Minggu, 06 Desember 2009

UNDANG-UNDANG 1945 DAN PASAL-PASAL

UNDANG – UNDANG DASAR
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
DAN PERUBAHANNYA

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 1945

PEMBUKAAN
(Preambule)

Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai denan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh :keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

UNDNAG – UNDANG DASAR

BAB I
BENTUK DAN KEDAULATAN
1. Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.
2. Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar.
3. Negara Indonesia adalah negara hukum.

BAB II
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Pasal 2
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang

Pasal 3
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat mengubah dan menetapkan Undang-undang Dasar 1945.
2. Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan atau Wakil Presiden
3. Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-undang Dasar.

BAB III
KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA
Pasal 4
1. Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-undang Dasar.
2. Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu Wakil Presiden.

Pasal 5
1. Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan rakyat.
2. Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.
Pasal 6
1. Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah menghianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai Presiden dan Wakila Presiden.
2. Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang.

Pasal 6A
1. Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
2. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
3. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
4. Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
5. Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang.




Pasal 7
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali jabatannya yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

Pasal 7A
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan / atau Wakil Presiden.

Pasal 7B
1. Usula pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konsitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan pendapat dewan Perwakilan Rakyat bawah Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau pendapat Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
2. Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.
3. Pengajuan permintaan dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
4. Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutuskan dengan seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
5. Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruksan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.
6. Majlis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.
7. Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya ¾ dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Pasal 7C
Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 8
1. Jika Presiden mangkat berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya.
2. Dalam hal tersebut kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang disusulkan oleh Presiden.
3. Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksanaan tugas Kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua paket calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang paket calon Presiden dan Wakil Presiden yang disusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang paet calon Presiden dan Wakil Presidenyang meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya.

Pasal 9
1. Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut :
Sumpah Presiden (Wakil Presiden)
”Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.”
Janji Presiden (Wakil Presiden) :
”Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.”

2. Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau dewan perwakilan rakyat tidak dapat mengadakan sidang. Presiden dan wakil Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan di saksikan oleh Pimpinan Mahkamah Agung.

Pasal 10
Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.

Pasal 11
1. Presiden dengan persetujuan dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
2. Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
3. Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-undang.


Pasal 12
Presiden menyatakan keadaan bahaya, syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 13
1. Presiden mengangkat duta dan konsul
2. Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
3. Presiden menerima penempatan duta lain dengan memperhatikan Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 14
1. Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.
2. Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 15
Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang.

Pasal 16
Presiden membentuk suara dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang.

BAB V
KEMENTERIAN NEGARA

Pasal 17
1. Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
2. Menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
3. Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
4. Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang

BAB IV
PEMERINTAHAN DAERAH

Pasal 18
1. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu di bagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
2. Pemerintah Daerah Provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah menurut asas etonomi dan tugas pembantuan.
3. Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang angota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
4. Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
5. Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.
6. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembentukan.
7. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.



Pasal 18A
1. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
2. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

Pasal 18B
1. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
2. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

BAB VII
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Pasal 19
1. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.
2. Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan undang-undang.
3. Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.

Pasal 20
1. Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
2. Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
3. Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama. Rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persi dengan Dewan Perwakilan Rakyat yang lain.
4. Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.
5. Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui. Rancangan undang-undang tersebut menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.

Pasal 20A
1. Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.
2. Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interprensi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.
3. Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-undang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas.
4. Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang.

Pasal 21
1. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undang-undang.
2. Jika rancangan itu, meskipun oleh Dewan Perwakilan Rakyat tidak disahkan oleh Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.

Pasal 22
1. Dalam hal ihwal kepentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.
2. Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.
3. Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.

Pasal 22A
Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang.

Pasal 22B
Anggota dewan perwakilan rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.

BAB VIII
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
Pasal 22C
1. Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.
2. Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
3. Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
4. Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-undang.


Pasal 22D
1. Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
2. Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah serta memberikan pertimbangan keuangan pusat dan daerah, serta memberikan perimbangan keuangan pusat daerah, serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama.
3. Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindak lanjuti.
4. Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.



BAB VIIIB
PEMILIHAN UMUM
Pasal 22E
1. Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
2. Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
3. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota dewan Perwakilan Rakyat dan anggota dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.
4. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.
5. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
6. Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.

BAB VIII
HAL KEUANGAN
Pasal 23
1. Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.
3. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.

Pasal 23A
Pajak pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.

Pasal 23B
Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 23C
Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang

Pasal 23D
Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.

BAB VIIIA
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
Pasal 23E
1. Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
2. Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.
3. Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang.


Pasal 23f
1. Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.
2. Pimpinan Badan Pemeriksan Keungan dipilih dri dan oleh anggota.

Pasal 23G
1. Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara, dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan Diatur dengan undang-undang.

BAB IX
KEKUASAAN KEHAKIMAN
Pasal 24
1. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum keadilan.
2. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
3. Badan – badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.

Pasal 24A
1. Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
2. Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan pengalaman di bidang hukum.
3. Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisian kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
4. Ketua dan Wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung.
5. Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang.

Minggu, 29 November 2009

RUNTUHNYA TEORI PEMBANGUNAN DAN GLOALISASI

Sub Judul
Runtuhnya teori pembangunan dan globalisasi sudah lama di rasakan adanya perbedaan antara kalangan akademisi yang membicarakan teori perubahan sosial dan paradigma-paradigma maupun proyok perubahan sosial bersama kelompok-kelompok marjinalnya seperti kaun buruh, para petani, dan nelayan, serta masyarakat adat di berbagai daerah.

Teori perubahan sosial atau teori pembangunan bila dalam pengertiannya yaitu berarti seperti teori sosial ekonomi yang sangat umum, pandangan ini menjadi pandangan yang menguasai hampir di setiap diskursus mengenai perubahan sosial. Dengan pemahaman seperti itu, kata pembangunan di sejajarkan dengan kata perubahan sosial, bagi penganut pandangan ini konsep pembangunan adalah berdiri sendiri sehingga membutuhkan keterangan lain, seperti pembangunan model kapitalisme, pembangunan model sosialisme ataupun pembangunan model Indonesia.

Adapun peranan paradigma dalam membentuk teori perubahan sosial adalah suatu pemihakan yang berdasarkan nilai-nilai tertentu yang di anut, dengan tujuan untuk memberikan bingkai bagaimana memahami teori perubahan sosial, termasuk di dalamnya teori pembangunan, yang dapat di uraikan dalam beberapa model paradigma yang pertama adalah model pemetaan paradigma sosial, model pembagian paradigma kedua yaitu dengan mengikuti tokoh pemikir pendidikan kritis, sedangkan model paradigma yang ketiga adalah peta paradigma sosiologi. Adapun paradigma-paradigma secara garis besar yaitu seperti :
 Paradigma Fungsionalis
 Paradigma Interpretatif
 Paradigma Humanis Radikal
 Paradigma Strukturalis Radikal

Seperti yang dibahas pada paragraf sebelumnya, ada teori-teori perubahan yang pada dasarnya di bangun di atas landasan kapitalisme yaitu teori perubahan sosial moderenisasi dan pembangunan pertumbuhan. Pada pandangan kapitalisme jika di gali secara teoritik pada dasarnya besumber pada pandangan filsafat ekonomi klasik, yang mempengaruhi teori-teori perubahan sosial. Adapun cara-cara pemikiran para pemikir ekonomi klasik yaitu. Pertama dengan cara Laissez-Faire yakni kepercayaan akan kebebasan dalam bidang ekonomi, kedua yaitu dengan cara mepercayai kepada ekonomi pasar yang di letakan di atas sistem persaingan ketiga Full Employment yaitu ekonomi akan berjalan lancar jika tanpa inorvensi pemerintah. Keempat adalah Harmony of Interest dengan kata lain memenuhi kepentingan individu berarti memenuhi kepentingan masyarakat. Kelima hukum ekonomi berlaku secara universal. Keenam yaitu percaya pada hukum dasar atau supply creates it’s own demond.

Adapun arti dari cara pandang atau paradigma dan teori kritik perubahan sosial adalah berbagai teori yang di analisis yang berakar pada idiologi “Mainstream” Kapitalisme, yaitu paradigma dan teori modernisasi dan pertumbuhan. Paham dan teori kritik yang di ungkapkan umumnya berangkat dari paradigma dan analisis struktural radikal dan paradigma radikal humanis tentang perubahan sosial. Pada dasarnya teori sosial mempunyai maksud dan implikasi praktis sangat berpengaruh terhadap teori perubahan sosial aliran kritik.

Jadi pengaruh runtuhnya teori pembangunan dan globalisasi di sebabkan karena tengah menunggu lahirnya paradigma baru yang menjadi alternativ terhadap paradigma moderenisasi dan pembangunan, sekaligus altrnatif terhadap globalisasi. Adapun kesimpulan dari pembahasan-pembahasan diatas ialah untuk mengkaji lebih dalam peran dan teori pembangunan, bukan untuk menjerumuskan pemikiran-pemikiran masyarakat terhadap pemerintah karena runtuhnya teori Pembangunan dan Globalisasi.

Adapun refleksi terhadap pembangunanisme globalisasi pun bisa menebar ancaman, yaitu sejak di kembangkannya kesepakatan The Bretton Woods di Amerika Serikat, dengan didirikannya IMF dan Bank Dunia, serta kesepakatan-kesepakatan lain yang telah di tanda tangani dunia secara global sesungguhnya telah memihak dan di dorong oleh kepentingan perusahan-perusahaan trans nasional yang merupakan aktor terpenting dari globalisasi. Pada konteks itulah integrasi ekonomi nasional menuju sistem global yang di kenal dengan globalisasi telah terjadi. Dalam menanggapi hal tersebut yaitu globalisasi, ada beberapa identifikasi yang terkait tentang tantangan terhadap globalisasi yaitu sebagai berikut :
 Tantangan gerakan kultural dan agama terhadap globalisasi
 Tantangan dari New social movement dan global civil societi terhadap globalisasi
 Tantangan gerakan lingkungan terhadap globalisasi.
Meskipun tidak semua gerakan lingkungan secara langsung menentang globalisasi, berkembangnya gerakan lingkungan untuk pemberdayaan rakyat (eko-populisme) dan gerakan lingkungan yang dipengaruhi kesadaran lingkungan bersumber dari Barat. Gerakan ini banyak dipengaruhi oleh pikiran Rachel Carson dalam ”Silent Spring” yang membongkar tentang kerusakan ekosistem dunia yang diakibatkan praktik ekonomi modern seperti penggunaan kimia dalam pertanian dan langkahnya burung dan khususnya menentang asumsi dan praktik pertumbuhan ekonomi yang ingin menyeimbangkan perlindungan alam untuk suatu gaya hidup.

Kesadaran lingkungan yang demikian sebagian memacu lahirnya gerakan ”Lingkungan demi lingkungan” yang juga berakibat lahirnya gerakan fasisme ekologi (Eco-Facism). Sementara itu, eko-populisme, lahir sebagai keprihatinan terhadap rusaknya lingkungan karena juga menghancurkan kehidupan rakyat sekitarnya.

Oleh sebab itulah gerakan lingkungan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari gerakan perlindungan hak-hak masyarakat adat. Dalam pada itu, muncullah gerakan resistensi lingkungan di dunia ketiga, seperti gerakan masyarakat (Chipko (Hipko Movement) di India, yakni suatu gerakan, terutama kaum perempuan, menentang perusahaan penebangan hutan. Walhi, suatu organisasi jaringan gerakan lingkungan di Indonesia dalam perjalanan organisasinya juga menjelma menjadi gerakan resistensi terhadap globalisasi.

Kamis, 22 Oktober 2009

Pengelolaan Sekolah yang Efektif dan Efisien

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Usaha di bidang Pendidikan antara lain diarahkan untuk pengkaderan generasi muda bangsa sebagai investasi sumber daya manusia (human resource investment) dalam rangka menghadapi dan mengatasi berbagai tantangan yang ada untuk mencapai tujuan yang diharapkan, baik tujuan jangka pendek (short term goal) maupun tujuan jangka panjang yaitu tujuan untuk masa ke depan yang jauh (long term goal). John Naisbitt (1982:75) memberi gambaran bahwa memasuki abad 21 setiap kegiatan manusia harus lebih diarahkan untuk tujuan-tujuan yang jauh ke depan (long term goal).
Sekarang ini pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan semakin terbuka untuk semua orang, khususnya untuk anak usia SD sampai SMP. Sejak diberlakukannya UUSPN No. 2 tahun 1989 dengan penekanan pada Wajar Diknas 9 tahun, maka wajib belajar bagi anak-anak usia sekolah di Indonesia minimal sampai lulus pendidikan setingkat SMP (atau yang sederajat). Hal ini tentunya berkaitan dengan tuntutan dan kebutuhan hidup manusia yang semakin berubah dalam tatanan dunia yang semakin maju. Oleh karena itu, setiap bangsa terutama generasi usia sekolah dipersyaratkan untuk memiliki bekal pengetahuan yang memadai sesuai tuntutan zaman. Dari gambaran, ini mungkin salah satu penting bagi lembaga pendidikan yaitu bagaimana kiat-kiat dalam hal “Pengelolaan Sekolah yang Efektif dan Efisien” agar dapat mewujudkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai.
Pada dasarnya dunia pendidikan tidak jauh berbeda dengan dunia bisnia dimana kegiatan pengelolaan untuk mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan diperlukan tenaga-tenaga yang terampil. Hal yang membedakannya antara dunia pendidikan dan dunia bisnis mungkin dalam Visi dan Misinya. Dunia pendidikan lebih berorientasi kepada sosial kemasyarakatan (societal oriented) yang bersifat jasa kemanfaatan. Hasil-hasil pendidikan yang diharapkan (manfaat manusia terdidik) umumnya tidak dapat dicapai dalam jangka waktu yang pendek, tetapi membutuhkan waktu yang lebih lama, mungkin antara 10-15 tahun. Sebaliknya dunia bisnis lebih berorientasi kepada laba (profit oriented) karena dunia bisnis tujuannya agar mampu meraih keuntungan besar dan mengarah pada pembagian hasil dalam bentuk material. Hasil-hasil dalam dunia bisnis (laba yang diperoleh) umumnya dapat dicapai dalam waktu yang relatif pendek.
Dalam operasionalnya dunia pendidikan juga banyak mementingkan strategi yang digunakan dalam dunia bisnis. Misalnya, bagaimana menciptakan keunggulan dalam bersaing (competitive advantage), seperti mewujudkan sekolah yang berkualitas yang mampu menghasilkan lulusan-lulusan terbaik, bagaimana menghadapi lingkungan yang selalu berubah, bagaimana mengkomunikasikan permasalahan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan lingkungan, bagaimana menciptakan lembaga pendidikan yang mampu mewujudkan manfaat bagi lingkungannya dan mampu bersaing secara benar sesuai prosedur dan peraturan yang berlaku. Oleh karena itu dunia bisnia sama-sama memiliki strategi untuk bersaing dalam rangka mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan.
Berkaitan dengan masalah ”Pengelolaan Sekolah Efektif dan Efisien” maka konsep-konsep tentang manajemen (Pengelolaan maupun kepemimpinan) menjadi focus pembahasan dalam makalah ini. Selain itu masalah pengelolaan baik pada tingkat lembaga yang besar maupun yang lebih kecil tidak terlepas dari usaha dalam mengaplikasikan kiat-kiat management agar segala pelaksanaan kegiatan bisa efektif dan efisien mencapai sasaran.

B. Permasalahan
Untuk pembahasan selanjutnya supaya lebih terarah dan ada acuan yang jelas perlu kiranya dirumuskan beberapa hal yang jadi pokok permasalahan. Dalam hal ini penulis mengajukan 3 pokok permasalahan yang akan dibahas, yaitu :
1. Bagaimana model atau gambaran tentang sekolah yang efektif dan efisien itu ?
2. Apa sebenarnya makna dari pengelolaan (management) sekolah ?
3. Bagaimana seharusnya peran seorang Kepala Sekolah dan mengelola sekolah supaya bisa efektif dan efisien ?









BAB II
PEMBAHASAN


A. Gambaran Umum Sekolah Yang Efektif Dan Efisien
Sekolah yang efektif dan efisien memerlukan pemimpin yang kompeten dalam mengelola fungsi-fungsi untuk mewujudkan suatu iklim sekolah yang positif. Fungsi-fungsi sekolah mesti dikelola secara efektif dan efisien, antara lain : kegiatan-kegiatan mesti dikoordinir dengan baik, guru dan siswa merasa aman dan nyaman dan kegiatan pembelajaran dapat berjalan secara efektif, guru sebagai pemimpin anak dan pemimpin pengajaran juga membutuhkan kepala sekolah yang mampu memfungsikan diri sebagai seorang pemimpin pengajaran (instructional leader) sehingga dapat mendukung pembangunan kemampuan profesi guru.
Rollis dan Highsmith (1986:300) menjelaskan sebagai berikut : ”Both maintenance and development are essential components of an effective school, and in most schools, both function are the duty of a single individual : The building principal”. (Pengelolaan dan pengembangan keduanya merupakan komponen-komponen penting bagi sekolah yang efektif, dan bagi semua sekolah, kedua fungsi tersebut menjadi tugas dari seorang individual tunggal, yaitu kepala sekolah yang punya jiwa membangun disebut “ the building principal”)
Usaha untuk mengelola sekolah agar menjadi efektif dan efisien tentunya membutuhkan seorang pemimpin yang efektif dan efisien pula. Artinya seorang kepala sekolah mesti mampu mengemban tugas dan tanggung jawabnya dengan baik, melaksanakan segala kegiatan dengan tepat dan benar sesuai dengan prosedur dan peraturan, dan mampu melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan sesuai tuntutan kebutuhan dan situasinya. Selain itu seorang kepala sekolah yang efektif mampu menciptakan iklim lingkungan sekolah yang kondusif sehingga akan mendukung program-program sekolah yang telah direncanakan dan kegiatan-kegiatan yang dijalankan terlaksana secara efektif.
Sekolah yang efektif membutuhkan seorang kepala sekolah yang memiliki jiwa membangun (the building principal) dan juga mampu melaksanakan fungsi kepemimpinannya sebagai pemimpin pengajaran. Brown (1985:149-150) menjelaskan bahwa hasil riset yang dilakukan di beberapa pokok (basic subjects) menunjukan bahwa sekolah-sekolah yang efektif dipimpin oleh para kepala sekolah yang tidak handal sebagai pemimpin pengajaran. Juga, Rollis dan Highsmith (1986:300) memberi gambaran bahwa para guru umumnya mengharapkan seorang kepala sekolah yang juga sebagai pemimpin pengajaran yang handal (strong instuctional leader), yang mampu mengatur, mengembangkan, dan mendukung tugas-tugas profesi mereka.
Sekolah yang efektif memerlukan guru-guru yang profesional, yaitu gur-guru yang memiliki wawasan pengetahuan dan keterampilan kependidikan yang memadai sehingga efektif dalam menjalankan tugas-tugas profesinya. Guru-guru yang baik umumnya menyadari kebutuhan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka, kebutuhan akan ganjaran dan pengakuan (reward and recognition) atas pelaksanaan tugas-tugas mereka yang baik bahkan berprestasi, juga berupaya membantu guru-guru baru dalam rangka meningkatkan kemampuan rofesi mereka. Para guru juga membutuhkan kepemimpinan yang mampu membantu memudahkan dan memperlancar tugas-tugas mereka. Tetapi hasil penelitian, seperti yang dijelaskan Rollis dan Highsmith (1986), menunjukan bahwa para guru umumnya merasa ragu dan tidak yakin jika kepemimpinan datangnya dari luar sekolah. Selain itu, pengambilan keputusan (decision making) seringnya ditentukan dan diputuskan secara sepihak oleh kepala sekolah dan pengawas atau badan sekolah (school board) secara serampangan, tanpa prosedur dan proses yang didasari kebersamaan tanggung jawab dan kepentingan. Dengan kata lain, para guru menyadari perlunya kepemimpinan pengajaran tetapi yang datang dari lingkungan profesinya, bukan dari luar. Artinya, usaha untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para guru dalam rangka mendukung efektifitas dan efisiensi pelaksanaan tugas profesi mereka diperlukan pemimpin yang memiliki wawaan pengetahuan dan keterampilan kependidikan yang memadai.
Sekolah yang efektif dapat dilihat juga dari disiplin, perilaku positif, serta hasil lulusan atau hasil belajar (learning outcomes) para siswanya. Tentu hal ini bukan sepenuhnya sebagai hasil dari usaha yang dilakukan para siswa, tetapi lebih dari itu disiplin, perilaku positif dan prestasi yang ditunjukan para siswa sebagai bagian dari hasil upaya pelaksanaan kegiatan kependidikan yang dikelola secara kolektif oleh kepala sekolah, para guru, serta individu lainnya yang terkait.
Sekolah yang efektif memerlukan partisipasi masyarakat seperti orang tua murid dan anggota masyarakat lainnya. Partisipasi masyarakat dapat berupa dukungan moral maupun materil yang akan sangat berpengaruh terhadap lancarnya pelaksanaan program sekolah dan manfaat eksistensi sekolah dengan lingkungannya. Partisipasinya masyarakat yang tinggi akan mendukung kinerja para pengelola sekolah dan keberhasilan pelaksanaan program-program sekolah yang efektif dan efisien. Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, orang tua siswa dan masyarakat. Oleh karena itu pengelola sekolah agar efektif dan efisien dalam pelaksanaannya mesti melibatkan peran serta semua pihak.
Dengan gambaran sepintas ini dapat disimpulkan bahwa pengelolaan sekolah yang efektif dan efisien memerlukan pemimpin yang mampu melaksanakan kiat-kiat pengelolaan dan kepemimpinannya dengan baik. Pemimpin yang efektif antara lain mampu mengelola, memanfaatkan, dan medayagunakan semaksimal mungkin berbagai sumber daya yang ada seperti tenaga, dana, sarana-prasarana, dan lingkungan.

B. Pengertian Pengelolaan
Masalah pengelolaan secara umum dan luar berkaitan dengan ilmu manajemen dan administrasi. Pengertian manajemen masih dirasakan kurang biasa digunakan dalam lingkungan sekolah. Yang sudah kita kenal adalah istilah dan pengertian administrasi ( administrasi pendidikan, administrasi sekolah ). Meski demikian sering dijumpai kata administrasi dan manajemen silih berganti dipakai untuk menunjukan maksud yang sama. Sebagai contoh, fungsi-fungsi management seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengambilan keputusan, dan yang lainnya, juga sebagai fungsi-fungsi dalam administrasi. Oleh karena itu dalam makalah ini sipakai kata atau istilah yang bermakna sementara manajemen dan administrasi.
Pengertian manajemen dapat dikutip dari berbagai pendapat, antara lain sebagai berikut :
- Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:553).
1. Manajemen adalah proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran.
2. Manajemen adalah pejabat pemimpin yang bertanggung jawab atas jalannya perusahaan dan organisasi.
- William T. Mc Leod (1986, dalam Dj. Al Rasyid, 2005:4)
1. Management is the technique, practice, or science of managing or controlling. (Manajemen adalah teknik, praktek, atau ilmu tentang pengelolaan atau pengendalian).
2. Management are the members of the executive or administration of an organization or business. (Manajemen adalah para anggota eksekutip atau administrasi dari suatu organisasi atau perusahaan).
3. Managemen are amangers or employers collectively. (Manajemen adalah kelompok pemimpin atau majikan).
- Marry Wilkes dan C.B. Crosswait (1987:382)
Managemen is the authority vested in a person who has a designated administrative title. (Manajemen adalah kekuasaan yang diberikan kepada seseorang sebagai jabatan administrative).
Masih banyak definisi lainnya tentang manajemen. Tetapi dari beberapa definisi yang dijelaskan di atas pada dasarnya mengandung makna atau maksud yang sama bahwa manajemen sebagai ilmu berkaitan dengan kiat-kiat pengelolaan dan kepemimpinan.
Manajemen dari kata bahasa Inggris ”management” artinya pengelolaan atau kepemimpinan, dari asal kata kerja ”manage” artinya mengelola, mengurus, mengendalikan, memimpin.
Dari definisi di atas, kata manajemen menyiratkan dua pengertian :
1. Sebagai suatu ilmu, kiat atau seni, manajemen artinya pengelolaan.
2. Sebagai suatu wewenang atau tanggung jawab jabatan, manajemen artinya kepemimpinan.
Selanjutnya pengertian tentang manajemen pendidikan, manajemen sekolah, dan manajemen kelas, secara ringkas dijelaskan oleh Al Rasyid (2005:17-18) sebagai berikut :
Manajemen pendidikan menekankan pada upaya seorang pemimpin dalam menggerakan bawahan mengelola semua sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan secara efisien dan efektif.
Manajemen sekolah dilaksanakan dalam suatu lingkup organisasi yang disebut sekolah, dan kepala sekolah sebagai pemimpin atas (top manager) di sekolah.
Manajemen kelas dilaksanakan dalam suatu lingkup kelas, dimana seorang guru memiliki peranan sentral dalam melaksanakan fungsi kepemimpinan kelas untuk menciptakan kondisi kelas yang kondusif dengan berbagai persyaratan yang mesti diwujudkan sehingga kegiatan pembelajaran berjalan efektif dan hasil belajar dapat dicapai secara optimal.
Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam mengelola suatu kegiatan organisasi, lembaga, atau perusahaan, sangat diperlukan kiat-kiat pengelolaan atau manajemen agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan efektif dan tujuan yang diharapkan dapat dicapai seoptimal mungkin.
Pembahasan selanjutnya berkenaan dengan peranan pengelola, dalam hal ini adalah kepala sekolah.

C. Perana Kepala Sekolah
Dalam lingkup organisasi sekolah Kepala Sekolah adalah pemimpin atas yang memiliki wewenang dan peranan sentral dalam mengelola semua kegiatan dan program-program sekolah yang telah direncanakan. Peranan kepala sekolah sebagai pengelola, pemimpin lembaga, dan juga pemimpin pengajaran diharapkan mampu memanfaatkan dan meberdayakan berbagai sumber daya yang ada secara maksimal, seperti tenaga, dana, saran prasarana, dan lingkungan. Peranan kepala sekolah tidak terlepas dari usaha untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab dengan menerapkan fungsi-fungsi kepemimpinannya secara tepat.
Ada 3 teori kepemimpinan yang penting, yaitu :
1. Teori sifat (trait theory)
2. Teori prilaku (behavioral theory)
3. Teori kontingensi situasional (situational contigency theory)
Seperti dijelaskan oleh Al Rasyid (2005:61-62) bahwa melalui kaji ulang yang dilakukan Stogdrill (1948) terhadap 120 studi, dan Mann (1959) terhadap 125 studi tentang sifat kepemimpinan, disimpulkan bahwa secara umum sifat kepemimpinan tidak dapat dijadikan acuan. Dari hasil kaji ulang ditemukan ada beberapa pemimpin lebih muda dari pengikutnya dan ada yang lebih tua dari pengikutnya. Ada pemimpin yang lebih ekstrovert (mementingkan orang lain) dan ada yang lebih introvert (mementingkan diri sendiri). Pada beberapa kelompok, pemimpin efektif itu bersifat memaksa dan agresif, pada kelompok lain pemimpin efektif itu bersifat lemah lembut dan mampu mengekang diri, pada kelompok lain pemimpin efektif bertindak cepat dan tegas, pada kelompok lain pemimpin efektif itu relatif dan diplomatis.
Teori perilaku pada dasarnya menggambarkan perilaku pemimpin ke dalam dua dimensi, yaitu :
1. Struktur inisiatif, berkaitan dengan perilaku pemimpin dalam mengorganisir dan membina hubungan antara dirinya dengan bawahannya.
2. Konsiderasi, berkaitan dengan perilaku pemimpin yang bersahabat, saling percaya, saling menghargai, dan penuh kehangatan.
Menurut teori perilaku umumnya pemimpin yang efektif memiliki dimensi yang tinggi (postitif) baik dalam struktur inisiatif maupun konsiderasi. Kepala sekolah juga umumnya sangat efektif jika perilaku kepemimpinannya cukup positif pada kedua dimensi tersebut.
Teori kontingensi situasional memandang bahwa pada dasarnya situasi itu tidak sama, berbeda-beda, dan tidak pasti. Teori ini memandang bahwa sifat diri dan perilaku itu perlu dirubah sesuai dengan situasinya agar kepemimpinan menjadi efektif. Artinya seorang pemimpin yang otoriter, partisipatif, demokratis, direktif, dan yang lainnya bisa efektif jika mampu menerapkan sifat dan perilaku kepemimpinannya sesuai dengan tuntutan situasinya. K.B Miner (1973, dalam Al Rasyid, 2005:62) memberi kesimpulan bahwa seperangkat sifat diri kepemimpinan yang universal mungkin tidak ada, tetapi beberapa bukti menunjukan bahwa sifat diri yang berbeda bisa membawa kearah efektifitas kepemimpinan di dalam situasi yang berbeda pula.
Untuk melaksanakan pengelolaan sekolah yang efektif dan efisien agar tercapai sasaran atau tujuan secara maksimal, maka kepala sekolah mesti memiliki visi, misi, dan strategi.
- Visi yaitu, daya pandang jauh ke depan, mendalam dan luas yang merupakan daya pikir abstrak yang memiliki energi amat kuat sehingga mampu menerobos batas fisik, waktu, dan tempat.
- Misi yaitu, pernyataan yang ditetapkan dengan mempertimbangkan penugasan dan keinginan dari dalam (berkaitan dengan visi) serta arah yang akan ditempuh sekarang dan yang akan datang.
- Strategi adalah langkah-langkah operasional yang dapat mempertajam bentuk kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sesuai visi dan misinya
Kepala sekolah yang memiliki visi, misi, dan strategi diharapkan akan lebih mampu melaksaakan peranannya dalam mengelola sekolah sehingga segala kegiatan dan program-program yang direncanakan dapat terlaksana secara efektif dan efisien.
Berkenaan dengan pengelolaan sekolah yang efektif dan efisien, Newberry (1987:26-27) menyarankan 10 kiat manajemen berkaitan dengan para kepala sekolah sebagai pemimpin. Kiat-kiat tersebut yaitu sebagai berikut :
1. Seorang pengembang organisasi ( an organizational developer).
Kepala sekolah harus menjadi seorang pengembang organisasi, yaitu orang yang memahami tentang dinamika organisasi serta kepemimpinannya bagi kepentingan semua individu atau bawahannya. Dinamika organisasi dan kepemimpinan merupakan faktor yang berpengaruh dan membuat individu atau bawahan bekerja demi organisasi dan misi yang diembannya.
2. Seorang motivator bagi semua orang ( a motivator of people).
Kepala sekolah sebagai pemberi motivasi adalah pemimpin yang berbasis kepada sumber daya manusia (a human resources based leader). Semua kegiatan, tugas, proyek, dan tugas-tugas manajerial bermuara kepada kemampuan sumber daya manusia (tenaga) dalam pelaksanaannya. Proses pelaksanaannya harus mengacu kepada perencanaan yang strategis, misalnya dengan skala prioritas, tugas-tugas yang dibebankan untuk pencapaian tujuan, dan rentang waktu yang dibutuhkan.
3. Seorang pendorong dan penggerak (a mover and shaker).
Seorang kepala sekolah yang efektif adalah pemimpin yang berjiwa dinamis. Ia mampu menggerakan bawahannya, dan pengaruhnya dirasakan oleh bawahannya, pemberi semangat dalam menghadapi tantangan dan resiko, mendorong pembaharuan dan kreatifitas, dan penuh pengertian serta toleransi terhadap kekeliruan atau kesalahan bawahannya.
4. Kepemimpinan lapangan (management by wandering around).
Kepala sekolah yang efektif adalah pemimpin yang memiliki respek tinggi terhadap orang-orang di lapangan, yaitu orang-orang yang berperan langsung dalam kegiatan organisasi, di sekolah, belajar-mengajar merupakan kegiatan pokok (operating core), dan para guru berperan langsung sebagai pelaksana dalam kegiatan pokok tersebut yang akan memproduksi hasil atau lulusan terdidik (para siswa). Untuk menjadi efektif seorang pemimpin harus mampu membagi waktu antara tugas kantor dan tugas lapangan. Di lapangan, tugas kepala sekolah antara lain menjumpai para guru yang berperan dalam kegiatan pembelajaran dengan siswa, dengan memberi perhatian, semangat, dukungan, maupun masukan-masukan penting baik kepada para guru atau para siswa sebagai orang-orang yang berada di lapangan dalam lingkup organisasi sekolah.
5. Seorang pemecah masalah dan perunding ( a problem solver and negotiator).
Kepala sekolah yang efektif adalam pemimpin yang mamu memecahkan permasalahan dan sebagai perunding yang baik. Ia bekerja berdasarkan pemahaman wawasan tentang ragam budaya yang ada, status sosial ekonomi lingkungan, serta kepentingan kelompok-kelompok tertentu. Oleh karena itu kemampuan dalam memecahkan permasalahan serta melakukan perundingan-perundingan dalam konteks tersebut sangat penting dimiliki oleh kepala sekolah.
6. Seorang komunikator yang efektif ( an effektive communicator).
Kepala sekolah yang efektif adalah yang mampu mengkomunikasikan segala informasi secara tepat sehingga tujuan dari informas yang disampaikan dapat dipahami oleh penerima informasi komunikator yang efektif mampu menyampaikan pesan secara tepat baik secara lisan, tertulis, atau lewar media lainnya, dan penerima pesan akan mampu menindaklanjuti sehingga tujuan dari informasi yang disampaikan bisa terlaksana.
7. Pendelegasian pada kemampuan bawahan (delegation to capable associates).
Pemimpin yang cakap adalah yang mampu mendelegasikan tanggung jawab kepada bawahan yang memiliki kemampuan. Setiap orang dalam organisasi merupakan sumber daya yang memerlukan kepercayaan dan keyakinan dari atasannya. Demikian pula kepala sekolah dalam mendelegasikan tanggung jawab harus memiliki keyakinan bahwa bawahan yang disertai tanggung jawab tidak hanya memiliki kemampuan tetapi juga dapat melaksanakan tanggung jawab sebagai kepercayaan yang diberikan kepadanya.
8. Kepemimpinan yang dipercaya (leardership with trustee)
Pimpinan yang dipercaya atau yang amanah sangat penting. Orang yang dipercaya perlu memahami tentang system dan orang-orang yang bekerja di dalam sistem itu, ia perlu memiliki wawasan tentang program, organisasi, dan keterkaitan dalam system (misalnya sekolah sebagai suatu system lebih kecil dengan Dinas Pendidikan Kabupaten sebagai suatu system lebih besar). Ia perlu memahami bagaimana pertanyaan yang ia ajukan bisa terjawab dan permasalahan yang muncul dapat teratasi. Ia perlu memahami bagaimana menanggapi keluhan dan kepentingan yang muncul dari orang tua dan anggota masyarakat lainnya. Pemimpin yang dipercaya melaksanakan tugas berdasarkan peraturan dan prosedur serta implikasi-implikasinya.
9. Perhatian terhadap lingkungan (attention to the environment)
Sekolah merupakan bagian dari system lingkungan. Kepala sekolah yang efektif memiliki perhatian dan resfonsif terhadap lingkungannya. Keberadaan dan kepentingan orang tua, kelompok, atau kelompok tertentu sebagai penghambat, dan anggota masyarakat lainnya, kesemuanya itu perlu mendapatkan perhatian, informasi, dan pengertian tentang keberadaan sekolah dan lingkungannya. Komunikasi dengan lingkungan sangat penting agar keberadaan sekolah menjadi bermakna bagi masyarakat sekitar. Sebaliknya, partisipasi masyarakat yang semakin tinggi terhadap sekolah akan semakin positif dampaknya sehingga pengelolaan sekolah dapat dilaksanakan lebih efektif dan efisien.
10. Tanggung jawab pendanaan (fiscal responsibility).
Keuangan merupakan salah satu hal penting dalam kegiatan. Setiap kegiatan membutuhkan pendanaan yang memadai. Kepala sekolah harus mampu bekerja dengan baik meskipun dengan anggaran dana yang terbatas, ia harus pandai mengatur sumber keuangan dan mempertanggung jawabkannya dengan benar. Sebagai administrator sekolah ia harus mampu bekerja sama dengan orang lain dalam mengatasi berbagao permasalahan dalam organisasi sehingga pelayanan terhadap siswa sebagai misi pokoksystem sekolah dapat berjalan efektif walaupun keadaan ekonomi tidak memadai.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Pengelolaan sekolah yang efektif dan efisien banyak ditentukan oleh kemampuan kepala sekolah dalam melaksanakan peran dan fungsinya sebagai pimpinan lembaga. Oleh karena itu keberhasilan pengelolaan sekolah pada intinya sangat tergantung kepada :
1. Kemampuan manajerial kepala sekolah dalam menggerakan dan memberdayakan semua sumber daya dan komponen yang ada dibawah tanggung jawabnya.
2. Komitmen dan tanggung jawab terhadap tugas dari semua anggota komponen pengelola sekolah.
3. Tingginya disiplin dan perilaku positif, kreatif dari semua anggota masyarakat sekolah.
4. Tingginya partisipasi masyarakat (orang tua siswa dan anggota masyarakat lainnya) terhadap sekolah.

B. Saran – saran
Pengelola sekolah yang efektif memerlukan pimpinan sekolah yang efektif pula. Untuk menjadi efektif, kepala sekolah harus berperan dan berfungsi sebagai berikut :
1. Kepala sekolah sebagai manager, melaksanakan dan mengelola sekolah untuk mencapai tujuan.
2. Kepala sekolah sebagai pemimpin pengajaran, memberikan pendidikan, arahan, serta peningkatan wawasan pengetahuan terhadap para guru dan siswa agar terwujud kegiatan pembelajaran yang efektif.
3. Kepala sekolah sebagai supervisor, mengawasi pelaksanaan manajerial dan seluruh kegiatan sekolah.
4. Kepala sekolah sebagai innovator, melaksanakan dan merencanakan pembaharuan-pembaharuan dalam program dan kegiatan.
5. Kegiatan sekolah sebagai motivator, memberikan dorongan, semangat, dan tantangan untuk maju kepada semua personil sekolah (guru, siswa, dan karyawan lainnya).
6. Kepala sekolah sebagai komunikator, membina komunikasi dengan masyarakat sekitar agar tercipta hubungan kemitraan yang positif dan saling menguntungkan.
7. Kepala sekolah sebagai entrepreneur, memiliki jiwa wira usaha.








DAFTAR RUJUKAN


Al Rasyid, Dj. (2005) Landasan Manajemen Pendidikan. Serang : UPI Kampus Serang
Brown, M. C. (1985). Schoolwise : A Parent’s Guide ti getting the Best Education for Your Child. New York : Jeremy P. Tascher.
Depdikbud. (1990). Kamus Besa Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Mc Leod, W. T. (1986). The Collins paperback Engglish Dictinary, dalam Dj. Al Rasyid (2005) Landasan Manajemen Pendidikan. Serang : UPI Kampus Serang.
Naisbitt, J. (1982) Megatrends : Ten New Directions transforming Our lives. New York : Warner Books.











KATA PENGANTAR


Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi, yang kita semua selalu ada dalam ketentuan-Nya, karena pada hakekatnya manusia hanyalah berusaha. Atas rahmat dan karunia-Nya juga sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan Makalah ini.
Penulisan makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat seleksi Calon Kepala SMP tahun 2005 dilingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Pandeglang. Sesuai dengan tema yang telah ditentukan, maka dalam hal ini penulis memilih judul ”Pengelolaan Sekolah yang Efektif dan Efisien”. Karena dari sekian banyak permasalahan yang muncul di dalam dunia pendidikan kita saat ini, salah satu diantaranya yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak adalah mengupayakan suatu pola management yang tepat guna dan hasil guna sehingga bisa mencapai tujuan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Dalam penulisan makalah ini penulis tidak mengadakan penelitian ataupun observasi pada sekolah-sekolah tertentu, mengingat keterbatasan waktu dan dana yang tersedia, tetapi melalui referensi dengan menggali dari berbagai sumber yang dianggap relevan dengan topik permasalahan yang dibahas.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan dalam pembuatan makalah ini, namun demikian semoga makalah ini ada manfaatnya.
Ucapan terima kasih yang sebasar-besarnya penulis sampaikan kepada semua pihak yang membantu untuk penyelesaian tugas ini, terutama kepada Kepala SMPN 3 Serang yang telah memberikan dukungan yang sangat berarti, semoga amal baik semuanya mendapatkan imbalan yang sesuai dari Allah SWT, amien...

Pandeglang, Oktober 2009

Penulis


















DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Permasalahan 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Sekolah yang Efektif dan Efisien 3
B. Pengertian Pengelolaan 4
C. Peranan Kepala Sekolah 5
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 6
B. Saran-saran 7
DAFTAR RUJUKAN










PENGELOLAAN SEKOLAH YANG EFEKTIF DAN EFISIEN

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
Mengikuti Seleksi Calon Kepala Sekolah Tahun 2009 Di Lingkungan
Dinas Pendidikan Kecamatan Majasari Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten












Disusun Oleh :
Nama : ELIAH A.Ma.Pd
NIP : 195611111977022005
SEKOLAH DASAR NEGERI SARUNI 2



UPT DINA PENDIDIKAN
KECAMATAN MAJASARI
2009

LEMBAR PENGESAHAN




Disahkan Pada Tanggal 22 Oktober 2009





Pengawas TK/SD
Kecamatan Majasari




Hj. Heni Qurotulaeni, S.S
NIP. 195312241975122003 Kepala Sekolah Dasar Negeri
Saruni 2 Majasari




Hj. Rubiyati, S.S
NIP. 195406131975122002

Mengetahui

Kepala UPTD Pendidikan
Kecamatan Majasari




Drs. Rahkamil
NIP. 196411031994031004

Rabu, 21 Oktober 2009

BAHAYA NARKOBA BAGI PELAJAR

MAKALAH

BAHAYA NARKOBA BAGI REMAJA











Disusun Oleh :
Nama : ANDINA TYARA PERTIWI
Kelas : X-C


SMA NEGERI 6 PANDEGLANG
2009
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, maka kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Bahaya Narkoba Bagi Remaja” dan dengan harapan semoga makalah ini bisa bermanfaat dan menjadikan referensi bagi kita sehinga lebih mengenal tentang apa itu narkoba sekaligus bahaya apabila kita mengkonsumsi barang haram itu. Makalah ini juga sebagai persyaratan tugas akhir pada Mata Kuliah Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar.
Akhir kata semoga bisa bermanfaat bagi Para Siswa, Siswi, Khususnya pada diri kami sendiri dan semua yang membaca makalah ini semoga bisa di pergunakan dengan semestinya.

Pandeglang, 20 Oktober 2009

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Saat ini peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika dengan sasaran potensial generasi muda sudah menjangkau berbagai penjuru daerah dan penyalahgunanya merata di seluruh strata sosial masyarakat. Pada dasarnya narkotika sangat diperlukan dan mempunyai manfaat di bidang kesehatan dan ilmu pengetahuan, akan tetapi penggunaan narkotika menjadi berbahaya jika terjadi penyalahgunaan. Oleh karena itu untuk menjamin ketersediaan narkotika guna kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan di satu sisi, dan di sisi lain untuk mencegah peredaran gelap narkotika yang selalu menj urus pada terjadinya penyalahgunaan, maka diperlukan pengaturan di bidang narkotika.
Peraturan perundang-undangan yang mendukung upaya pemberantasan tindak pidana narkotika sangat diperlukan, apalagi tindak pidana narkotika merupakan salah satu bentuk kejahatan inkonvensional yang dilakukan secara sistematis, menggunakan modus operandi yang tinggi dan teknologi canggih serta dilakukan secara terorganisir (or ganizeci crime) dan sudah bersifat transnasional (transnational crime).

1.2 Identifikasi Masalah
Beberapa pokok masalah atau permasalahan yang akan dibahas oleh penulis dalam makalah ini yaitu:
1. Bagaimana sejarah peraturan narkotika di Indonesia ?
2. Bagaimana Bahaya Narkoba Bagi Remaja?

1.3 Maksud dan Tujuan Penulisan
Adapun maksud dan tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui sejarah peraturan narkotika di Indonesia
2. Sebagai pengetahuan bagi para remaja tentang bahasa narkoba bagi dirinya.
3. Sebagai sebuah referinsi sehingga para remaja itu bisa mengerti tentang jenis-jenis narkoba

1.4 Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang dipergunakan dalam penulisan makalah ini adalah: Study kepustakaan atau library research. Yaitu dengan mengumpulkan dan mempelajari data-data melalui kepustakaan.











BAB II
PEMABAHASAN

2.1 Sejarah Peraturan Narkotika di Indonesia
Narkotika dalam pengertian opium telah dikenal dan dipergunakan masyarakat Indo nesia khususnya wargaTionghoa dan sejumlah besar orang Jawa sejak tahun 1617. Selanjutnya diketahui bahwa mulai tahun 1960-an terdapat sejumlah kecil kelompok penyalahguna heroin dan kokain. Pada awal 1970-an mulai muncul penyalahgunaan narkotika dengan cara menyuntik. Orang yang menyuntik disebut morfinis. Sepanjang tahun 1970-an sampai tahun 1990-an sebagian besar penyalahguna kemungkinan memakai kombinasi berbagai jenis narkoba (polydrug jser), dan pada tahun 1990-an heroin sangat populer dikalangan penyalahguna narkotika.
Pada saat ini, ancaman peredaran gelap maupun penyalahgunaan narkotika semakin meluas dan meningkat di Indonesia. Data dan Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 telah berhasil disita narkotika seperti ganja dan derivatnya sebanyak 127,7 ton dan 787.259 batang; heroin sebanyak 93,9 kg; morfin sebanyak 244,7 gram; serta kokain sebanyak 84,7 kg.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur narkotika di Indonesia sebenarnya telah ada sejak berlakunya Ordonansi Obat Bius (Verdoovende Middelen Ordonnantie, Staatsblad Nomor 278 Jo. 536 Tahun 1927). Ordonansi ini kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika yang mulai berlaku tanggal 26 Juli 1976. Selanjutnya Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1976 telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika yang mulai berlaku tanggal 1 September 1997.

2.2 Bahaya Narkoba Bagi Remaja
Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang di kalangan generasi muda dewasa ini kian meningkat Maraknya penyimpangan perilaku generasi muda tersebut, dapat membahayakan keberlangsungan hidup bangsa ini di kemudian hari. Karena pemuda sebagai generasi yang diharapkan menjadi penerus bangsa, semakin hari semakin rapuh digerogoti zat-zat adiktif penghancur syaraf. Sehingga pemuda tersebut tidak dapat berpikir jernih. Akibatnya, generasi harapan bangsa yang tangguh dan cerdas hanya akan tinggal kenangan.Sasaran dari penyebaran narkoba ini adalah kaum muda atau remaja. Kalau dirata-ratakan, usia sasaran narkoba ini adalah usia pelajar, yaitu berkisar umur 11 sampai 24 tahun. Hal tersebut mengindikasikan bahwa bahaya narkoba sewaktu-waktu dapat mengincar anak didik kita kapan saja.
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat-obatan terlarang. Sementara nafza merupakan singkatan dari narkotika, alkohol, dan zat adiktif lainnya (obat-obat terlarang, berbahaya yang mengakibatkan seseorang mempunyai ketergantungan terhadap obat-obat tersebut). Kedua istilah tersebut sering digunakan untuk istilah yang sama, meskipun istilah nafza lebih luas lingkupnya.
Narkotika berasal dari tiga jenis tanaman, yaitu (1) candu, (2) ganja, dan (3) koka. Ketergantungan obat dapat diartikan sebagai keadaan yang mendorong seseorang untuk mengonsumsi obat-obat terlarang secara berulang-ulang atau berkesinambungan. Apabila tidak melakukannya dia merasa ketagihan (sakau) yang mengakibatkan perasaan tidak nyaman bahkan perasaan sakit yang sangat pada tubuh.

2.3 Bahaya Bagi Pelajar
Di Indonesia, pencandu narkoba ini perkembangannya semakin pesat. Para pencandu narkoba itu pada umumnya berusia antara 11 sampai 24 tahun. Artinya usia tersebut ialah usia produktif atau usia pelajar.
Pada awalnya, pelajar yang mengonsumsi narkoba biasanya diawali dengan perkenalannya dengan rokok.
Karena kebiasaan merokok ini sepertinya sudah menjadi hal yang wajar di kalangan pelajar saat ini. Dari kebiasaan inilah, pergaulan terus meningkat, apalagi ketika pelajar tersebut bergabung ke dalam lingkungan orang-orang yang sudah menjadi pencandu narkoba. Awalnya mencoba, lalu kemudian mengalami ketergantungan.
Dampak negatif penyalahgunaan narkoba terhadap anak atau remaja adalah sebagai berikut:
1. Perubahan dalam sikap, perangai dan kepribadian,
2. Sering membolos, menurunnya kedisiplinan dan nilai-nilai pelajaran,
3. Menjadi mudah tersinggung dan cepat marah,
4. Sering menguap, mengantuk, dan malas,
5. Tidak memedulikan kesehatan diri,
6. Suka mencuri untuk membeli narkoba.





2.4 Upaya Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyebaran narkoba di kalangan pelajar, sudah seyogianya menjadi tanggung jawab kita bersama. Dalam hal ini semua pihak termasuk orang tua, guru, dan masyarakat harus turut berperan aktif dalam mewaspadai ancaman narkoba terhadap anak-anak kita.
Adapun upaya-upaya yang lebih kongkret yang dapat kita lakukan adalah melakukan kerja sama dengan pihak yang berwenang untuk melakukan penyuluhan tentang bahaya narkoba, atau mungkin mengadakan razia mendadak secara rutin.
Kemudian pendampingan dari orang tua siswa itu sendiri dengan memberikan perhatian dan kasih sayang.
Pihak sekolah harus melakukan pengawasan yang ketat terhadap gerak-gerik anak didiknya, karena biasanya penyebaran (transaksi) narkoba sering terjadi di sekitar lingkungan sekolah. Yang tak kalah penting adalah, pendidikan moral dan keagamaan harus lebih ditekankan kepada siswa.
Karena salah satu penyebab terjerumusnya anak-anak ke dalam lingkaran setan ini adalah kurangnya pendidikan moral dan keagamaan yang mereka serap, sehingga perbuatan tercela seperti ini pun, akhirnya mereka jalani.
Oleh sebab itu, mulai saat ini, kita selaku pendidik, pengajar, dan sebagai orang tua, harus sigap dan waspada, akan bahaya narkoba yang sewaktu-waktu dapat menjerat anak-anak kita sendiri. Dengan berbagai upaya tersebut di atas, mari kita jaga dan awasi anak didik kita, dari bahaya narkoba tersebut, sehingga harapan kita untuk menelurkan generasi yang cerdas dan tangguh di masa yang akan datang dapat terealisasikan dengan baik
BAB III
PENUTUP

Akihirnya makalah yang berjudul dampak narkoba bagi remaja ini telah selesai dan semoga makalah yang sedemikian singkat ini bisa bermanfaat bagi kita semua baik itu bagi kalangan Siswa, Siswi sehingga bisa mengerti tentang bahaya narkoba yang bisa mengerogoti moral kita dan sebagai generasi muda maka kita harus menyadari bahwa kita sebagai tulang punggung bangsa sekaligus bertangung jawab atas kemauan bangsa ini.
3.1 Kesimpulan
Dari makalah di atas bisa ditark kesimpulan bahwa
1. Narkoba adalah barang yang sangat berbahaya dan bisa merusak susunan syaraf yang bisa merubah sebuah kepribadian seseorang menjadi semakin buruk
2. Narkoba adalah sumber dari tindakan kriminalitas yang bisa merusak norma dan ketentraman umum.
3. Menimbulkan dampak negative yang mempengaruhi pada tubuh baik secara fisik maupun psikologis

DAFTAR PUSTAKA

 http://web.netura.net.id/
 http://wikipedia.com
 http://en.wikipedia.org/wiki/Narcotic
 http://www.pikiran-rakyat.com/
 http://www.wawasandigital.com/

Senin, 19 Oktober 2009

Makalah Hukum Puasa

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami sebagai penyusun makalah tentang puasa ini, telah selesai menyusun meskipun masih dibawah standart sempurna. Alangkah terhormatnya apabila makalah ini dijadikan bahan untuk diperdebatkan untuk mencari titik kesempurnaan bukan kebenaran.
Disamping itu kami sebagai penyusun makalah, mengharap kritikan dan saran yang sifatnya membangun dan kesempurnaan untuk kedepan.
Hasil pendidikan yang bermutu adalah siswa yang sehat, mandiri dan berbudaya, berahlak mulia, bekerja keras, berpengetahuan dan menguasai tehnologi, serta cinta tanah air. Semoga makalah ini sangat bermanfaat dan berguna………Amin.

Penulis
Hali Rohman














DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan
1.3. Ruang Lingkup
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Puasa
2.2. Hukum-hukum puasa
2.3. Hikmah puasa
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA














BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Pembahasan puasa sangat penting untuk dimunculkan. Mengingat banyaknya problematika / permasalahan yang terjadi di masyarakat. Pertama dikalangan sosial yang mempunyai cita-cita modern. Karena itu kita sebagai generasi muda islam dituntut untuk memahami suatu hukum dengan secara hatihati karena dewasa ini kita telah tahu non muslim telah menggunakan hal tersebut menjadi senjata ampuh untuk menyesatkan syariat Islam dan mengotori kesucian Al-Qur’an.
Meraka melancarkan tuduhan, pelecehan dan sebagainya terhadap syariat islam. sehingga kaum muslim terkecoh terhadap celaan-celaan terhadap syariat islam mengakibatkan banyak yang mengingkari adanya puasa dan membantah terhadap suatu kebenaran.
Oleh karena itu, pandang kami perlu untuk menyusun sebuah makalah yang membahasa tentang puasa serta permasalahannya dan manfaat-manfaat bagi orang muslim.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dengan mempelajari puasa ini agar memahami pengertian, hukum, dan hikmah dalam menjalani kewajiban puasa.
A. Pengertian Puasa
B. Puasa Wajib
C. Puasa Sunnah
D. Waktu yang diharamkan berpuasa
E. Orang-orang yang diperbolehkan berbuka puasa
F. Hikmah puasa




































BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Pengertian Puasa
Sebelum kita mengkaji lebih jauh materi puasa, terlebih dahulu kita akan mempelajari pengertian puasa menurut bahasa dan menurut istilah Menurut Bahasa Arab, puasa adalah shaum atau shiyam, artinya sikap pasif menahan diri, dari makan dan minum serta segala yang membatalkan ibadah tersebut, sejak terbit fajar sampai tenggelamnya matahari, dengan disertai niat ibadah karena Allah SWT. Puasa dibedakan menjadi 2 bagian yaitu :
A. Puasa waajib
B. Puasa sunnah

2.2 Puasa Wajib
1. Syarat-syarat puasa wajib
Puasa hanya diwajibkan kepada orang-orang yang telah memenuhi beberapa pernyaratan. Adapun syarat wajib puasa sebagai berikut :
a. Beragama Islam
b. Sudah baliqh (cukup umur)
c. Berakal sehat (tidak gila atau mabuk)
d. Suci dari haid dan nifas bagi perempuan
e. Sanggup berpuasa
2. Rukun Puasa
Rukun puasa ada 2 yaitu :
a. Berniat, yakni menjaga puasa karena allah SWT. Niat tersebut dilakukan pada malam hari sebelum puasa.
b. Manahan diri dari segala suatu yang membatalkan puasa, sejak terbit hingga terbenamnya matahari.
3. Hal-hal yang membatalkan puasa
Ada pula yang dapat membatalkan puasa antara lain sebagai berikut :
a. Makan dan minum yang dilakukan dengan sengaja
b. Bersetubuh atau berhubungan kelamin
c. Keluar mani dengan sengaja
d. Muntah dengan sengaja
e. Hilang akal (gila, mabuk)
f. Keluar haid dan nifas (khusus bagi wanita)
g. Membatalakan niat untuk berpusa.
4. Macam-macam puasa
a. Puasa ramadhan yaitu puasa yang wajib dekerjakan pada bulan ramadhan selama satu tahun penuh
b. Puasa Qadha yaitu puasa yang wajib ditunaikan karena berbuka dalam bulan Ramadhan, disebabkan seperti safar, sakit, haid, atau dengan sebab yang lain.
c. Puasa kafarat yaitu puasa yang wajib dikerjakan untuk menutupi sesuatu keteledoran yang telah dilakukan.
d. Puasa nazar yaitu puasa yang telah dijanjikan karena menginginkan sesuatau nikmat atau harapan tertentu.
Allah SWT memberikan ancaman bagi orang yang tidak melakukan ramadhan
bagi siapa yang wajib melakukannya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW : "siapa yang berbuka (tidak melakukan puasa) satu hari di bulan ramadhan .
2.2.1 Waktu-waktu yang diharamkan berpuasa.
1. Dua hari raya, yaitu Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.
2. Tiga hari tasyrik, yaitu tanggal 11, 12 da 1 Dzulhijjah
3. Pada hari syak
Selain waktu-waktu yang diharamkan diatas, orang islam juga dilarang (makruh) berpuasa pada hari Jum’at
2.2.2 Orang-orang yang diperbolehkan berbuka puasa
Adapun orang-orang yang diperbolehkan berbuka puasa sebagai berikut
a. Orang-orang dalam perjalanan atau musyafir
b. Orang tua yang sudah lemah
c. Wanita hamil atau menyusui
d. Para pekerja berat
Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT
Artinya : “Jika diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu berbuka), maka (wajiblah baginya berbuka puasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari yang lain.dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika meraka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebaikan, maka itulah yang lebih baik dari baginya. Dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”
(QS Al Baqorah :184)


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa puasa ada yang wajib dan ada yang sunnah. Puasa yang wajib jika dikerjakan mendapat pahala dan apabila tidak dikerjakan akan berdosa. Sedangkan puasa sunnah jika dikerjakan mendapat pahala dan jika tidak dikerjakan tidak berdosa. Jadi apabila kita mengerjakan kedua perintah puasa tersebut akan mendapat pahala. Banyak hal yang dapat membatalkan puasa diantaranya hawa Nafsu, makan dan minum dengan disengaja dll.
Oleh karena itu Allah SWT menyarankan orang berpuasa untuk mematuhi syarat-syarat wajib puasa, diantaranya suci dari haid dan nifas dll.

Makalah Sumber Hukum Islam

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, akhirnya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Sumber Hukum Islam” ini, guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ushul Fiqh. Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa makalah ini penulis berusaha mengupas tentang hukum Islam termaktub lengkap dalam Al-Qur’an dan Sunnah, yang kemudian disebut sebagai Sumber Hukum Islam.
Diakui bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan kekhilafan. karena itu, diharapkan pembetulannya untuk perbaikan makalah berikutnya. Terima kasih banya kami haturkan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi hingga rampungnya penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amiiin…

Pandeglang, Oktober 2009
Penyusun






DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
BAB II PEMBAHASAN
A. HUKUM
B. AL-QUR’AN
C. SUNNAH
D. IJMA’
E. QIYAS
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA








BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG
Islam adalah agama yang sempurna yang sudah barang tentu mengandung aturan dan hukum yang harus dipatuhi dan dijalankan oleh seluruh umatnya. Setiap aturan dan hukum memiliki sumbernya sendiri sebagai pedoman dalam pelaksanaannya. Islam sebagai agama yang sempurna memiliki hukum yang datang dari Yang Maha Sempurna, yang disampaikan melalui Rasul-Nya Muhammad SAW. Hukum Islam termaktub lengkap dalam Al-Qur’an dan Sunnah, yang kemudian disebut sebagai Sumber Hukum Islam. Al-Qur’an dan Sunnah adalah dua hal yang menjadi pedoman utama bagi umat Islam dalam menjalankan hidup demi mencapai kesempurnaan dunia dan akhirat. Selain Al-Qur’an dan Sunnah, juga terdapat beberapa dalil yang dijadikan sebagai sumber hukum Islam, diantaranya ialah ijma’ dan qiyas.

B. RUMUSAN MASALAH
Beberapa masalah yang penulis angkat pada makalah ini adalah:
1. Apa yang disebut dengan hukum?
2. Apa yang disebut dengan Al-Qur’an dan Sunnah?
3. Apa yang disebut dengan Ijma’ dan Qiyas?

BAB II
PEMBAHASAN

A. HUKUM
Hukum menurut bahasa ialah menetapkan sesuatu atas yang lain. Menurut syara’ hukum ialah firman Pembuat Syara’ yang berhubungan dengan perbuatan orang dewasa yang mengandung tuntutan, membolehkan sesuatu, atau menjadikan sesuatu sebagai adanya yang lain. Sedangkan menurut fiqih, hukum ialah akibat dari kandungan firman Pembuat hukum. Dan menurut ushul fiqih, hukum ialah firman dari Pembuat Syara’ itu sendiri, baik firman Tuhan atau sabda nabi. Dengan demikian, tidak boleh diartikan bahwa hukum syara’ hanya berupa firman yang semata-mata datang dari Pembuat Syara’, tanpa memasukkan dalil-dalil syara’ lain seperti, ijma, qiyas, dan lain-lain. Hukum terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Hukum Taklifi, yaitu firman yang menjadi ketetapan, yang terdiri atas:
a. Ijab, yaitu firman yang menuntut sesuatu perbuatan dengan tuntutan yang pasti.
b. Nadb, yaitu firman yang menuntut sesuatu perbuatan dengan tuntutan yang tidak pasti.
c. Tahrim, yaitu firman yang menuntut meninggalkan sesuatu perbuatan dengan tuntutan yang pasti.
d. Karahah, yaitu firman yang menuntut meninggalkan sesuatu perbuatan dengan tuntutan yang tidak pasti.
e. Ibadah, yaitu firman yang membolehkan sesuatu untuk diperbuat ataupun ditinggalkan.
Kelimanya disebut sebagai taklifiyah yang berarti tuntutan atau memberi beban.
2. Hukum Wadh’i, yaitu firman yang menjadikan sesuatu sebagai sebab adanya yang lain, atau sebagai syarat yang lain, atau sebagai penghalang.
Hukum wadh’i terdiri atas:
a. Sebab, yaitu sesuatu yang terang dan tertentu yang dijadikan sebagai pangkal adanya hukum. Artinya, dengan adanya sebab maka dengan sendirinya akan terbentuk hukum (musabab). Sebab terbagi atas:
1. Sebab diluar usaha atau kesanggupan mukallaf.
2. Sebab yang disanggupi dan dapat diusahakan oleh mukallaf.
Mengerjakan sebab berarti menghendaki dan mengerjakan musababnya, baik disadari ataupun tidak. Orang yang mengerjakan sebab dengan sempurna maka orang tersebut tidak bisa mengelakkan diri dari musababnya.
b. Syarat, yaitu sesuatu yang karenanya baru ada hukum, dan dengan ketiadaannya tidak akan ada hukum. Syarat terbagi atas:
1. Syarat haqiqi (syar’i), yaitu suatu pekerjaan yang diperintahkan syari’at sebelum mengerjakan yang lain, dan pekerjaan yang lain ini tidak diterima apabila tidak melakukan pekerjaan yang pertama.
2. Syarat ja’li, yaitu segala hal yang dijadikan syarat oleh perbuatannya untuk mewujudkan perbuatan yang lain. Syarat ja’li terbagi atas:
a. syarat penyempurnaan adanya masyrut (syarat yang lain).
b. syarat yang tidak cocok dengan maksud masyrut dan berlawanan dengan hikmahnya.
c. syarat yang tidak nyata-nyata berlawanan atau tidak nyata-nyata sesuai dengan masyrut.
d. suatu pekerjaan yang tergantung pada sebab dan syarat, di mana sebab telah ada tetapi syarat belum ada, maka pekerjaan tersebut tidak dapat dilakukan.
c. Mani’ (Penghalang), yaitu sesuatu hal yang karena adanya menyebabkan tidak adanya hukum atau tidak adanya sebab bagi hukum. Perbedaan hukum taklifi dengan hukum wadh’i:
1. Hukum taklifi menuntut perbuatan mencegahnya atau membolehkan memilih untuk melakukan atau tidak, sedangkan hukum wadh’i tidak menuntut melarang atau membolehkan memilih.
2. Hukum taklifi selalu dalam kesanggupan mukallaf, sedangkan hukum wadh’i kadang disanggupi kadang tidak.

B. AL-QUR’AN
Al-Qur’an ialah kumpulan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan dinukilkan dengan jalan mutawatir dan dengan bahasa Arab. Ke-Arab-an Al-Qur’an merupakan bagian dari Al-Qur’an, karena itu terjemahannya tidak disebut sebagai Al-Qur’an. Al-Qur’an harus diturunkan dengan tawatur, artinya diriwayatkan oleh orang banyak secara berturut-turut. Pokok isi kandungan Al-Qur’an terdiri atas:
1. Tauhid (mengesakan Allah)
2. Ibadah
3. Janji dan Ancaman
4. Peraturan dan Hukum
5. Riwayat dan Cerita
Kebanyakan hukum yang ada dalam Al-Qur’an bersifat umum (kulli) tidak membicarakan soal-soal yang kecil (juz’i). Karena itu, Al-Qur’an membutuhkan penjelasan untuk menjelaskan hukum secara lebih detail, yaitu berupa sunnah, ijma’, dan qiyas.
Hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an secara garis besar terbagi atas dua, yaitu:
1. Hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan (ibadah). Ibadah terbagi atas:
a. Yang bersifat semata-mata ibadah, yaitu shalat dan puasa.
b. Yang bersifat harta benda dan hubungan masyarakat, yaitu zakat.
c. Yang bersifat badaniyah dan berhubungan juga dengan masyarakat, yaitu hajji.
2. Hukum-hukum yang mengatur pergaulan manusia dengan manusia, yang disebut mu’amalat. Hukum ini dibagi empat, yaitu:
a. Yang berhubungan dengan jihad.
b. Yang berhubungan dengan rumah tangga.
c. Yang berhubungan dengan pergaulan hidup manusia.
d. Yang berhubungan dengan hukum pidana (jinayat).
Dalam mengadakan perintah dan larangan, Al-Qur’an berpedoman kepada tiga hal, yaitu:
1. Tidak memberatkan atau menyusahkan.
2. Tidak memperbanyak tuntutan.
3. Berangsur-angsur dalam mentasyri’kan hukum.

C. SUNNAH
Sunnah menurut bahasa ialah jalan yang terpuji; jalan atau cara yang dibiasakan; kebalikan bid’ah; apa yang diperbuat oleh sahabat baik ada dasarnya dalam Al-Qur’an dan Hadits ataupun tidak. Menurut istilah, sunnah ialah segala yang dinukil dan diberitakan dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, ataupun pengakuan (taqrir). Sunnah juga disebut hadits atau khabar. Sunnah dapat dijadikan hujjah (pegangan) dan dapat mengadakan hukum. Sunnah merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an serta menjadi dasar penetapan hukum, dan aqal fikiran adalah yang ketiga.
Sunnah dibagi empat, yaitu:
1. Sunnah Qauliyah (perkataan Nabi SAW), disebut juga sebagai Khabar. Sunnah qauliyah terbagi atas:
a. Yang pasti benarnya.
b. Yang pasti tidak benarnya.
c. Yang tidak dapat dipastikan benar salahnya.
2. Sunnah Fi’liyah (perbuatan Nabi SAW), terbagi atas:
a. Gerakan hati, jiwa, dan tubuh.
b. Perbuatan yang merupakan kebiasaan dan pembawaan.
c. Perbuatan yang khusus dikerjakan oleh Nabi SAW.
d. Perbuatan yang menjelaskan isi Al-Qur’an.
e. Perbuatan yang menunjukkan kebolehan suatu perkara.
3. Sunnah Taqririyah (pengakuan Nabi SAW)
4. Sunnah Hammiyah (hal yang hendak diperbuat Nabi SAW, tetapi tidak sampai diperbuat)

D. IJMA’
Ijma’ ialah kebulatan pendapat semua ahli ijtihad pada suatu masa mengenai suatu hukum syara’. Artinya, ijma’ harus disetujui oleh seluruh (lebih dari satu orang) ahli ijtihad dari seluruh umat muslim pada masa yang sama dan persetujuan tersebut harus tampak nyata, serta hanya untuk menetapkan hukum-hukum syara’. Ijma’ terbagi atas:
1. Ijma’ Qauli, dimana para ahli ijtihad mengeluarkan pendapat baik secara lisan maupun tulisan untuk menyepakati pendapat mujtahid lain dimasanya. Ijma’ ini juga disebut Ijma’ Bayani atau Ijma’ Qath’i.
2. Ijma’ Sukuti, dimana para ahli ijtihad bersikap diam terhadap pendapat mujtahid lain dimasanya. Diam di sini dianggap menyetujui.

E. QIYAS
Dari segi bahasa, qiyas berarti mengukurkan sesuatu atas lainnya dan mempersamakannya. Sedangkan menurut istilah, qiyas ialah menetapkan hukum suatu perbuatan yang belum ada ketentuannya, berdasarkan sesuatu yang sudah ada ketentuan hukumnya. Rukun qiyas yaitu:
1. Asal (pokok), yaitu yang menjadi ukuran. Syarat asal yaitu:
a. Hukum yang hendak dipindahkan kepada cabang masih ada pada pokok.
b. Hukum yang ada pada pokok harus hukum syara’.
c. Hukum pokok tidak merupakan hukum pengecualian.
2. Far’un (cabang), yaitu yang diukur atau yang diserupakan. Syarat far’un yaitu:
a. Adanya cabang tidak lebih dulu dari pokok.
b. Cabang tidak mempunyai ketentuan sendiri.
c. Illat yang terdapat pada cabang harus sama dengan yang ada pada pokok.
d. Hukum cabang harus sama dengan hukum pokok.
3. Illat, yaitu sebab yang menggabungkan pokok dengan cabangnya. Syarat illat yaitu:
a. Illat harus tetap berlaku.
b. Illat berpengaruh terhadap hukum.
c. Illat harus terang dan tertentu.
d. Illat tidak berlawanan dengan nas.
4. Hukum, yaitu yang ditetapkan bagi cabang dan sama dengan yang terdapat pada pokok.



BAB III
PENUTUP


Demikian, dari pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Hukum ialah firman Pembuat Syara’ yang berhubungan dengan perbuatan orang dewasa yang mengandung tuntutan, membolehkan sesuatu, atau menjadikan sesuatu sebagai adanya yang lain.
2. Al-Qur’an ialah kumpulan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan dinukilkan dengan jalan mutawatir dan dengan bahasa Arab.
3. Sunnah ialah segala yang dinukil dan diberitakan dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, ataupun pengakuan (taqrir).
4. Ijma’ ialah kebulatan pendapat semua ahli ijtihad pada suatu masa mengenai suatu hukum syara’.
5. Qiyas ialah menetapkan hukum suatu perbuatan yang belum ada ketentuannya, berdasarkan sesuatu yang sudah ada ketentuan hukumnya.





DAFTAR PUSTAKA



Hanafie, 1962, USUL FIQH, Jakarta: Widjaya
http://www.scribd.com/doc/21104231/Sumber-Hukum-Islam?autodown=pdf
www.google.com

Kamis, 24 September 2009

CINTA YANG TAK BERKARAT

Kulihat cinta pada kekasih namun tak abadi...........

kurasa cinta pada wanita namun tak abadi.............

kulihat cinta kedua sahabat namun tak abadi..........

kurasa cinta pada nereka yang kusayangi namun tak abadi......

Namun cinta ku pada Pencipta ku adalh keabadian yang tak akan luntur bersama masa,zaman,waktu,bahkan ajal sekalipun........

karena ia laksan cinta emas yang tak akan berkarat........bersama musnahnya ........jagat raya ini

Minggu, 23 Agustus 2009

TUGAS PAPER HUKUM ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Mata kuliah hukum islam, merupakan salah satu mata kuliah yang termasuk dalam kurikulum nasional (kurnas) pada fakultas hukum negeri dan swasta. Penyebutan istilah mata kuliah ini, pada mulanya pernah disebut dengan istilah-istilah, Lembaga Islam, Islamologi dan Asas-asas Hukum Islam.
Dalam mata kuliah hukum islam ini saya mengambil materi prinsip=pronsip hukum islam dan tujuan hukum islam untuk dijadikan materi dalam pembuatan paper dan untuk lebih dipelajari dan dipahami.
Prinsip-prinsip hokum islam (Al-Mabda) adalah landasan yang menjadi titik tolak atau pedoman pemikiran kefilsafatan dan pembinaan hokum islam. Prinsip-prinsip itu adalah :
1. Menegaskan Tuhan (tauhid), semua manusia dikumpulkan di bawah panji-panji atau ketetapan yang sama yaitu : La Ilaha llallah (QS. Ali imran : 64);
2. Manusia berhubungan langsung dengan Allah, tanpa atau meniadakan perantara antara manusia dengan Tuhan (QS. Al-Ghafir : 60, QS. Al-Baqarah : 186)
3. Keadilan bagi manusia, baik terhadap dirinya sendiri, maupun terhadap orang lain (QS. An-Nisa : 135, QS. Al-maidah : 8, QS. Al-An’am : 152, QS. Al-Hujarat : 9).
4. Persamaan (Al-Musawah) di antara umat manusia, persamaan di antara sesama umat islam tidak ada perbedaan antara orang arab dan ‘Ajam, antara manusia yang berkulit putih dan hitam, yang membedakannya hanyalah takwaannya (QS. Al-Hujarat : 13, QS Al-Isra : 70 dan beberapa hadist).
5. Kemerdekaan atau kebebasan (Al-Hurriyah), meliputi kebebasan agama, kebebasan berbuat dan bertindak, kebebasan pribadi dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum (QS Al-Baqarah : 256, QS Al-Kafirun : 5 QS Al-Khafi : 29).
BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Kandungan Makna Hukum
Para ahli hukum sampai sekarang (dan mungkin untuk seterusnya) tidak atau belum sepakat tentang definisi (batasan arti) hukum. Mereka belum dapat menemukan suatu kesepakatan tentang definisi mengenai pengertian apakah hukum itu. Walaupun sejak beberapa ribu tahun orang sibuk mencari suatu definisi tentang hukum, namun belum pernah terdapat sesuatu yang memuaskan. Hampir semua ahli hukum yang memberikan definisi tentang hukum, memberikannya berlainan. Imanuel Khan lebih dari 150 tahun yang lalu menulis ”Noch Suchen die Juristen eine Definition zu ihrem Begriffe von Recht” (Tidak seorang ahli hukumpun yang mampu membuat definisi tentang hukum). Sehingga ada ahli hukum yang berkata ”Kalau anda meminta kepada sepuluh ahli hukum untuk membuat definisi tentang hukum, maka bersiap-siaplah anda untuk mendengarkan sebelas jawaban.
Ketidaksepakatan para ahli hukum tentang definisi hukum, disebabkan persoalan yang menjadi lahan hukum itu sangat luas dan rumit, yaitu menyangkut luas dan rumitnya permasalahan kehidupan manusia itu sendiri.
Sebab suatu unsur pokok dalam hukum ialah bahwa hukum itu adalah suatu yang berkenaan dengan manusia. Kadang-kadang satu definisi memuaskan salah satu pihak dan tidak memuaskan pihak lain.
Langkah yang mendekati kepada kesepakatan mengenai apa yang dimaksud dengan hukum, mungkin bisa ditempuh dengan merinci segi-segi yang ada kaitannya dengan elemen (unsur-unsur) tentang hukum itu sendiri. Atau dengan melihat fungsi dan peranan hukum secara terinci bagi kehidupan manusia. Seperti arti hukum yang diberikan oleh Soedjono Dirdjosisworo, dengan melihat hukum dari berbagai segi. Seperti hukum dalam arti sikap tindak, hukum dlaam arti sistem kaidah, hukum dalam arti tata hukum dan seterusnya.
Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian hukum, terlebih dahulu dapat ditelusuri dari makna hukum secara estimology (harfiyah).
Kata hukum bukan asli berasal dari bahasa Indonesia. Dalam bahasa Indonesia, kata hukum, diartikan sama dengan kata ugeran, patokan atau kaidah. Walaupun kata yang terakhir inipun sebenarnya bukan asli bahasa Indonesia, tapi berasal dari bahasa Arab.
Dalam bahasa Belanda hukum” itu disebut recht. Kata recht di samping berarti hukum ” juga berarti lurus, artinya tidak bengkok (niet kron).
Kata recht juga berhubungan dengan bahasa Latin rectum, yang berarti pimpinan. Dalam ungkapan kata rectum tersimpan di dalamnya unsur autorita, kewibawaan. Jadi dalam kata hukum tersimpan di dalamnya unsur kewibawaan.
Selain itu kata recht merupakan bagian dari kata gerechtigheid yang berarti keadilan. Perkataan recht tidak bisa dipisahkan dari kata gerechtigheid. Dengan demikian dalam kata hukum terkandung di dalamnya pengetian kewibawaan dan keadilan.
Dalam bahasa Latin ius berarti hukum. Kata ius bagian dari iustitia, yang berarti keadilan. Dari ungkapan kata ini, bahwa hukum bertalian dengan keadilan.
Dalam bahasa Latin lex berarti undnag-undang. Kata lex bertalian dengan bahasa Perancis loi dan bahasa Inggris law. Dalam bahasa Belanda autorita atau kewibawaan.
Kata hukum (bahasa arab), berasal dari kata kerja hakama kata hakama artinya sama dengan qadla dan qarrara yang artinya menghukum, memutus, menetapkan. Kata mahkamah sama artinya dengan kata Dar al-Qadla yang artinya pengadilan tempat memutus.
Kata al-hikmatu yang diambil dari kata hakama, sama artinya dengan kata al-ad-lu, al-ilmu, dan al-hilmu, yang artinya keadilan, kearifan dan kebijaksanaan. Jadi dalam makna hakam, dalam makna hukum, tersimpul unsur makna keadilan.
Dari kata hakam muncul kata al-hukumat yang artinya pemerintahan, atau negara, kata hakama, artinya sama dengan kara sasa, amara, qada, yang artinya memerintah, memimpin. Kata al-qaid, artinya kepala, pemimpin, atua raja. Dari ungkapan di atas nampak dalam arti hukum, tersimpul di dalamnya makna kewibawaan.
Sedangkan pengertian hukum, sebagaimana digunakan dalam bahasa Indonesia, yang dalam bahasa Inggris di sebut law, dalam bahasa Arab diterjemahkan atau digunakan dengan kata huquq disebut kulliyat al-huquq, dan untuk penyebutan ahli hukum disebut al-huququ.
Kata haq, jamaknya huquq, berarti sama dengan kata al-adlu berarti benar, asli. Ungkapan arti di atas banyak kita jumpai dalam Al-Qur’an, umpama dalam QS.2:147, QS.3:60,QS.4:170,QS.9:33, QS.10:94. Bandingkan dengan kata recht dalam bahasa Belanda yang berarti lurus, tidak bengkok (niet kron).
Kalu kita melihat arti hukum dalam arti etimologi (menurut asal kata), maka dari sekian kata, baik yang berasal dari bahasa Belanda, bahasa Latin, bahasa Inggris, Perancis, bahasa Arab dan bahasa Indoneisa, nampak ada kesamaan, dalam hal apa sebenarnya makna yang terkandung dalam arti hukum tersebut.
Rectum yang ada hubungannya dengan kata recht berarti pimpinan hakam dalam bahasa Arab yang sama artinya dengan Sasa, Qada, artinya memimpin. Kata hakama juga sama artinya dengan Amara yang berarti memerintah, dan al-hukumatu berarti Pemerintah atau Negara. Dalam unsur hukum yang berkaitan dengan Pimpinan, atau Memerintah atau negara, maka di dalamnya tersimpul suatu unsur autorita, kekuasaan dan kewajiban, yang harus di dukung oleh kewibawaan.
Gerechtigheid yang ada hubungannya dengan kata recht berarti keadilan. Ius yang berarti hukum (Latin) juga berhubungan dengan kata Justicia. Justicia berarti keadilan (Latin).
Kata hakam sama artinya dengan qadla atau qarrara, yang artinya menetapkan atau memutuskan. Mahkamah berarti dar al-qadla artinya pengadilan. Al-hikmah sama artinya dengan al-adl, al-ilm, al-hilm, yang berarti keadilan, kearifan atau kebijaksanaan.
Kata recht berarti lurus, tidak bengkok, kata haq, al-huquq, yang berarti adil, benar, asli. Sesuatu yang lurus (dalam arti abstrak) indentik dengan kebenaran. Dari uraian di atas maka terlihat bahwa dalam arti hukum tersimpul di dalamnya masalaha keadilan.
Keharusan menetapkan hukum dan melaksanakan keadilan selalu berhimpit menjadi satu, sebagaimana perintah Allah SWT. Dalam firmannya :
”Dan apabila menetapkan hukum (menghukum) di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil ”. (QS. An-Nisa:58).
Di ayat lain Allah berfirman :
”Dan jika kamu memutukan perkara mereka, maka putuskanlah antara mereka dengan adil”. (QS. Al-Maidah:42).
Dengan melihat arti hukum secara etimologi sebagaimana diuraikan di atas, maka dalam makna hukum tersimpul di dalamnya dua unsur utama, yaitu :
a. Unsur Kewibawaan (autorita).
b. Unsur Keadilan

2.2 Hubungan Hukum, Moral dan Agama
Kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dari hukum, ia merupakan kebutuhan dalam kehidupannya. Hukum berfungsi mengatur hidup masyarakat, agar tertib, aman, damai dan tiap individu tidak saling mengganggu hak orang lain. Hukum merupakan sandaran atau ukutan tingkah laku atau kesamaan sikap (Standard of conduct) yang harus ditaati oleh setiap anggota masyarakat. Lebih jauh hukum berfungsi sebagai suatu sarana perekayasaan untuk mengubah masyarakat ke arah yang lebih sempurna (as a tool of social engineering), ia sebagai alat untu mengecek benar tidaknya sesuatu tingkah laku ((as a tool of social engineering). Kedudukan hukum sebagaimana disebutkan di atas, ditegakan dalam rangka memelihara hukum tersebut menuju kepada kepastian hukum (rechtszekerheid) dalam masyarakat.
Hukum merupakan kesimpulan pertimbangan tentang apa yang patut dan baik dilakukan, tentang yang tidak patut dan tidak baik di lakukan. Apa yang dipandang baik, atau melakukan sesuatu yang dipandang tidak baik, berarti mengingkari kebaikan dan membenarkan ketidakbaikan (keburukan). Oleh karena itu timbullah norma kewajiban dan tidak dilarang. Bangsa Romawi dalam kaitannya dengan hukum yaitu imperare, prohibere dan permittere (kewajiban, larangan dan kebolehan).
Dalam kehidupan masyarakat, menurut padangan ahli hukum, selain terdapat norma hukum, juga terdapat norma lain umpamanya norma moral. Arti harfiyah moral yang berasal dari bahasa Latin mores, kata jamak dari mos adalah adat kebiasaan. Kata ini sama artinya dengan kata etika yang berasal dari bahasa Yunani ethos, yang juga berarti adat kebiasan. Dalam bahasa Arab kata ini semakna dengan kata akhlak yang berarti budi pekerti atau tata susila.
Namun secara filosofis esensi makna dari dua istilah itu, bisa dibedakan. Menurut Frans Magnis Suseno, yang dimaksud moral adalah ajaran-ajaran, wejengan-wejengan, patokan-patokan, lisan atau tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. Sedangkan etika adalah filsafat atau pemikiran kritisdan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan moral. Atau dikatan etika adalah ilmu Pengetahuan tentang moral (kesusilaan). Setiap orang memiliki moralitasnya sendiri-sendiri, namun tidak semua orang perlu melakukan pemikiran secara kritis terhadap moralitas yang menjadi kegiatan etika.
Para ahli hukum membedakan antara norma hukun dan moral perbandingan hukum dengan moral menurut mereka, antara lain :
1. Hukum obyeknya perbuatan lahir, dan moral perbuatan batin
2. Tujuan hukum mengatur agar masyarakat tertib, aman dan damai dalam masyarakat, sedang tujuan moral untuk menyempurnakan kehidupan manusia.
3. Hukum bekerja dengan paksa, sedangkan moral dengan kekuatan batin (kesadaran).
4. Hukum menghendaki legalita, sedangkan moral menghendaki moralita
5. Hukum kadang-kadang membolehkan yang dilarang oleh moral.
Dengan dibedakannya hukum dan moral, maka motivasi untuk mentaati hukum hanya datang dari luar, yaitu kalau disaksikan orang lain, atau karena semata-mata takut hukuman. Akibatnya banyak pelaku pelanggar hukum yang lolos dari hukuman karena tidak ada bukti lahir atas dirinya sekalipun ia benar-benar melakukannya. Atau sebaliknya yang tidak melakukan pelanggaran hukumn bisa terkena hukuman karena ada pembuktian lahir (umpamanya saksi atau pembuktian palsu) bagi dirinya. Timbullah kadang-kadang ada kejahatan yang tidak diketahui pelakunya, berarti ada penjahat yang bisa lolos dari hukuman.
Karena hal itulah maka pada perkembangan selanjutnya, akhirnya para ahli hukum mengakui bahwa hukum dan moral tidak bisa dipisahkan. Umpamanya agar manusia tidak berbohong (yang berarti bermoral) di hadapan muda pengadilan Western Circuit (Amerika Serikat) terdapat sebah monumen yang meningatkan manusia dengan suatu persitiwa seorang saksi yang memberikan kesaksian palsu. Dalam kesaksiannya dia berkata ” jika aku berbohong tuhan akan mencabut nyawaku seketika”. Saat itu juga belum sampai kata-akata itu selsai, saksi itu jatuh terseungkur ke bumi, meninggal mendadak.
Hukum sebenarnya moral yang telah diangkat kepada tingkah legalitas bagi masyarakat. Sehingga menjadilah hukum itu sebagai standard of morality. Moral harus tetap menjadi jiwa dan menjadi pendorong dilaksanakannya hukum, agar hukum ditaati atas dasar kesadaran yang tumbuh dari dalam, bukan karena takut hukuman atau karena diawasi orang lan.
Apabila ada norma moral yang belum dilegalisasi menjadi hukum dalam perundang-undangan, maka norma tersebut akan tetap ditaati, dan itu berarti akan meluruskan ke arah tujuan hukum, yaitu penaatan kedamaian, ketertiban masayrakat. Norma moral dalam masyarakat umpamanya, larangan meludah di sembarang tempat, merokok di tempat umum, (muali 1 Januari 1988 PBB, melarang merokok di setiap ruang kerjanya), memamerkan kekayaan, menunjukan ke arah sesuatu dengan kaki, makan makanan tertetu di depan orang yang tidak menyenanginya, tidak memanfaatkan ilmu untuk kepentingan kemanusiaan, tidak berlaku sopan atau menghardik orang tua, dan banyak lagi contoh yang lainnya. Sanksi terhadap moral akan timbul dari dalam, sebab hukum dan moral tidak berbeda substansi materinya, tapi berbeda dalam cara mempertahankannya.
Hukum sebagai standarr of conduct melahirkan tuntutan sesuatu yang benar-benar sudah diketahui (sudah ma’ruf) bahwa hal itu mengandung kebaikan bagi kehidupan manusia, dan oleh karenanya dijadikan norma keharusan. Dan sebaliknya kalau sudah benar-benar diinkari manfaat dan kebaikannya (munkar), maka hal itu akan dijadikan norma larangan yang harus dijauhi.
Hukum yang disusun berdasarkan konsep hukum Barat (yaitu yang memisahkan hukum dengan moral) tidak menyentuh kepentingan manusia secara utuh. Yang disentuh dalam hukum itu hanya kulit bagian luar dari kepentingan manusia. Dalam hal ini biasa dilihat umpamanya tentang konsep zina dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang merupakan lanjutan dari Wet Boek Van Straafrecht produk pemerintahan penjajahan Belanda, tantang pengerian anak alami (natural kind), tentang anak sambung dan anak zina dalam BW, tentang ketentuan klachtendelik dalam KUHP, akibat hukum semnleven, kedudukan hukum waris BW, konsep eisendom veryaring, dan lain-lain.
Konsep hukum sebagaimana diuraikan di atas berbeda dengan konsep hukum menurut syari’at Islam. Islam secara hakiki tidak memisahkan hukum dan moral (akhlaq), karena moral (akhlaq) adalah inti hukum. Sasaran akhir agama adalah memperbaiki dan menyempurnakan moral (akhlak) manusia, sebagaimana disebutkan dalam hadist nabi yang berbunyi.
”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”

2.3 Ahkam Al-Khamsah
Berbeda dengan bangsa Romawi yang memberi isi hukum dengan tiga penilaian, maka Islam memberikan isi hukum dengan Lima penilaian yaitu, wajib, haram, sunnah, makruh dan mubah atau jaiz, yang disebut al-ahkam al-khamsah. Lima penilaian itu ada kaitannya dengan peranan moral dalam hukum.
Dalam pandangan islan, pada mulanya hukum segala sesuatu adalah boleh (mubah/jaiz), artinya boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan, Qaidah Fiqhiyah menyebutkan :
”Pada mulanya (hukum) segala sesuatu itu adalah mubah”
Namun dari sekian yang nilainya mubah itu ada sesuatu yang menurut penilaian umum (penilaian manusia pada umumnya) bisa mendatangkan kebaikan atau juga bida mendatangkan kebaikan itu, menjadilah hal itu sesuatu yang digemari, disukai, dan merupakan perbuatan terpuji apabila melakukannya. Dalam keadaan demikian sesuatu yang mubah itu nilainya meningkat menjadi sesuatu yang dianjurkan. Kriteria ini dalam penilaian ahkam al-Khamsah dinamai Sunnah. Mereka yang melakukan Sunnah akan mendapatkan manfaat dan pahala (kelak), dan masyarakat akan menyenangi dan mungkin memberikan pujian kepadanya. Sedangkan yang meninggalkan Sunnah tidak akan mendapat dosa, hanya akan mendapat perlakuan yang tidak disenangi oleh masyarakat.
Sebaliknya kalau sesuatu yang mubah itu dapat menimbulkan akibat buruk bagi kemanusiaan dan masyarakat, maka hal itu akan menjadi sesuatu yang tidak disenangi, sesuatu yang dibenci dicela.
Norma penilaian wajib dibedakan menjadi kewajiban yang bersifat individual yang disebut wajib a’in, atau disebut juga fardhu a’in, dan kewajiban yang bersifat kolektif yang disebut wajib kifayah atau disebut juga fardhu kifayah.
Subyek yang dibebani dengan fardhu a’in adalah perorangan, umpama kewajiban melaksanakan shalat lima waktu. Kewajiban itu juga gugur kalau subyek yang dibebani itu sudah melaksanakan kewajiban tersebut.
Sedang subyek yang dibebani dengan fardhu kifayah adalah masyarakat (kolektif), umpama kewajiban mensholatkan jenazah, atau menjadi anggota Angkatan Bersenjata. Kewajiban itu gugur kalau ada salah seorang atau sebagian anggota masyarakat melaksanakan kewajiban tersebut. Namun kalau semua orang tidak melaksanakannya, maka mereka semua memikul beban kesalahan tidak melaksanakan kewajiban dan mereka merasakan madarat (kesulitan) akibat mereka tidak melaksanakan kewajiban tersebut.
Selanjutnya apabila sesuatu yang bernilai makruh dapat menimbulkan kerusakan, dan bahaya bagi kehidupan manusia dan kemasyarakatan maka meninggalkan sesuatu itu merupakan keharusan. Nilainya akan meningkat dari anjuran meninggalkan, menjadi sesuatu yang harus ditinggalkan dan Haram atau terlarang untuk mengerjakannya. Mereka yang meninggalkan larangan tersebut akan merasakan manfaat dalam kehidupannya dan akan mendapat pahala. Sedang mereka yang mengerjakan larangan tersebut, akan merasakan kesulitan dalam hidupnya dan diancam dengan sanksi hukuman (siksa).
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa sunnah adalah pengaman wajib. Artinya agar kewajiban selalu dikerjakan, maka dia dilatih dengan selalu mengerjakan pekerjaan yang dianjurkan. Seseorang yang selalu mengerjakan pekerjaan yang dianjurkan, maka diduga kuat dia pasti mengerjakan pekerjaan yang diwajibkan. Demikian juga makruh adalah pengaman haram. Artinya agar sesuatu yang dilarang selalu ditinggalkan, maka dia dilatih dengan selalu tidak mengerjakan (meninggalkan) pekerjaan yang dianjurkan tidak dikerjakan. Karena seseorang yang selalu meninggalkan pekerjaan yang dianjurkan tidak dikerjakan, maka diduga kuat dia pasti tidak akan mengerjakan (meninggalkan) pekerjaan yang dilarang.
Wajiba peningkatan dari Sunnah dan Makruh, dan Haram peningkatan dari Makruh, sedangkan Sunnah dan Makruh peningkatan dari Mubah atau Jaiz dapat digambarkan sebagai berikut.


















Dari uraian diatas nampak perbedaan konsep penilaian menurut Hukum Romawi yang melandasi hukum Barat pada umumnya. Dengan konsepsi hukum islam. Hukum islam mempunyai penilaian sunnah dan makruh. Sunnah sebagai pengaman wajib, sedangkan makruh sebagai pengaman haram. Kalau seseorang sudah membiasakan diri melakukan sunnah, maka ia tidak akan pernah meninggalkan keajibannya, sebaliknya kalau ia sudah biasa meninggalkan makruh, maka ia tidak akan pernah melakukan yang haram.
Perhatikan bagaimana Islam menganjurkan supaya jangan berduaan antara yang berlainan jenis Pria dan Wanita tanpa mahram (Khalwat). Hal itu dilarang dalam rangka menjauhi perbuatan Zina. Perhatikan pula Islam (Qur’an) menggunakan kata-kata jangan melakukan zina. Kita dianjurkan i’tikaf, dianjurkan salat awal waktu, slaat sunnah qabliyah yang semuanya nilainya sunnah, agar kita jangan lupa mengerjakan yang wajib yaitu shalat fardhu.
Dari perbedaan konsep itu, menimbulkan produk hukum yang berbeda. Umpamanya tentang pengertian dan sanksi hukum zina. Hukum barat memandang bahwa hubungan seks di luar nikah yang dilakukan oleh mereka yang sama-sama tidak sedang terikat perkawinan dengan orang lain adalah bukan zina, jadi bukan delik, tidak dapat dihukum, selama dilakukan tanpa paksaan dan tidak mengganggu ketertiban umum. Menurut hukum barat (termasuk yang dianut oleh KUHP dan BW) yang dikatakan zina adalah hubungan seksual di luar nikah yang dilakukan oleh mereka (atau salah satu dari mereka) yang sedang terikat perkawinan dengan orang lain. Perbuatan zina tersebut termasuk delik aduan (klachtendelik), artinya tidak secara otomatis bisa dituntut, apabila ada pengaduan dari pihak yang merasa dirugikan, yaitu suami atau istrinnya.
Konsep Islam berbeda dengan konsep hukum barat. Islam memandang bahwa setiap hubungan seks di luar nikah secara mutlak adalah terlarang. Hubungan seks di luar nikah, apakah dilakukan oleh mereka yang sedang terikat perkawinan dengan orang lain atau tidak, apakah dilakukan dengan sukarela atau tidakm perbuatan tersebut secara mutlak merupakan delik atau tindak pidana (jarimah hudud) yang diancam hukuman. Islam hanya membedakan ada zina muhshan (yang dilakukan oleh mereka yang sudah kawin), dan zina ghair muhshan (yang dilakukan oleh mereka yang belum kawin). Kedua jenis zina tersebut merupakan delik mutlak, bahkan delik aduan. Delik tersebut harus dituntut dan kalau terbukti harus dihukum, sekalipun tidak ada pengaduan dari pihak manapun (suami atau istri pihak lainnya).
Perbedaan hukum itu berawal dari perbedaan konsep tersebut. Islam menempatkan moral (akhlak) sebagai inti dari isi hukum, dan hal ini sebenarnya sesuai dengan naluri kemanusiaan. Justru itu maka sebutan orang yang suka melakukan seks di luar nikah (pelacur) adalah a susila, artinya orang yang tidak bersusila, tidak bermoral, tidak berperilaku baik dan pada dasarnya masyarakat membencinya.
Akhirnya kita dapat melihat, apabila hukum itu harus dilaksanakan atas dasar kesadaran dari tiap orang, maka sudah pasti sangat besar peranan moral dalam hukum tersebut. Kita mengehndaki, tidak adanya kejahatan seperti pembunuhan, korupsi, pencurian, zina dan perbuatan terlarang lainnya, harus dilandasi oleh sikap dan kesadaran setiap orang bahwa membunuh itu, bahwa korupsi itu, bahwa mencuri itu, bahwa zina itu dan bahwa semua perbuatan yang dilarang itu, adalah tidak baik, dan dilarang.
Dengan melihat uraian di atas makin nampaklah bahwa betapa besar peranan dan demikian erat hubungan moral dan hukum. Demikian juga betapa besar dan dominan peranan dan hubungan agama terhadap moral, sehingga sebenarnya standard of morality, itu tidak bisa dipisahkan dari norma agama.
Nabi bersabda, bahwa sesungguhnya aku diutus hanyalah menyempurnakan akhlak. Waktu istri nabi, ’Aisyah, ditanya apakah benarnya akhlak nabi itu ? Aisyah menjawab : Akhlak Nabi itu al-Qur’an.
Apabila ketaatan orang terhadap hukum, hanya sebatas taat dan tunduk kepada undang-undang atau peraturan saja, artinya tidak dilandasi oleh moral dan agama, maka ketaatannya tidak dilandasi kesadaran akan arti dan manfaat tersebut.
Namun kalau ketaatan itu dilandasi oleh nilai moral agama, maka ketaatannya akan keluar dari kesadaran dirinya (pengakuan batinnya). Bahwa hukum itu memang baik dan bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat, sebaliknya bahwa melanggar hukum itu tidak baik dan merugikan, baik bagi dirinnya maupun bagi masyarakat. Ketaatan kepada hukum bukan karena terpaksa, namun karena kesadaran bahwa hal itu merupakan kewajiban yang harus dilaksanakannya.
Di Indonesia kita harus bersyukur, bahwa eksistensi dan peran agama sudah diletakan pada kedudukan yang melandasi hukum tersebut. Penempatan Pancasila sebagai dasar negara dan sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Yang dijabarkan bahwa Negara Berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagaimana disebutkan dalam pasal 29 UUD 1945. penegasan tersebut membawa konsekuensi bahwa hukum yang berlaku di Indonesia, harus selalu didasarkan dan tidak boleh bertentangan, dengan nilai-nilai yang berlaku dalam norma agama yang dipeluk oleh Bangsa Indonesia.
Sir Alfred Denning menggambarkan hubungan hukum, moral dan agama dalam bukunya The Changing Law sebagai berikut : Without religion there can be no morality, and without morality there can be no Law. Tidak akan ada moral ranpa agama, dan tidak akan ada hukum tanpa moral.
Kemudian bagaimana ucapan Pangeran Charles yang mewakili Universitas Cambridge pada waktu menghadiri ulang tahun Universitas Harvard di Amerika Serikat, tentang peran agama pada abad teknologi sekarang ini. Di hadapan ribuan dosen, alumni dan mahasiswa, tokoh-tokoh politik dan sejumlah bekas Presiden, dia berkata : saya berdiri di sini meminta kepada Presiden Universitas, para Guru Besar, para sarjana maupun mahasiswa agar fungsi Universitas dijadikan benteng untuk menangkal akibat negatif dari teknologi canggih. Sekarang ini di seluruh dunia ada dua kekuatan yang sedang berhadapan, yaitu antara kekuatan moral dan teknologi. Kita tidak boleh membiakan teknologi meningkat terus kemajuannya tanpa dikendalikan, karena apabila terjadi demikian maka akan binasalah ummat manusia di bumi ini. Di antara dua kekuatan yang saling berhadapan ini harus ada yang menjembatani, yaitu agama, karena agama menuntut kita untuk selalu berpikir waras.





















BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Jadi prinsip-prinsip hukum islam adalah landasan yang menjadi titik tolak atau pedoman pemikiran kefilsafatan dan pembinaan hukum. Prinsip-prinsipnya adalah mengesakan Tuhan, manusia langsung berhubungan dengan Allah, keadilan bagi manusia, baik terhadap dirinya sendiri, maupun terhadap orang lain, persamaan diantara umat manusia, kemerdekaan, Amar Ma’ruf nahi munkar, tolong-menolong, toleransi, dan musyawarah. Ada tujuan hukum islam yang dirumuskan oleh Ibn Qayyim adalah ”Syariat bersendi dan berasas atas hikmat dan kemaslahatan manusia dalam hidupnya di dunia dan akhirat. Sari’at adalah keadilan rahmat, kemaslahatan dan kebijaksanaan sepenuhnya, keluar meyimpang dari kasih sayang menuju sebaliknya, keluar meyimpang dari kebijaksanaan, menuju kesia-siaan, bukanlah termasuk syari’at. Syari’at adalah keadilan Allah ditengah hamba-hambaNya, kasih sayang Allah dinatara mahluk – mahlukNya”.
Dengan demikian maka jelas bahwa tujuan diturunkannya hukum islam untuk kepentingan, kebahagian, kesejahteraan dan keselamatan umat manusia di dunia dan di akhirat kelak.












DAFTAR PUSTAKA


Usman Suparman, H. Prof, Dr, S.H, Hukum Islam, Jakarta : Gaya Media Pratama 2002, cet ke 2.



























RIWAYAT HIDUP


BIODATA PRIBADI
Nama Lengkap : Iva Fatmawati
Tempat Tanggal. Lahir : Pandeglang, 14 November 1989
Status : Single
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Indonesia
Golongan Darah : AB
Tinggi / Berat Badan : 160 / 50Kg

PENDIDIKAN TERAKHIR
• TK PERTIWI (1994-1996)
• SD KARATON 1 PANDEGLANG (1996-2002)
• SMP AL-AZHAR 11 SERANG (2002-2005)
• SMA 26 BANDUNG (2005-2008)
• Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (2008-sekarang)