tidak bisa dipisahkan dari norma agama.
Nabi bersabda, bahwa sesungguhnya aku diutus hanyalah menyempurnakan akhlak. Waktu istri nabi, ’Aisyah, ditanya apakah benarnya akhlak nabi itu ? Aisyah menjawab : Akhlak Nabi itu al-Qur’an.
Apabila ketaatan orang terhadap hukum, hanya sebatas taat dan tunduk kepada undang-undang atau peraturan saja, artinya tidak dilandasi oleh moral dan agama, maka ketaatannya tidak dilandasi kesadaran akan arti dan manfaat tersebut.
Namun kalau ketaatan itu dilandasi oleh nilai moral agama, maka ketaatannya akan keluar dari kesadaran dirinya (pengakuan batinnya). Bahwa hukum itu memang baik dan bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat, sebaliknya bahwa melanggar hukum itu tidak baik dan merugikan, baik bagi dirinnya maupun bagi masyarakat. Ketaatan kepada hukum bukan karena terpaksa, namun karena kesadaran bahwa hal itu merupakan kewajiban yang harus dilaksanakannya.
Di Indonesia kita harus bersyukur, bahwa eksistensi dan peran agama sudah diletakan pada kedudukan yang melandasi hukum tersebut. Penempatan Pancasila sebagai dasar negara dan sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Yang dijabarkan bahwa Negara Berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagaimana disebutkan dalam pasal 29 UUD 1945. penegasan tersebut membawa konsekuensi bahwa hukum yang berlaku di Indonesia, harus selalu didasarkan dan tidak boleh bertentangan, dengan nilai-nilai yang berlaku dalam norma agama yang dipeluk oleh Bangsa Indonesia.
Sir Alfred Denning menggambarkan hubungan hukum, moral dan agama dalam bukunya The Changing Law sebagai berikut : Without religion there can be no morality, and without morality there can be no Law. Tidak akan ada moral ranpa agama, dan tidak akan ada hukum tanpa moral.
Kemudian bagaimana ucapan Pangeran Charles yang mewakili Universitas Cambridge pada waktu menghadiri ulang tahun Universitas Harvard di Amerika Serikat, tentang peran agama pada abad teknologi sekarang ini. Di hadapan ribuan dosen, alumni dan mahasiswa, tokoh-tokoh politik dan sejumlah bekas Presiden, dia berkata : saya berdiri di sini meminta kepada Presiden Universitas, para Guru Besar, para sarjana maupun mahasiswa agar fungsi Universitas dijadikan benteng untuk menangkal akibat negatif dari teknologi canggih. Sekarang ini di seluruh dunia ada dua kekuatan yang sedang berhadapan, yaitu antara kekuatan moral dan teknologi. Kita tidak boleh membiakan teknologi meningkat terus kemajuannya tanpa dikendalikan, karena apabila terjadi demikian maka akan binasalah ummat manusia di bumi ini. Di antara dua kekuatan yang saling berhadapan ini harus ada yang menjembatani, yaitu agama, karena agama menuntut kita untuk selalu berpikir waras.





















BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Jadi prinsip-prinsip hukum islam adalah landasan yang menjadi titik tolak atau pedoman pemikiran kefilsafatan dan pembinaan hukum. Prinsip-prinsipnya adalah mengesakan Tuhan, manusia langsung berhubungan dengan Allah, keadilan bagi manusia, baik terhadap dirinya sendiri, maupun terhadap orang lain, persamaan diantara umat manusia, kemerdekaan, Amar Ma’ruf nahi munkar, tolong-menolong, toleransi, dan musyawarah. Ada tujuan hukum islam yang dirumuskan oleh Ibn Qayyim adalah ”Syariat bersendi dan berasas atas hikmat dan kemaslahatan manusia dalam hidupnya di dunia dan akhirat. Sari’at adalah keadilan rahmat, kemaslahatan dan kebijaksanaan sepenuhnya, keluar meyimpang dari kasih sayang menuju sebaliknya, keluar meyimpang dari kebijaksanaan, menuju kesia-siaan, bukanlah termasuk syari’at. Syari’at adalah keadilan Allah ditengah hamba-hambaNya, kasih sayang Allah dinatara mahluk – mahlukNya”.
Dengan demikian maka jelas bahwa tujuan diturunkannya hukum islam untuk kepentingan, kebahagian, kesejahteraan dan keselamatan umat manusia di dunia dan di akhirat kelak.












DAFTAR PUSTAKA


Usman Suparman, H. Prof, Dr, S.H, Hukum Islam, Jakarta : Gaya Media Pratama 2002, cet ke 2.



























RIWAYAT HIDUP


BIODATA PRIBADI
Nama Lengkap : Iva Fatmawati
Tempat Tanggal. Lahir : Pandeglang, 14 November 1989
Status : Single
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Indonesia
Golongan Darah : AB
Tinggi / Berat Badan : 160 / 50Kg

PENDIDIKAN TERAKHIR
• TK PERTIWI (1994-1996)
• SD KARATON 1 PANDEGLANG (1996-2002)
• SMP AL-AZHAR 11 SERANG (2002-2005)
• SMA 26 BANDUNG (2005-2008)
• Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (2008-sekarang)

PROPOSAL PTK SD KELAS 1

PROPOSAL


PENELITIAN TINDAKAN KELAS
“PENERAPAN METODE STORY TELLING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK DI SD KELAS 1”






Disusun Oleh :
Eka Widiyanti
NIM : 0601047068







PJJ S-1 PGSD
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH PROF. DR. HAMKA
2009

PROPOSAL
PENELITIAN TINDAKAN KELAS

I. JUDUL
“Penerapan metode Story Telling untuk Meningkatkan Kemampuan Menyimak di SD Kelas I”
II. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat fitrah bagi semua manusia, karena dengan pendidikan tingkat kemampuan manusia terhadap kesejahteraan akan terpenuhi, adanya pendidikan yang pertama kali dan ilmu dasar yang senantiasa selalu terdapat dalam setiap disiplin ilmu adalah ilmu bahasa, ilmu bahasa merupakan ilmu komunikasi bagi manusia.
Ilmu bahasa merupakan sebuah bidang studi / pembelajaran dasar dari setiap disiplin ilmu yang ada dalam kurikulum pendidikan di Indonesia karena bahasa memiliki peranan sentral dalam perkembangan intelektual, sosial dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi, pembelajaran bahasa diharapkan dapat membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya dan budaya orang lain, dapat mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut dan menemukan serta menggunakan kemampuan analistis dan imaginative yang ada dalam dirinya.
Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar (SD) diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan dan tulisan. Pada kenyataannya pembelajaran bahasa Indonesia khususnya di kelas 1 sering menghadapi kendala – kendala sehingga tujuan pembelajaran bahasa Indonesia kurang tercapai dengan maksimal.
Dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di kelas 1 mengalami kendala-kendala diantaranya kurang fokusnya perhatian siswa terhadap materi yang disampaikannya. Kurangnya keterampilan guru dalam penggunaan metode pengajaran serta kurangnya alat peraga penunjang keberhasilan.
Pembelajaran bahasa Indonesia yang terdiri dari 4 aspek yaitu membaca, menulis, berbicara, dan menyimak dalam penyampaiannya pada siswa kelas 1 di rasakan kesulitan. Dalam menyampaikan materi yang berhubungan dengan kemampuan menyimak ketika seorang guru kurang terampil menggunakan metode maka siswa kurang terfokus untuk memperhatikan materi yang disampaikan tersebut. Ketika seorang guru menyajikan sebuah cerita maka tujuan pembelajaran yang diarahkan adalah tentang kemampuan menyimak.
Dalam standar kompetensi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) untuk kelas 1 diharapkan dapat memahami bunyi bahasa, perintah, dan citra yang di lisankan karena bagi anak-anak sebuah cerita memiliki kekuatan untuk membuat anak-anak mudah menerima pelajaran yang terdapat didalamnya. Tetapi dalam kenyataannya siswa kerap jenuh ketika belajar dengan merasa tertekan karena penyampaian cerita yang menonton dan tidak menarik motifasi anak untuk lebih semangat dalam menyima cerita.
Melihat pentingnya sebuah metode untuk meningkatkan kemampuan menyimak maka penelitian ini dianggap penting untuk dilaksanakan, karena sekolah dasar merupakan proses pelaksanaan pendidikan tahap awal sehingga diperlukan proses yang tepat untuk mencetak generasi yang handal yang mempunyai sumber daya manusia yang terampil, kreatif dan aktif.
III. PERUMUSAN MASALAH
Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan dimasa mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik, sehingga peserta didik mampu menghadapi dan memecahkan permasalahan kehidupan yang diahdapinya. Berdasarkan hal tersebut maka penulis dapat mengangkat permasalahan yang berkenaan dengan judul penerapan metode story telling untuk menguatkan kemampuan menyimak di SD Kelas 1 sebagai berikut :
1. Apakah penerapan metode story telling pada pembelajaran bahasa Indonesia dapat meningkatkan kemampuan menyimak siswa ?
2. Apakah penerapan metode story telling dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran bahasa Indoensia ?
IV. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian terhadap masalah yang telah dirumuskan adalah :
1. Untuk menguatkan kemampuan menyimak melalui penerapan metode story telling.
2. Untuk berupaya meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran bahasa Indonesia melalui penerapan metode story telling.
V. MANFAAT HASIL PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan pola pembelajaran bahasa Indonesia khususnya dalam penggunaan metode story telling sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa, serta di harapkan dapat memberikan alternativ pola pembelajaran sesuai kondisi sekolah.
Melalui penelitian ini juga diharapkan dapat menemukan sesuatu yang bermanfaat bagi peneliti, guru, dan siswa.
1. Manfaat Bagi Peneliti
Dapat mengetahui kekurangan guru dan siswa dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia dalam menggunakan metode story telling. Sehingga dapat menguatkan kemampuan menyimak siswa.
2. Manfaat Bagi Guru
Sebagai bahan pertimbangan rekan-rekan guru bahasa agar lebih berpariasi dalam menggunakan metode mengajar yang tepat.
3. Manfaat Bagi Siswa
a. Meningkatkan pemahaman dalam pembelajaran menyimak pada bidang studi bahasa Indonesia.
b. Meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran
c. Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

VI. DEFINISI OPERASIONAL
Dalam melaksanakan penelitian ini peneliti mengambil judul
”Penerapan Metode Story Telling untuk Meningkatkan Kemampuan Menyimak pada Siswa SD Kelas 1 ”
Untuk mengantisipasi terjadinya kesalah pahaman dalam menafsirkan istilah, maka penulis berusaha menjelaskan istilah, maka penulis berusaha menjelaskan istilah penulisan karya ilmiah ini seagai berikut :
1. Metode story talling adalah paparan rekanan tentang kejadian atau aktifitas yang berhubungan dengan suatu tokoh dalam konteks tertentu yang secara keseluruhan rangkaian karakter dan kejadian ini membentuk satu alur yang utuh dan pengubahnya dimaksudkan sebagai hiburan dan sarana ajaran moral untuk mendidik anak ( lestari 2003 : 55 )
2. Menyimak adalah suatu kegitan yang sangat bergantung pada unsur yang mendukung sehingga tumbuhnya komunikasi dalam menyimak.
Unsur – unsur dasar dalam menyimak adalah pembicara, penyimak, bahansimakan, dan bahasa lisan yang digunakan.
Menyimak adalah memusatkan semua gejala jiwa (pikiran, perasaan, ingatan, dan perhatian) kepada salah satu objek (Isah chyani : 36).
Penelitian ini menggunakan tehnik penelitian tindakan kelas (PTK) PTK adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh guru di sekolahnya sendiri dengan jalan merancang, melaksanakan dan merefleksi tindakan-tindkaan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru sehingga pembelajaran siswa dapat ditingkatkan (Depdiknas : 2005).
VII. HIPOTESA
Sudjana (1995 : 37) menyatakan bahwa hipotesis adalah pendapat yang kebenarannya masih rendah atau kadar kebenarannya masih belum menyakinkan sehingga perlu diuji / dibuktikan kebenarannya secara empiris.
Menurut Ari Kunto (2006 : 71) hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap masalah penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Jenis pembelajaran bahasa Indonesia pada siswa kelas 1 SDN Cimanuk 2 menggunakan penerapan metode story telling maka akan menguatkan kemampuan menyimak.

Kamis, 06 Agustus 2009

PROPOSAL AGUSTUSAN.

PROPOSAL KEGIATAN
PERINGATAN HUT KEMERDEKAAN RI KE – 64






















WARGA RW 08 KARATON
KELURAHAN KARATON KECAMATAN MAJASARI KABUPATEN PANDEGLANG – BANTEN
2009


PROPOSAL KEGIATAN
DALAM RANGKA PERINGATAN HUT RI KE-64



I. PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Tema HUT RI ke-64: “Dengan Semangat Proklamasi 17 Agustus 1945, Kita Tingkatkan Kedewasaan Kehidupan Berpolitik dan Berdemokrasi serta Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional Menuju Indonesia yang Bersatu, Aman, Adil, Demokratis dan Sejahtera.”


I.2 MAKSUD DAN TUJUAN

I.2.1 Maksud
Adapun maksud diadakannya kegiatan ini adalah sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan YME dan kegembiraan dalam menyambut Hari Ulang Tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-64 pada tanggal 17 Agustus 2009.

I.2.2 Tujuan Kegiatan
Adapun tujuan diadakannya acara ini.
a. Mempererat tali silaturahmi antar sesama warga RT.01.02.03/RW08. Kelurahan Karaton Kecamatan Majasari Kabupaten Pandeglang – Banten.
b. Meningkatkan semangat juang dalam meraih prestasi diantara anak-anak Pemuda dan Pemudi.
c. Memupuk jiwa sportifitas dalam berlomba diantara anak-anak dan pemuda pemudi.
d. Memupuk semangat kebangsaan antar generasi untuk memperkuat ketahanan nasional menghadapi tantangan global.


I.3 DASAR KEGIATAN
Kegiatan ini dilaksanakan berdasarkan.
1. Pancasila sila ke-3, “Persatuan Indonesia”.
2. Petunjuk dan arahan bapak Ketua RW 08 tentang pelaksanaan kegiatan dalam rangka peringatan HUT RI ke 64 di tingkat RT di lingkungan RW 08 Kelurahan Karaton



II. ISI PROPOSAL

II.1 TEMA KEGIATAN
Kegiatan yang mengedepankan kebersamaan warga antar generasi serta kegiatan anak-anak yang bersifat mengembangkan daya kreatifitas, ketrampilan, ketangkasan dan sportifitas.

II.2 MACAM KEGIATAN
1. Acara syukuran HUT RI ke 64 , 17 Agustus 2009
a. Syukuran & Doa
b. Detil pelaksanaan akan ditetapkan kemudian

2. Perlombaan
a. Tingkat Anak-anak
b. Tingkat Dewasa.
c. Perlombaan akan ditetapkan kemudian

II.3 PESERTA
Seluruh warga RT. 01.02.03/RW08 Kelurahan Karaton Kecamatan Majasari Kabupaten Pandeglang – Banten.

II.4 WAKTU dan TEMPAT PELAKSANAAN
a. Perlombaan Anak – anak

Hari, tanggal : Senin, 17 Agustus 2009
Waktu : Pukul 07.30 WIB s.d. selesai
Tempat : Lapangan Bulutangkis RT.03/RW08
Kelurahan Karaton.

b. Perlombaan Dewasa
Hari, tanggal : Minggu, 9 – 16 Agustus 2009
Waktu : Pukul 19.30 WIB s.d. selesai
Tempat : Lapangan Bulutangkis RT03/RW08
Kelurahan Karaton.

II.5 SUSUNAN KEPANITIAAN
Penasehat : Bapak Ketua RW 08

Penanggung Jawab : Bapak Ketua RT. 01.02.03/RW 08

Bapak Ketua Pemuda RW. 08


II.6 JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN

Jadwal rinci pelaksanaan kegiatan akan ditetapkan dan diumumkan kemudian.
Panitia Pelaksana


Ketua Pelaksana : Sahrullah
Sekretaris : Ardhiyan Nugraha
Bendahara : Yayan Triyanti


Seksi-seksi

1. Seksi Acara Malam Hiburan
Koordinator : Ahmad Yani, S.Ag
Anggota : Dayat Ahdiat, S.Ag


2. Seksi Perlombaan Anak-Anak
Koordinator : Mahendro Suseno
Anggota : Ine Khaerunisa
Agus Prihanto
Ibu – ibu RW. 08

3. Seksi Perlombaan Tingkat Dewasa
Koordinator : Atun
Ending
Ahmad Jajuli
Yani

4. Seksi Umum & Dokumentasi
Koordinator : Nana Mulyana
Anggota : Ade Salman

5. Seksi Usaha
Koordinator : Jaja
Anggota Deden Muhadeni
Idham
6. Seksi Peralatan
Koordinator : Ma’mun
Nono
Seluruh Pemuda RW. 08 Ciekek Karaton.










ANGGARAN BIAYA YANG DIBUTUHKAN
PERINGATAN HUT RI KE-64




1. Transfor Panitia Rp. 150.000,-
2. Konsumsi Panitia Selama 10 hari Rp. 200.000,-
3. Hadiah / Trophy
 Bulutangkis Rp. 600.000,-
 Tenis Meja Rp. 600.000,-
 Takraw Rp. 500.000,-
 Catur Rp. 500.000,-
 Permainan Anak-anak Rp. 400.000,-
 Permainan Dewasa Rp. 350.000,-
4. Pengecatan Gapura Rp. 500.000,-
5. Lain-lain Rp. 150.000,
6. Hiburan Rp. 2.000.000,-
Jumlah Rp. 5.950.000,-
Terbilang : Lima Juta Sembilan ratus Lima Puluh Ribu Rupiah


III. PENUTUP

Demikian proposal ini kami buat. Kami mengharapkan dukungan dan partisipasi Bapak/Ibu. Semoga acara ini dapat terlaksana sebagaimana yang kita harapkan.

Atas perhatian dan kerjasama Bapak/Ibu, kami ucapkan terima kasih.










LEMBAR PENGESAHAN




Karaton, 03 Agustus 2009

PANITIA PELAKSANA
Ketua Pelaksana




SAHRULLAH Sekretaris




ARDHIYAN NUGRAHA

Menyetujui :

Ketua
RW. 08 Ciekek Karaton




ONI JAHRONI Ketua KABESDA
RW. 08 Ciekek Karaton




ENDING SAPUDIN