Kamis, 24 September 2009

CINTA YANG TAK BERKARAT

Kulihat cinta pada kekasih namun tak abadi...........

kurasa cinta pada wanita namun tak abadi.............

kulihat cinta kedua sahabat namun tak abadi..........

kurasa cinta pada nereka yang kusayangi namun tak abadi......

Namun cinta ku pada Pencipta ku adalh keabadian yang tak akan luntur bersama masa,zaman,waktu,bahkan ajal sekalipun........

karena ia laksan cinta emas yang tak akan berkarat........bersama musnahnya ........jagat raya ini

Minggu, 23 Agustus 2009

TUGAS PAPER HUKUM ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Mata kuliah hukum islam, merupakan salah satu mata kuliah yang termasuk dalam kurikulum nasional (kurnas) pada fakultas hukum negeri dan swasta. Penyebutan istilah mata kuliah ini, pada mulanya pernah disebut dengan istilah-istilah, Lembaga Islam, Islamologi dan Asas-asas Hukum Islam.
Dalam mata kuliah hukum islam ini saya mengambil materi prinsip=pronsip hukum islam dan tujuan hukum islam untuk dijadikan materi dalam pembuatan paper dan untuk lebih dipelajari dan dipahami.
Prinsip-prinsip hokum islam (Al-Mabda) adalah landasan yang menjadi titik tolak atau pedoman pemikiran kefilsafatan dan pembinaan hokum islam. Prinsip-prinsip itu adalah :
1. Menegaskan Tuhan (tauhid), semua manusia dikumpulkan di bawah panji-panji atau ketetapan yang sama yaitu : La Ilaha llallah (QS. Ali imran : 64);
2. Manusia berhubungan langsung dengan Allah, tanpa atau meniadakan perantara antara manusia dengan Tuhan (QS. Al-Ghafir : 60, QS. Al-Baqarah : 186)
3. Keadilan bagi manusia, baik terhadap dirinya sendiri, maupun terhadap orang lain (QS. An-Nisa : 135, QS. Al-maidah : 8, QS. Al-An’am : 152, QS. Al-Hujarat : 9).
4. Persamaan (Al-Musawah) di antara umat manusia, persamaan di antara sesama umat islam tidak ada perbedaan antara orang arab dan ‘Ajam, antara manusia yang berkulit putih dan hitam, yang membedakannya hanyalah takwaannya (QS. Al-Hujarat : 13, QS Al-Isra : 70 dan beberapa hadist).
5. Kemerdekaan atau kebebasan (Al-Hurriyah), meliputi kebebasan agama, kebebasan berbuat dan bertindak, kebebasan pribadi dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum (QS Al-Baqarah : 256, QS Al-Kafirun : 5 QS Al-Khafi : 29).
BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Kandungan Makna Hukum
Para ahli hukum sampai sekarang (dan mungkin untuk seterusnya) tidak atau belum sepakat tentang definisi (batasan arti) hukum. Mereka belum dapat menemukan suatu kesepakatan tentang definisi mengenai pengertian apakah hukum itu. Walaupun sejak beberapa ribu tahun orang sibuk mencari suatu definisi tentang hukum, namun belum pernah terdapat sesuatu yang memuaskan. Hampir semua ahli hukum yang memberikan definisi tentang hukum, memberikannya berlainan. Imanuel Khan lebih dari 150 tahun yang lalu menulis ”Noch Suchen die Juristen eine Definition zu ihrem Begriffe von Recht” (Tidak seorang ahli hukumpun yang mampu membuat definisi tentang hukum). Sehingga ada ahli hukum yang berkata ”Kalau anda meminta kepada sepuluh ahli hukum untuk membuat definisi tentang hukum, maka bersiap-siaplah anda untuk mendengarkan sebelas jawaban.
Ketidaksepakatan para ahli hukum tentang definisi hukum, disebabkan persoalan yang menjadi lahan hukum itu sangat luas dan rumit, yaitu menyangkut luas dan rumitnya permasalahan kehidupan manusia itu sendiri.
Sebab suatu unsur pokok dalam hukum ialah bahwa hukum itu adalah suatu yang berkenaan dengan manusia. Kadang-kadang satu definisi memuaskan salah satu pihak dan tidak memuaskan pihak lain.
Langkah yang mendekati kepada kesepakatan mengenai apa yang dimaksud dengan hukum, mungkin bisa ditempuh dengan merinci segi-segi yang ada kaitannya dengan elemen (unsur-unsur) tentang hukum itu sendiri. Atau dengan melihat fungsi dan peranan hukum secara terinci bagi kehidupan manusia. Seperti arti hukum yang diberikan oleh Soedjono Dirdjosisworo, dengan melihat hukum dari berbagai segi. Seperti hukum dalam arti sikap tindak, hukum dlaam arti sistem kaidah, hukum dalam arti tata hukum dan seterusnya.
Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian hukum, terlebih dahulu dapat ditelusuri dari makna hukum secara estimology (harfiyah).
Kata hukum bukan asli berasal dari bahasa Indonesia. Dalam bahasa Indonesia, kata hukum, diartikan sama dengan kata ugeran, patokan atau kaidah. Walaupun kata yang terakhir inipun sebenarnya bukan asli bahasa Indonesia, tapi berasal dari bahasa Arab.
Dalam bahasa Belanda hukum” itu disebut recht. Kata recht di samping berarti hukum ” juga berarti lurus, artinya tidak bengkok (niet kron).
Kata recht juga berhubungan dengan bahasa Latin rectum, yang berarti pimpinan. Dalam ungkapan kata rectum tersimpan di dalamnya unsur autorita, kewibawaan. Jadi dalam kata hukum tersimpan di dalamnya unsur kewibawaan.
Selain itu kata recht merupakan bagian dari kata gerechtigheid yang berarti keadilan. Perkataan recht tidak bisa dipisahkan dari kata gerechtigheid. Dengan demikian dalam kata hukum terkandung di dalamnya pengetian kewibawaan dan keadilan.
Dalam bahasa Latin ius berarti hukum. Kata ius bagian dari iustitia, yang berarti keadilan. Dari ungkapan kata ini, bahwa hukum bertalian dengan keadilan.
Dalam bahasa Latin lex berarti undnag-undang. Kata lex bertalian dengan bahasa Perancis loi dan bahasa Inggris law. Dalam bahasa Belanda autorita atau kewibawaan.
Kata hukum (bahasa arab), berasal dari kata kerja hakama kata hakama artinya sama dengan qadla dan qarrara yang artinya menghukum, memutus, menetapkan. Kata mahkamah sama artinya dengan kata Dar al-Qadla yang artinya pengadilan tempat memutus.
Kata al-hikmatu yang diambil dari kata hakama, sama artinya dengan kata al-ad-lu, al-ilmu, dan al-hilmu, yang artinya keadilan, kearifan dan kebijaksanaan. Jadi dalam makna hakam, dalam makna hukum, tersimpul unsur makna keadilan.
Dari kata hakam muncul kata al-hukumat yang artinya pemerintahan, atau negara, kata hakama, artinya sama dengan kara sasa, amara, qada, yang artinya memerintah, memimpin. Kata al-qaid, artinya kepala, pemimpin, atua raja. Dari ungkapan di atas nampak dalam arti hukum, tersimpul di dalamnya makna kewibawaan.
Sedangkan pengertian hukum, sebagaimana digunakan dalam bahasa Indonesia, yang dalam bahasa Inggris di sebut law, dalam bahasa Arab diterjemahkan atau digunakan dengan kata huquq disebut kulliyat al-huquq, dan untuk penyebutan ahli hukum disebut al-huququ.
Kata haq, jamaknya huquq, berarti sama dengan kata al-adlu berarti benar, asli. Ungkapan arti di atas banyak kita jumpai dalam Al-Qur’an, umpama dalam QS.2:147, QS.3:60,QS.4:170,QS.9:33, QS.10:94. Bandingkan dengan kata recht dalam bahasa Belanda yang berarti lurus, tidak bengkok (niet kron).
Kalu kita melihat arti hukum dalam arti etimologi (menurut asal kata), maka dari sekian kata, baik yang berasal dari bahasa Belanda, bahasa Latin, bahasa Inggris, Perancis, bahasa Arab dan bahasa Indoneisa, nampak ada kesamaan, dalam hal apa sebenarnya makna yang terkandung dalam arti hukum tersebut.
Rectum yang ada hubungannya dengan kata recht berarti pimpinan hakam dalam bahasa Arab yang sama artinya dengan Sasa, Qada, artinya memimpin. Kata hakama juga sama artinya dengan Amara yang berarti memerintah, dan al-hukumatu berarti Pemerintah atau Negara. Dalam unsur hukum yang berkaitan dengan Pimpinan, atau Memerintah atau negara, maka di dalamnya tersimpul suatu unsur autorita, kekuasaan dan kewajiban, yang harus di dukung oleh kewibawaan.
Gerechtigheid yang ada hubungannya dengan kata recht berarti keadilan. Ius yang berarti hukum (Latin) juga berhubungan dengan kata Justicia. Justicia berarti keadilan (Latin).
Kata hakam sama artinya dengan qadla atau qarrara, yang artinya menetapkan atau memutuskan. Mahkamah berarti dar al-qadla artinya pengadilan. Al-hikmah sama artinya dengan al-adl, al-ilm, al-hilm, yang berarti keadilan, kearifan atau kebijaksanaan.
Kata recht berarti lurus, tidak bengkok, kata haq, al-huquq, yang berarti adil, benar, asli. Sesuatu yang lurus (dalam arti abstrak) indentik dengan kebenaran. Dari uraian di atas maka terlihat bahwa dalam arti hukum tersimpul di dalamnya masalaha keadilan.
Keharusan menetapkan hukum dan melaksanakan keadilan selalu berhimpit menjadi satu, sebagaimana perintah Allah SWT. Dalam firmannya :
”Dan apabila menetapkan hukum (menghukum) di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil ”. (QS. An-Nisa:58).
Di ayat lain Allah berfirman :
”Dan jika kamu memutukan perkara mereka, maka putuskanlah antara mereka dengan adil”. (QS. Al-Maidah:42).
Dengan melihat arti hukum secara etimologi sebagaimana diuraikan di atas, maka dalam makna hukum tersimpul di dalamnya dua unsur utama, yaitu :
a. Unsur Kewibawaan (autorita).
b. Unsur Keadilan

2.2 Hubungan Hukum, Moral dan Agama
Kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dari hukum, ia merupakan kebutuhan dalam kehidupannya. Hukum berfungsi mengatur hidup masyarakat, agar tertib, aman, damai dan tiap individu tidak saling mengganggu hak orang lain. Hukum merupakan sandaran atau ukutan tingkah laku atau kesamaan sikap (Standard of conduct) yang harus ditaati oleh setiap anggota masyarakat. Lebih jauh hukum berfungsi sebagai suatu sarana perekayasaan untuk mengubah masyarakat ke arah yang lebih sempurna (as a tool of social engineering), ia sebagai alat untu mengecek benar tidaknya sesuatu tingkah laku ((as a tool of social engineering). Kedudukan hukum sebagaimana disebutkan di atas, ditegakan dalam rangka memelihara hukum tersebut menuju kepada kepastian hukum (rechtszekerheid) dalam masyarakat.
Hukum merupakan kesimpulan pertimbangan tentang apa yang patut dan baik dilakukan, tentang yang tidak patut dan tidak baik di lakukan. Apa yang dipandang baik, atau melakukan sesuatu yang dipandang tidak baik, berarti mengingkari kebaikan dan membenarkan ketidakbaikan (keburukan). Oleh karena itu timbullah norma kewajiban dan tidak dilarang. Bangsa Romawi dalam kaitannya dengan hukum yaitu imperare, prohibere dan permittere (kewajiban, larangan dan kebolehan).
Dalam kehidupan masyarakat, menurut padangan ahli hukum, selain terdapat norma hukum, juga terdapat norma lain umpamanya norma moral. Arti harfiyah moral yang berasal dari bahasa Latin mores, kata jamak dari mos adalah adat kebiasaan. Kata ini sama artinya dengan kata etika yang berasal dari bahasa Yunani ethos, yang juga berarti adat kebiasan. Dalam bahasa Arab kata ini semakna dengan kata akhlak yang berarti budi pekerti atau tata susila.
Namun secara filosofis esensi makna dari dua istilah itu, bisa dibedakan. Menurut Frans Magnis Suseno, yang dimaksud moral adalah ajaran-ajaran, wejengan-wejengan, patokan-patokan, lisan atau tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. Sedangkan etika adalah filsafat atau pemikiran kritisdan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan moral. Atau dikatan etika adalah ilmu Pengetahuan tentang moral (kesusilaan). Setiap orang memiliki moralitasnya sendiri-sendiri, namun tidak semua orang perlu melakukan pemikiran secara kritis terhadap moralitas yang menjadi kegiatan etika.
Para ahli hukum membedakan antara norma hukun dan moral perbandingan hukum dengan moral menurut mereka, antara lain :
1. Hukum obyeknya perbuatan lahir, dan moral perbuatan batin
2. Tujuan hukum mengatur agar masyarakat tertib, aman dan damai dalam masyarakat, sedang tujuan moral untuk menyempurnakan kehidupan manusia.
3. Hukum bekerja dengan paksa, sedangkan moral dengan kekuatan batin (kesadaran).
4. Hukum menghendaki legalita, sedangkan moral menghendaki moralita
5. Hukum kadang-kadang membolehkan yang dilarang oleh moral.
Dengan dibedakannya hukum dan moral, maka motivasi untuk mentaati hukum hanya datang dari luar, yaitu kalau disaksikan orang lain, atau karena semata-mata takut hukuman. Akibatnya banyak pelaku pelanggar hukum yang lolos dari hukuman karena tidak ada bukti lahir atas dirinya sekalipun ia benar-benar melakukannya. Atau sebaliknya yang tidak melakukan pelanggaran hukumn bisa terkena hukuman karena ada pembuktian lahir (umpamanya saksi atau pembuktian palsu) bagi dirinya. Timbullah kadang-kadang ada kejahatan yang tidak diketahui pelakunya, berarti ada penjahat yang bisa lolos dari hukuman.
Karena hal itulah maka pada perkembangan selanjutnya, akhirnya para ahli hukum mengakui bahwa hukum dan moral tidak bisa dipisahkan. Umpamanya agar manusia tidak berbohong (yang berarti bermoral) di hadapan muda pengadilan Western Circuit (Amerika Serikat) terdapat sebah monumen yang meningatkan manusia dengan suatu persitiwa seorang saksi yang memberikan kesaksian palsu. Dalam kesaksiannya dia berkata ” jika aku berbohong tuhan akan mencabut nyawaku seketika”. Saat itu juga belum sampai kata-akata itu selsai, saksi itu jatuh terseungkur ke bumi, meninggal mendadak.
Hukum sebenarnya moral yang telah diangkat kepada tingkah legalitas bagi masyarakat. Sehingga menjadilah hukum itu sebagai standard of morality. Moral harus tetap menjadi jiwa dan menjadi pendorong dilaksanakannya hukum, agar hukum ditaati atas dasar kesadaran yang tumbuh dari dalam, bukan karena takut hukuman atau karena diawasi orang lan.
Apabila ada norma moral yang belum dilegalisasi menjadi hukum dalam perundang-undangan, maka norma tersebut akan tetap ditaati, dan itu berarti akan meluruskan ke arah tujuan hukum, yaitu penaatan kedamaian, ketertiban masayrakat. Norma moral dalam masyarakat umpamanya, larangan meludah di sembarang tempat, merokok di tempat umum, (muali 1 Januari 1988 PBB, melarang merokok di setiap ruang kerjanya), memamerkan kekayaan, menunjukan ke arah sesuatu dengan kaki, makan makanan tertetu di depan orang yang tidak menyenanginya, tidak memanfaatkan ilmu untuk kepentingan kemanusiaan, tidak berlaku sopan atau menghardik orang tua, dan banyak lagi contoh yang lainnya. Sanksi terhadap moral akan timbul dari dalam, sebab hukum dan moral tidak berbeda substansi materinya, tapi berbeda dalam cara mempertahankannya.
Hukum sebagai standarr of conduct melahirkan tuntutan sesuatu yang benar-benar sudah diketahui (sudah ma’ruf) bahwa hal itu mengandung kebaikan bagi kehidupan manusia, dan oleh karenanya dijadikan norma keharusan. Dan sebaliknya kalau sudah benar-benar diinkari manfaat dan kebaikannya (munkar), maka hal itu akan dijadikan norma larangan yang harus dijauhi.
Hukum yang disusun berdasarkan konsep hukum Barat (yaitu yang memisahkan hukum dengan moral) tidak menyentuh kepentingan manusia secara utuh. Yang disentuh dalam hukum itu hanya kulit bagian luar dari kepentingan manusia. Dalam hal ini biasa dilihat umpamanya tentang konsep zina dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang merupakan lanjutan dari Wet Boek Van Straafrecht produk pemerintahan penjajahan Belanda, tantang pengerian anak alami (natural kind), tentang anak sambung dan anak zina dalam BW, tentang ketentuan klachtendelik dalam KUHP, akibat hukum semnleven, kedudukan hukum waris BW, konsep eisendom veryaring, dan lain-lain.
Konsep hukum sebagaimana diuraikan di atas berbeda dengan konsep hukum menurut syari’at Islam. Islam secara hakiki tidak memisahkan hukum dan moral (akhlaq), karena moral (akhlaq) adalah inti hukum. Sasaran akhir agama adalah memperbaiki dan menyempurnakan moral (akhlak) manusia, sebagaimana disebutkan dalam hadist nabi yang berbunyi.
”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”

2.3 Ahkam Al-Khamsah
Berbeda dengan bangsa Romawi yang memberi isi hukum dengan tiga penilaian, maka Islam memberikan isi hukum dengan Lima penilaian yaitu, wajib, haram, sunnah, makruh dan mubah atau jaiz, yang disebut al-ahkam al-khamsah. Lima penilaian itu ada kaitannya dengan peranan moral dalam hukum.
Dalam pandangan islan, pada mulanya hukum segala sesuatu adalah boleh (mubah/jaiz), artinya boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan, Qaidah Fiqhiyah menyebutkan :
”Pada mulanya (hukum) segala sesuatu itu adalah mubah”
Namun dari sekian yang nilainya mubah itu ada sesuatu yang menurut penilaian umum (penilaian manusia pada umumnya) bisa mendatangkan kebaikan atau juga bida mendatangkan kebaikan itu, menjadilah hal itu sesuatu yang digemari, disukai, dan merupakan perbuatan terpuji apabila melakukannya. Dalam keadaan demikian sesuatu yang mubah itu nilainya meningkat menjadi sesuatu yang dianjurkan. Kriteria ini dalam penilaian ahkam al-Khamsah dinamai Sunnah. Mereka yang melakukan Sunnah akan mendapatkan manfaat dan pahala (kelak), dan masyarakat akan menyenangi dan mungkin memberikan pujian kepadanya. Sedangkan yang meninggalkan Sunnah tidak akan mendapat dosa, hanya akan mendapat perlakuan yang tidak disenangi oleh masyarakat.
Sebaliknya kalau sesuatu yang mubah itu dapat menimbulkan akibat buruk bagi kemanusiaan dan masyarakat, maka hal itu akan menjadi sesuatu yang tidak disenangi, sesuatu yang dibenci dicela.
Norma penilaian wajib dibedakan menjadi kewajiban yang bersifat individual yang disebut wajib a’in, atau disebut juga fardhu a’in, dan kewajiban yang bersifat kolektif yang disebut wajib kifayah atau disebut juga fardhu kifayah.
Subyek yang dibebani dengan fardhu a’in adalah perorangan, umpama kewajiban melaksanakan shalat lima waktu. Kewajiban itu juga gugur kalau subyek yang dibebani itu sudah melaksanakan kewajiban tersebut.
Sedang subyek yang dibebani dengan fardhu kifayah adalah masyarakat (kolektif), umpama kewajiban mensholatkan jenazah, atau menjadi anggota Angkatan Bersenjata. Kewajiban itu gugur kalau ada salah seorang atau sebagian anggota masyarakat melaksanakan kewajiban tersebut. Namun kalau semua orang tidak melaksanakannya, maka mereka semua memikul beban kesalahan tidak melaksanakan kewajiban dan mereka merasakan madarat (kesulitan) akibat mereka tidak melaksanakan kewajiban tersebut.
Selanjutnya apabila sesuatu yang bernilai makruh dapat menimbulkan kerusakan, dan bahaya bagi kehidupan manusia dan kemasyarakatan maka meninggalkan sesuatu itu merupakan keharusan. Nilainya akan meningkat dari anjuran meninggalkan, menjadi sesuatu yang harus ditinggalkan dan Haram atau terlarang untuk mengerjakannya. Mereka yang meninggalkan larangan tersebut akan merasakan manfaat dalam kehidupannya dan akan mendapat pahala. Sedang mereka yang mengerjakan larangan tersebut, akan merasakan kesulitan dalam hidupnya dan diancam dengan sanksi hukuman (siksa).
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa sunnah adalah pengaman wajib. Artinya agar kewajiban selalu dikerjakan, maka dia dilatih dengan selalu mengerjakan pekerjaan yang dianjurkan. Seseorang yang selalu mengerjakan pekerjaan yang dianjurkan, maka diduga kuat dia pasti mengerjakan pekerjaan yang diwajibkan. Demikian juga makruh adalah pengaman haram. Artinya agar sesuatu yang dilarang selalu ditinggalkan, maka dia dilatih dengan selalu tidak mengerjakan (meninggalkan) pekerjaan yang dianjurkan tidak dikerjakan. Karena seseorang yang selalu meninggalkan pekerjaan yang dianjurkan tidak dikerjakan, maka diduga kuat dia pasti tidak akan mengerjakan (meninggalkan) pekerjaan yang dilarang.
Wajiba peningkatan dari Sunnah dan Makruh, dan Haram peningkatan dari Makruh, sedangkan Sunnah dan Makruh peningkatan dari Mubah atau Jaiz dapat digambarkan sebagai berikut.


















Dari uraian diatas nampak perbedaan konsep penilaian menurut Hukum Romawi yang melandasi hukum Barat pada umumnya. Dengan konsepsi hukum islam. Hukum islam mempunyai penilaian sunnah dan makruh. Sunnah sebagai pengaman wajib, sedangkan makruh sebagai pengaman haram. Kalau seseorang sudah membiasakan diri melakukan sunnah, maka ia tidak akan pernah meninggalkan keajibannya, sebaliknya kalau ia sudah biasa meninggalkan makruh, maka ia tidak akan pernah melakukan yang haram.
Perhatikan bagaimana Islam menganjurkan supaya jangan berduaan antara yang berlainan jenis Pria dan Wanita tanpa mahram (Khalwat). Hal itu dilarang dalam rangka menjauhi perbuatan Zina. Perhatikan pula Islam (Qur’an) menggunakan kata-kata jangan melakukan zina. Kita dianjurkan i’tikaf, dianjurkan salat awal waktu, slaat sunnah qabliyah yang semuanya nilainya sunnah, agar kita jangan lupa mengerjakan yang wajib yaitu shalat fardhu.
Dari perbedaan konsep itu, menimbulkan produk hukum yang berbeda. Umpamanya tentang pengertian dan sanksi hukum zina. Hukum barat memandang bahwa hubungan seks di luar nikah yang dilakukan oleh mereka yang sama-sama tidak sedang terikat perkawinan dengan orang lain adalah bukan zina, jadi bukan delik, tidak dapat dihukum, selama dilakukan tanpa paksaan dan tidak mengganggu ketertiban umum. Menurut hukum barat (termasuk yang dianut oleh KUHP dan BW) yang dikatakan zina adalah hubungan seksual di luar nikah yang dilakukan oleh mereka (atau salah satu dari mereka) yang sedang terikat perkawinan dengan orang lain. Perbuatan zina tersebut termasuk delik aduan (klachtendelik), artinya tidak secara otomatis bisa dituntut, apabila ada pengaduan dari pihak yang merasa dirugikan, yaitu suami atau istrinnya.
Konsep Islam berbeda dengan konsep hukum barat. Islam memandang bahwa setiap hubungan seks di luar nikah secara mutlak adalah terlarang. Hubungan seks di luar nikah, apakah dilakukan oleh mereka yang sedang terikat perkawinan dengan orang lain atau tidak, apakah dilakukan dengan sukarela atau tidakm perbuatan tersebut secara mutlak merupakan delik atau tindak pidana (jarimah hudud) yang diancam hukuman. Islam hanya membedakan ada zina muhshan (yang dilakukan oleh mereka yang sudah kawin), dan zina ghair muhshan (yang dilakukan oleh mereka yang belum kawin). Kedua jenis zina tersebut merupakan delik mutlak, bahkan delik aduan. Delik tersebut harus dituntut dan kalau terbukti harus dihukum, sekalipun tidak ada pengaduan dari pihak manapun (suami atau istri pihak lainnya).
Perbedaan hukum itu berawal dari perbedaan konsep tersebut. Islam menempatkan moral (akhlak) sebagai inti dari isi hukum, dan hal ini sebenarnya sesuai dengan naluri kemanusiaan. Justru itu maka sebutan orang yang suka melakukan seks di luar nikah (pelacur) adalah a susila, artinya orang yang tidak bersusila, tidak bermoral, tidak berperilaku baik dan pada dasarnya masyarakat membencinya.
Akhirnya kita dapat melihat, apabila hukum itu harus dilaksanakan atas dasar kesadaran dari tiap orang, maka sudah pasti sangat besar peranan moral dalam hukum tersebut. Kita mengehndaki, tidak adanya kejahatan seperti pembunuhan, korupsi, pencurian, zina dan perbuatan terlarang lainnya, harus dilandasi oleh sikap dan kesadaran setiap orang bahwa membunuh itu, bahwa korupsi itu, bahwa mencuri itu, bahwa zina itu dan bahwa semua perbuatan yang dilarang itu, adalah tidak baik, dan dilarang.
Dengan melihat uraian di atas makin nampaklah bahwa betapa besar peranan dan demikian erat hubungan moral dan hukum. Demikian juga betapa besar dan dominan peranan dan hubungan agama terhadap moral, sehingga sebenarnya standard of morality, itu tidak bisa dipisahkan dari norma agama.
Nabi bersabda, bahwa sesungguhnya aku diutus hanyalah menyempurnakan akhlak. Waktu istri nabi, ’Aisyah, ditanya apakah benarnya akhlak nabi itu ? Aisyah menjawab : Akhlak Nabi itu al-Qur’an.
Apabila ketaatan orang terhadap hukum, hanya sebatas taat dan tunduk kepada undang-undang atau peraturan saja, artinya tidak dilandasi oleh moral dan agama, maka ketaatannya tidak dilandasi kesadaran akan arti dan manfaat tersebut.
Namun kalau ketaatan itu dilandasi oleh nilai moral agama, maka ketaatannya akan keluar dari kesadaran dirinya (pengakuan batinnya). Bahwa hukum itu memang baik dan bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat, sebaliknya bahwa melanggar hukum itu tidak baik dan merugikan, baik bagi dirinnya maupun bagi masyarakat. Ketaatan kepada hukum bukan karena terpaksa, namun karena kesadaran bahwa hal itu merupakan kewajiban yang harus dilaksanakannya.
Di Indonesia kita harus bersyukur, bahwa eksistensi dan peran agama sudah diletakan pada kedudukan yang melandasi hukum tersebut. Penempatan Pancasila sebagai dasar negara dan sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Yang dijabarkan bahwa Negara Berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagaimana disebutkan dalam pasal 29 UUD 1945. penegasan tersebut membawa konsekuensi bahwa hukum yang berlaku di Indonesia, harus selalu didasarkan dan tidak boleh bertentangan, dengan nilai-nilai yang berlaku dalam norma agama yang dipeluk oleh Bangsa Indonesia.
Sir Alfred Denning menggambarkan hubungan hukum, moral dan agama dalam bukunya The Changing Law sebagai berikut : Without religion there can be no morality, and without morality there can be no Law. Tidak akan ada moral ranpa agama, dan tidak akan ada hukum tanpa moral.
Kemudian bagaimana ucapan Pangeran Charles yang mewakili Universitas Cambridge pada waktu menghadiri ulang tahun Universitas Harvard di Amerika Serikat, tentang peran agama pada abad teknologi sekarang ini. Di hadapan ribuan dosen, alumni dan mahasiswa, tokoh-tokoh politik dan sejumlah bekas Presiden, dia berkata : saya berdiri di sini meminta kepada Presiden Universitas, para Guru Besar, para sarjana maupun mahasiswa agar fungsi Universitas dijadikan benteng untuk menangkal akibat negatif dari teknologi canggih. Sekarang ini di seluruh dunia ada dua kekuatan yang sedang berhadapan, yaitu antara kekuatan moral dan teknologi. Kita tidak boleh membiakan teknologi meningkat terus kemajuannya tanpa dikendalikan, karena apabila terjadi demikian maka akan binasalah ummat manusia di bumi ini. Di antara dua kekuatan yang saling berhadapan ini harus ada yang menjembatani, yaitu agama, karena agama menuntut kita untuk selalu berpikir waras.





















BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Jadi prinsip-prinsip hukum islam adalah landasan yang menjadi titik tolak atau pedoman pemikiran kefilsafatan dan pembinaan hukum. Prinsip-prinsipnya adalah mengesakan Tuhan, manusia langsung berhubungan dengan Allah, keadilan bagi manusia, baik terhadap dirinya sendiri, maupun terhadap orang lain, persamaan diantara umat manusia, kemerdekaan, Amar Ma’ruf nahi munkar, tolong-menolong, toleransi, dan musyawarah. Ada tujuan hukum islam yang dirumuskan oleh Ibn Qayyim adalah ”Syariat bersendi dan berasas atas hikmat dan kemaslahatan manusia dalam hidupnya di dunia dan akhirat. Sari’at adalah keadilan rahmat, kemaslahatan dan kebijaksanaan sepenuhnya, keluar meyimpang dari kasih sayang menuju sebaliknya, keluar meyimpang dari kebijaksanaan, menuju kesia-siaan, bukanlah termasuk syari’at. Syari’at adalah keadilan Allah ditengah hamba-hambaNya, kasih sayang Allah dinatara mahluk – mahlukNya”.
Dengan demikian maka jelas bahwa tujuan diturunkannya hukum islam untuk kepentingan, kebahagian, kesejahteraan dan keselamatan umat manusia di dunia dan di akhirat kelak.












DAFTAR PUSTAKA


Usman Suparman, H. Prof, Dr, S.H, Hukum Islam, Jakarta : Gaya Media Pratama 2002, cet ke 2.



























RIWAYAT HIDUP


BIODATA PRIBADI
Nama Lengkap : Iva Fatmawati
Tempat Tanggal. Lahir : Pandeglang, 14 November 1989
Status : Single
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Indonesia
Golongan Darah : AB
Tinggi / Berat Badan : 160 / 50Kg

PENDIDIKAN TERAKHIR
• TK PERTIWI (1994-1996)
• SD KARATON 1 PANDEGLANG (1996-2002)
• SMP AL-AZHAR 11 SERANG (2002-2005)
• SMA 26 BANDUNG (2005-2008)
• Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (2008-sekarang)

PROPOSAL PTK SD KELAS 1

PROPOSAL


PENELITIAN TINDAKAN KELAS
“PENERAPAN METODE STORY TELLING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK DI SD KELAS 1”






Disusun Oleh :
Eka Widiyanti
NIM : 0601047068







PJJ S-1 PGSD
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH PROF. DR. HAMKA
2009

PROPOSAL
PENELITIAN TINDAKAN KELAS

I. JUDUL
“Penerapan metode Story Telling untuk Meningkatkan Kemampuan Menyimak di SD Kelas I”
II. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat fitrah bagi semua manusia, karena dengan pendidikan tingkat kemampuan manusia terhadap kesejahteraan akan terpenuhi, adanya pendidikan yang pertama kali dan ilmu dasar yang senantiasa selalu terdapat dalam setiap disiplin ilmu adalah ilmu bahasa, ilmu bahasa merupakan ilmu komunikasi bagi manusia.
Ilmu bahasa merupakan sebuah bidang studi / pembelajaran dasar dari setiap disiplin ilmu yang ada dalam kurikulum pendidikan di Indonesia karena bahasa memiliki peranan sentral dalam perkembangan intelektual, sosial dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi, pembelajaran bahasa diharapkan dapat membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya dan budaya orang lain, dapat mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut dan menemukan serta menggunakan kemampuan analistis dan imaginative yang ada dalam dirinya.
Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar (SD) diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan dan tulisan. Pada kenyataannya pembelajaran bahasa Indonesia khususnya di kelas 1 sering menghadapi kendala – kendala sehingga tujuan pembelajaran bahasa Indonesia kurang tercapai dengan maksimal.
Dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di kelas 1 mengalami kendala-kendala diantaranya kurang fokusnya perhatian siswa terhadap materi yang disampaikannya. Kurangnya keterampilan guru dalam penggunaan metode pengajaran serta kurangnya alat peraga penunjang keberhasilan.
Pembelajaran bahasa Indonesia yang terdiri dari 4 aspek yaitu membaca, menulis, berbicara, dan menyimak dalam penyampaiannya pada siswa kelas 1 di rasakan kesulitan. Dalam menyampaikan materi yang berhubungan dengan kemampuan menyimak ketika seorang guru kurang terampil menggunakan metode maka siswa kurang terfokus untuk memperhatikan materi yang disampaikan tersebut. Ketika seorang guru menyajikan sebuah cerita maka tujuan pembelajaran yang diarahkan adalah tentang kemampuan menyimak.
Dalam standar kompetensi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) untuk kelas 1 diharapkan dapat memahami bunyi bahasa, perintah, dan citra yang di lisankan karena bagi anak-anak sebuah cerita memiliki kekuatan untuk membuat anak-anak mudah menerima pelajaran yang terdapat didalamnya. Tetapi dalam kenyataannya siswa kerap jenuh ketika belajar dengan merasa tertekan karena penyampaian cerita yang menonton dan tidak menarik motifasi anak untuk lebih semangat dalam menyima cerita.
Melihat pentingnya sebuah metode untuk meningkatkan kemampuan menyimak maka penelitian ini dianggap penting untuk dilaksanakan, karena sekolah dasar merupakan proses pelaksanaan pendidikan tahap awal sehingga diperlukan proses yang tepat untuk mencetak generasi yang handal yang mempunyai sumber daya manusia yang terampil, kreatif dan aktif.
III. PERUMUSAN MASALAH
Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan dimasa mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik, sehingga peserta didik mampu menghadapi dan memecahkan permasalahan kehidupan yang diahdapinya. Berdasarkan hal tersebut maka penulis dapat mengangkat permasalahan yang berkenaan dengan judul penerapan metode story telling untuk menguatkan kemampuan menyimak di SD Kelas 1 sebagai berikut :
1. Apakah penerapan metode story telling pada pembelajaran bahasa Indonesia dapat meningkatkan kemampuan menyimak siswa ?
2. Apakah penerapan metode story telling dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran bahasa Indoensia ?
IV. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian terhadap masalah yang telah dirumuskan adalah :
1. Untuk menguatkan kemampuan menyimak melalui penerapan metode story telling.
2. Untuk berupaya meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran bahasa Indonesia melalui penerapan metode story telling.
V. MANFAAT HASIL PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan pola pembelajaran bahasa Indonesia khususnya dalam penggunaan metode story telling sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa, serta di harapkan dapat memberikan alternativ pola pembelajaran sesuai kondisi sekolah.
Melalui penelitian ini juga diharapkan dapat menemukan sesuatu yang bermanfaat bagi peneliti, guru, dan siswa.
1. Manfaat Bagi Peneliti
Dapat mengetahui kekurangan guru dan siswa dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia dalam menggunakan metode story telling. Sehingga dapat menguatkan kemampuan menyimak siswa.
2. Manfaat Bagi Guru
Sebagai bahan pertimbangan rekan-rekan guru bahasa agar lebih berpariasi dalam menggunakan metode mengajar yang tepat.
3. Manfaat Bagi Siswa
a. Meningkatkan pemahaman dalam pembelajaran menyimak pada bidang studi bahasa Indonesia.
b. Meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran
c. Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

VI. DEFINISI OPERASIONAL
Dalam melaksanakan penelitian ini peneliti mengambil judul
”Penerapan Metode Story Telling untuk Meningkatkan Kemampuan Menyimak pada Siswa SD Kelas 1 ”
Untuk mengantisipasi terjadinya kesalah pahaman dalam menafsirkan istilah, maka penulis berusaha menjelaskan istilah, maka penulis berusaha menjelaskan istilah penulisan karya ilmiah ini seagai berikut :
1. Metode story talling adalah paparan rekanan tentang kejadian atau aktifitas yang berhubungan dengan suatu tokoh dalam konteks tertentu yang secara keseluruhan rangkaian karakter dan kejadian ini membentuk satu alur yang utuh dan pengubahnya dimaksudkan sebagai hiburan dan sarana ajaran moral untuk mendidik anak ( lestari 2003 : 55 )
2. Menyimak adalah suatu kegitan yang sangat bergantung pada unsur yang mendukung sehingga tumbuhnya komunikasi dalam menyimak.
Unsur – unsur dasar dalam menyimak adalah pembicara, penyimak, bahansimakan, dan bahasa lisan yang digunakan.
Menyimak adalah memusatkan semua gejala jiwa (pikiran, perasaan, ingatan, dan perhatian) kepada salah satu objek (Isah chyani : 36).
Penelitian ini menggunakan tehnik penelitian tindakan kelas (PTK) PTK adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh guru di sekolahnya sendiri dengan jalan merancang, melaksanakan dan merefleksi tindakan-tindkaan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru sehingga pembelajaran siswa dapat ditingkatkan (Depdiknas : 2005).
VII. HIPOTESA
Sudjana (1995 : 37) menyatakan bahwa hipotesis adalah pendapat yang kebenarannya masih rendah atau kadar kebenarannya masih belum menyakinkan sehingga perlu diuji / dibuktikan kebenarannya secara empiris.
Menurut Ari Kunto (2006 : 71) hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap masalah penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Jenis pembelajaran bahasa Indonesia pada siswa kelas 1 SDN Cimanuk 2 menggunakan penerapan metode story telling maka akan menguatkan kemampuan menyimak.

Kamis, 06 Agustus 2009

PROPOSAL AGUSTUSAN.

PROPOSAL KEGIATAN
PERINGATAN HUT KEMERDEKAAN RI KE – 64






















WARGA RW 08 KARATON
KELURAHAN KARATON KECAMATAN MAJASARI KABUPATEN PANDEGLANG – BANTEN
2009


PROPOSAL KEGIATAN
DALAM RANGKA PERINGATAN HUT RI KE-64



I. PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Tema HUT RI ke-64: “Dengan Semangat Proklamasi 17 Agustus 1945, Kita Tingkatkan Kedewasaan Kehidupan Berpolitik dan Berdemokrasi serta Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional Menuju Indonesia yang Bersatu, Aman, Adil, Demokratis dan Sejahtera.”


I.2 MAKSUD DAN TUJUAN

I.2.1 Maksud
Adapun maksud diadakannya kegiatan ini adalah sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan YME dan kegembiraan dalam menyambut Hari Ulang Tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-64 pada tanggal 17 Agustus 2009.

I.2.2 Tujuan Kegiatan
Adapun tujuan diadakannya acara ini.
a. Mempererat tali silaturahmi antar sesama warga RT.01.02.03/RW08. Kelurahan Karaton Kecamatan Majasari Kabupaten Pandeglang – Banten.
b. Meningkatkan semangat juang dalam meraih prestasi diantara anak-anak Pemuda dan Pemudi.
c. Memupuk jiwa sportifitas dalam berlomba diantara anak-anak dan pemuda pemudi.
d. Memupuk semangat kebangsaan antar generasi untuk memperkuat ketahanan nasional menghadapi tantangan global.


I.3 DASAR KEGIATAN
Kegiatan ini dilaksanakan berdasarkan.
1. Pancasila sila ke-3, “Persatuan Indonesia”.
2. Petunjuk dan arahan bapak Ketua RW 08 tentang pelaksanaan kegiatan dalam rangka peringatan HUT RI ke 64 di tingkat RT di lingkungan RW 08 Kelurahan Karaton



II. ISI PROPOSAL

II.1 TEMA KEGIATAN
Kegiatan yang mengedepankan kebersamaan warga antar generasi serta kegiatan anak-anak yang bersifat mengembangkan daya kreatifitas, ketrampilan, ketangkasan dan sportifitas.

II.2 MACAM KEGIATAN
1. Acara syukuran HUT RI ke 64 , 17 Agustus 2009
a. Syukuran & Doa
b. Detil pelaksanaan akan ditetapkan kemudian

2. Perlombaan
a. Tingkat Anak-anak
b. Tingkat Dewasa.
c. Perlombaan akan ditetapkan kemudian

II.3 PESERTA
Seluruh warga RT. 01.02.03/RW08 Kelurahan Karaton Kecamatan Majasari Kabupaten Pandeglang – Banten.

II.4 WAKTU dan TEMPAT PELAKSANAAN
a. Perlombaan Anak – anak

Hari, tanggal : Senin, 17 Agustus 2009
Waktu : Pukul 07.30 WIB s.d. selesai
Tempat : Lapangan Bulutangkis RT.03/RW08
Kelurahan Karaton.

b. Perlombaan Dewasa
Hari, tanggal : Minggu, 9 – 16 Agustus 2009
Waktu : Pukul 19.30 WIB s.d. selesai
Tempat : Lapangan Bulutangkis RT03/RW08
Kelurahan Karaton.

II.5 SUSUNAN KEPANITIAAN
Penasehat : Bapak Ketua RW 08

Penanggung Jawab : Bapak Ketua RT. 01.02.03/RW 08

Bapak Ketua Pemuda RW. 08


II.6 JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN

Jadwal rinci pelaksanaan kegiatan akan ditetapkan dan diumumkan kemudian.
Panitia Pelaksana


Ketua Pelaksana : Sahrullah
Sekretaris : Ardhiyan Nugraha
Bendahara : Yayan Triyanti


Seksi-seksi

1. Seksi Acara Malam Hiburan
Koordinator : Ahmad Yani, S.Ag
Anggota : Dayat Ahdiat, S.Ag


2. Seksi Perlombaan Anak-Anak
Koordinator : Mahendro Suseno
Anggota : Ine Khaerunisa
Agus Prihanto
Ibu – ibu RW. 08

3. Seksi Perlombaan Tingkat Dewasa
Koordinator : Atun
Ending
Ahmad Jajuli
Yani

4. Seksi Umum & Dokumentasi
Koordinator : Nana Mulyana
Anggota : Ade Salman

5. Seksi Usaha
Koordinator : Jaja
Anggota Deden Muhadeni
Idham
6. Seksi Peralatan
Koordinator : Ma’mun
Nono
Seluruh Pemuda RW. 08 Ciekek Karaton.










ANGGARAN BIAYA YANG DIBUTUHKAN
PERINGATAN HUT RI KE-64




1. Transfor Panitia Rp. 150.000,-
2. Konsumsi Panitia Selama 10 hari Rp. 200.000,-
3. Hadiah / Trophy
 Bulutangkis Rp. 600.000,-
 Tenis Meja Rp. 600.000,-
 Takraw Rp. 500.000,-
 Catur Rp. 500.000,-
 Permainan Anak-anak Rp. 400.000,-
 Permainan Dewasa Rp. 350.000,-
4. Pengecatan Gapura Rp. 500.000,-
5. Lain-lain Rp. 150.000,
6. Hiburan Rp. 2.000.000,-
Jumlah Rp. 5.950.000,-
Terbilang : Lima Juta Sembilan ratus Lima Puluh Ribu Rupiah


III. PENUTUP

Demikian proposal ini kami buat. Kami mengharapkan dukungan dan partisipasi Bapak/Ibu. Semoga acara ini dapat terlaksana sebagaimana yang kita harapkan.

Atas perhatian dan kerjasama Bapak/Ibu, kami ucapkan terima kasih.










LEMBAR PENGESAHAN




Karaton, 03 Agustus 2009

PANITIA PELAKSANA
Ketua Pelaksana




SAHRULLAH Sekretaris




ARDHIYAN NUGRAHA

Menyetujui :

Ketua
RW. 08 Ciekek Karaton




ONI JAHRONI Ketua KABESDA
RW. 08 Ciekek Karaton




ENDING SAPUDIN

Selasa, 23 Juni 2009

PROFIL Manchester United

Profil Tim
MU : Tahun-tahun Awal (1878-1945)

MU berdiri tahun 1878 dengan nama Newton Heath L&YR F.C. Tak seperti mereka dikenal kini sebagai Setan Merah, MU pada awalnya memiliki seragam berwarna hijau dan emas.

Tahun 1982 klub tersebut mulai berpartisipasi di The Football League dan berubah menjadi perusahaan independent dengan mempekerjakan seorang sekretaris klub serta menanggalkan "L&YR" untuk mengubah namanya menjadi Newton Heath F.C..

Setelah sempat terancam bangkrut karena terlilit hutang sebesar 2.500 pounsetrling, klub tersebut akhirnya resmi mengubah nama menjadi Manchester United pada 26 April 1902. Manchester Central dan Manchester Celtic adalah dua opsi yang sebelumnya sempat tercetus untuk menjadi nama baru klub. Di tahun yang sama manajemen klub memutuskan meninggalkan seragam lama dan beralih ke warna merah dan putih untuk seragam mereka.
MU promosi ke Divisi Satu pada musim 1906-07 dan memenangi title pertama mereka setahun berselang. Sukses MU berlanjut dengan diraihnya tropi pertama FA Cup dan Charity Shield berturut-turut di tahun 1908 dan 1909. Setelah kembali memenangi Divisi Satu di tahun 1910–11 serta Charity Shield pada 1911, MU mengalami salah satu masa terburuk dengan gagal menjuarai divisi utama selama 41 tahun. MU beberapa kali bolak-balik ke divisi dua
Era Busby (1945-1969)
Tahun 1945 MU mengontrak Matt Busby sebagai manajer. Saat itu Busby menjalankan peran yang tak umum karena dia punya wewenang untuk memilih timnya sendiri, menentukan pembelian pemain sekaligus menentukan sesi latihan pemain. Karena metode tersebut, Busby kehilangan pekerjaannya di Liverpool, namun MU memutuskan untuk mencoba pendekatan tersebut.
Bersama Busby MU finis di posisi dua tahun 1947, 1948 dan 1949 serta memenangi Piala FA tahun 1948. Dia juga mengakhiri penantian MU akan title juara Divisi Utama dengan memberi gelar juara di tahun 1952. Busby bisa dibilang menjadi pencetus pemakaian pemain muda di skuad senior saat dia mempromosikan pemain belia. Kebijakan tersebut sempat membuat MU tergusur ke posisi delapan pada musim 1953, namun di tahun 1956 kembali jadi juara Divisi utama dengan skuad yang rata-rata berusia 22 tahun dan mencetak total 103 sepanjang kompetisi.
Dari sinilah kemudian muncul istilah Busby Babes. Total lima gelar Divisi Utama, dua Piala FA, lima gelar juara Charity Shield, dan satu tropi Liga Champions berhasil diraih MU bersama Busby. Perjalanan Busby Babes tak selamanya mulus karena mereka sempat mengalami musibah terkelam dalam sejarah klub saat terjadi kecelakaan pesawat di Munich yang mengakibatkan delapan pemain MU meninggal dunia pada 6 Februari 1958. Tapi Busby kemudian mampu membangun kembali MU dan bahkan mengantar klub tersebut memenangi tropi Liga Champions pertamanya di tahun 1968
Era Sir Alex Ferguson (1986-sekarang)
Setelah Busby memutuskan pensiun tahun 1969, MU kesulitan mencari pelatih yang mampu memberi mereka sukses serupa. Jadilah Setan Merah kembali mengalami salah satu periode terburuk perjalanan sejarah mereka saat mereka terdegradasi di pertengahan tahun 1970.
Meski sempat memenangi tiga Piala FA dan dua tropi Community Shield, MU baru benar-benar merasakan lagi masa kejayaannya setelah Sir Alex Ferguson datang di tahun 1986. Namun pelatih yang didatangkan dari Arbedeen untuk mengganti Ron Atkinson itu juga butuh empat tahun untuk memberi gelar pertama di Piala FA dan enam tahun untuk mempersembahkan title juara Premier League.
Setelah sempat terancam dipecat tahun 1990, Fergie mulai menancapkan cakarnya dengan mengantar MU meraih tropi pertamanya di Eropa sejak 1968 dengan menjuarai Piala Winners di tahun 1991. Kemenangan tersebut kemudian mengantar MU memenangi tropi UEFA Super Cup di tahun yang sama. Tahun 1992, MU akhirnya kembali menjuarai Divisi Utama Liga Inggris untuk kali pertama sejak 1966-67.
Masa keemasan MU dimulai saat mengontrak Peter Schmeichel di tahun 1991, Erick Cantona tahun 1992 dan menyusul Roy Keane semusim berselang. MU juga mengukir sejarah saat meraih dobel gelar pertamanya tahun 1994 dengan menjuarai Liga Inggris dan Piala FA.
Gagal meraih satupun gelar di musim 1994-95, Fergie mengubah skuadnya dengan menjual nama besar dan pemain senior seperti Paul Ince, Andrei Kanchelkis dan Mark Hughes serta menggantinya dengan pemain muda macam David Beckham, Gary dan Phill Nevile, serta Paul Scholes.
Selanjutnya perjalanan sejarah MU diwarnai pesta perayaan diraihnya tropi juara serta meningkatnya status mereka sebagai klub terkaya di dunia dengan jumlah pendukung yang juga luar biasa. Tahun 1999 mereka jadi pusat perhatian dunia setelah meraih treble winners dengan menjuarai Liga Inggris, Piala FA dan juga Liga Champions.
MU kemudian menjadi penguasa Liga Inggris dengan tak sekalipun mereka gagal jadi juara dalam kurun tiga tahun lebih. Puncak klasemen yang diraih pada penghujung musim 2008/09 bahkan membawa mereka menyamai rekor Liverpool sebagai klub dengan title juara Liga terbanyak.
Fergie juga berhasil membawa MU menaklukkan Eropa untuk kali kedua di tahun 2008, setelah mengalahkan Chelsea di final. Namun tahun ini kisah manis serupa gagal terulang karena gentian mereka yang bertekuk lutut di final karena ditumbangkan Barcelona 0-2.

Gelar Juara MU
Domestik
Liga Premier League: 11
1992–93, 1993–94, 1995–96, 1996–97, 1998–99, 1999–2000, 2000–01, 2002–03, 2006–07, 2007–08, 2008–09

Divisi Satu: 7
1907–08, 1910–11, 1951–52, 1955–56, 1956–57, 1964–65, 1966–67

Divisi Dua: 2
1935–36, 1974–75

Piala
FA: 11
1909, 1948, 1963, 1977, 1983, 1985, 1990, 1994, 1996, 1999, 2004

Piala Liga: 3
1992, 2006, 2009

FA Charity/Community Shield: 17 (4 gelar bersama)
1908, 1911, 1952, 1956, 1957, 1965*, 1967*, 1977*, 1983, 1990*, 1993, 1994, 1996, 1997, 2003, 2007, 2008 (* gelar bersama)

Eropa
Piala Champions/Liga Champions: 3
1968, 1999, 2008

Piala Winers: 1
1991

Piala Super UEFA: 1
1991

Dunia
Piala Intercontinental: 1
1999

Kejuaraan Dunia Antarklub: 1
2008

Senin, 15 Juni 2009

MAKALAH PRINSIP DASAR UMUM PERILAKU BELAJAR

BAB I
PRINSIP DASAR UMUM PERILAKU


A. Peran, Tugas Dan Tanggung Jawab Seorang Guru Sebagai Pendidik Dan Pengajar
1. Arti Pendidikan
Pendidikan dalam arti yang luas adalah mencakup seluruh proses hidup dan segenap bentuk interaksi individu lingkungannya, baik secara formal, non formal, dalam rangka mewujudkan dirinya sesuai dengan tahapan tugas perkembangannya secara optimal, sehingga ia mencapai suatu taraf kedewasaan tertentu.
Dari uraian diatas bahwa pendidikan untuk mencapai kedewasaan maka berikut akan diuraikan tentang ciri-ciri manusia dewasa.
1) Dewasa jasmani, apabila pertumbuhan jasmani sudah berhenti, mencapai pertumbuhan yang optimal dan telah masak untuk mengadakan keturunan.
a. Perkembangan alat kelamin primer
b. Perkembangan alat kelamin sekunder
c. Perkembangan alat kelamin tersier
2) Dewasa Rohani. Apabila anak telah dapat menyesuaikan diri dengan aspek-aspek :
a. Sosiologis
b. Psikologis
c. Karakterologis
d. Paedagogis
e. Yuridis
2. Tugas Seorang Guru
a. Perencanaan (planner)
b. Pelaksan (organizer)
c. Penilai (evaluator)
d. Pembimbing (Teacher-conselor)

B. Konsep Dasar dan Mekanisme Perilaku Manusia
Terdapat berbagai cara dalam mendefinisikan dan menjelaskan tentang konsep dasar dan mekanisme perilaku manusia. Adanya variasi tersebut diwarnai oleh dasar pandangan dan falsafahnya. Dua diantara sekian banyak aliran yang dominan pengaruhnya terhadap dunia pendidikan dewasa ini adalah aliran : psikologi holisme dan behaviorisme.
Pandangan holistik menekankan bahwa perilaku itu bertujuan, yang berarti aspek instrinsik (niat, tekad, azzam) dari dalam individu merupakan faktor penentu yang penting untuk melahirkan perilaku tertentu meskipun tanpa adanya perangsang (stimulasi) yang datang dari lingkungan (naturalis).

C. Taksanomi Perilaku Manusia
Kalau perilaku mencakup segenap pernyataan hidup organism maka betapa banyaknya kata-kata yang harus digunakan untuk mendeskripsikannya, untuk keperluan hal ini, jelas perilaku suatu sistematikan pengelompokkannya berdasarkan pola kerangka berpikir (conceptual framework) tertentu, yang kita sebut sebagai taksanomi.

D. Peranan dan Pengaruh Pendidikan Terhadap Perubahan dan perkembangan Perilaku dan Pribadi Manusia.
Norma-norma ini merupakan seperangkat pengetahuan, fakta, sistem niolai, prosedur dan teknik, sikap-sikap ethis, estetis, sosial, ilmiah, religius, serta keterampilan dan kemahiran gerakan, tindakan pembicaraan dan sebagainya, yang ruang lingkup dan urutannya disusun berdasarkan tahapan perkembangan sesuai dengan konteks, jenis lingkungan pendidikan yang bersangkutan dan sekaligus pula merupakan perangkat kriteria keberhasilan.













BAB II
PENGERTIAN SUMBER DAN PENGGOLONGAN
MOTIVASI PERILAKU MANUSIA


A. Pengertian Motivasi
Berdasarkan di atas bahwa motivasi adalah pendorongan suatu usaha yang didasari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.

B. Penggolongan Motif
1. Motif Primer
a. Dorongan fisiologis
b. Motif umum
2. Motif Sekunder (secondary motive) menunjukan kepada amotif yang berkembang dalam arti individu karena pengalaman dan dipelajari.
a. Takut yang dipelajari (learnied fears)
b. Motif-motif sosial (ingin diterima, dihargai, conformatis, aliansi persetujuan, status, merasa aman dan sebagainya)
c. Motif-motif objektif dan interest (eksplorasi, manipulasi, minat)
d. Maksud (puposes) dan aspirasi
e. Motif berprestasi (achievement motive)

C. Hubungan Motif dengan Minat
The will to live sering dikatakan motif pokok dari semua mahluk, bagi manusia tidak semata-mata merupakan keinginan, untuk tetap hidup (tidak sakit atau mati) tetapi merupakan juga keinginan untuk hidup dalam hubungannya yang aktif dengan lingkungannya.
Motif-motif objektif menyatakan diri dalam kecendrungan-kecendrungan umum untuk menyelidiki (to explore) dan mempergunakan manipulate lingkungan.

D. Fungsi Minat
Setiap motif itu bertalian erat dengan suatu tujuan, suatu cita-cita. Makin berharga tujuan itu bagi yang bersangkutan, makin kuat pola motifnya. Jadi motif itu sangat bergunabagi tindakan/perbuatan seseorang. Fungsi dari motif-motif itu ialah :
1. Motif itu mendorong manusia untuk berbuat/bertindak
2. Motif itu menentukan arah perbuatan
3. Motif itu menyeleksi perbuatan kita

E. Motif dan Motivasi
Dapat dijelaskan bahwa motif menunjukan suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau bertindak melakukan sesuatu. Sedangkan motivasi adalah “Pendorongan”, suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak.

BAB III
KONSEP DASAR BELAJAR MENGAJAR


A. Konsep Dasar Umum Tentang Proses Belajar Mengajar
Hal-hal yang berkaitan dengan proses belajar mengajar :
1. Siswa
2. Tujuan yang diharapkan
3. Guru
Pengertian proses belajar mengajar ialah sebagian suatu rangkaian interaksi antara siswa dan guru dalam rangka mencapai tujuannya.

B. Konsep Dasar Perilaku Belajar
1. Pengertian Belajar
Konsep belajar itu selalu menunjukan kepada suatu proses perubahan perilaku/pribadi seseorang berdasarkan praktik, atau pengalaman tertentu, hal ini menurut kalangan ahli psikologi.
2. Beberapa Karakteristik Perilaku Belajar
a. Perubahan itu intensional
b. Perubahan itu positif
c. Perubahan itu efektif
3. Makna Manifestasi Belajar
Perubahan belajar ialah perubahan perilaku dan pribadi, namun mengenai bagaimana manifestasinya masih tetap merupakan masalah yang mengundang interprestasi yang paling fundamental yang terletak pada dasar pandangan yang dipergunakannya.

C. Tahapan-tahapan Proses Belajar
1. Proses belajar mengajar dalam konteks S-O-R
2. Proses belajar dalam konteks : What-Why-How


















BAB IV
DASAR – DASAR PERUMUSAN TUJUAN DAN EVALUASI
BELAJAR MENGAJAR


A. Prosedur Perumusan Tujuan dan Pengembangan Instrumen Evaluasi Belajar Mengajar.
1. Pola dasar umum prosedur pengembangan sistem instruksional (PPSI)
Hasil evaluasi harus dapat diandalkan untuk menimbang taraf keberhasilan proses belajar mengajar, maka konsekuensinya, sedapat mungkin tujuan (objektivies) itu dapat dideteksi dan diamati (observable) dapat diukur (measurable).
2. Prosedur Pengembangan Lebih Lanjut
Focus pembahasan lebih lanjut dalam unit ini ialah masalah perumusan tujuan dan pengembangan instrumen evaluasi akan dilakukan dalam paragrafh berikutnya. Sedangkan pembahasan mengenai aspek-aspek instruksional lainnya akan dibahas dalam unit yang lain.

B. Prosedur Dasar Penjabaran Tujuan dan Pengembangan Evaluasi Belajar Mengajar.
1. Strategi dasar penjabaran tujuan belajar mengajar
2. Strategi dasar pengembangan evaluasi belajar mengajar

C. Jenis Prosedur Pengembangan Kriteria dan Instrumen Evaluasi Belajar Mengajar yang Memadai.
1. Jenis-jenis instrumen evaluasi belajar mengajar
Jadi, yang harus menjadi fokus pembahasan sekarang ialah bagaimana teknik dan lebih khusus lagi apa instrumen yang dapat digunakan untuk mengungkapkan hasil belajar mengajar tersebut.
2. Kriteria dan Prosedur Pengembangan Instrumen Evaluasi
a. Kriteria kebaikan instrumen evaluasi
Alat ukur prestasi belajar tersebut harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1) Memiliki taraf ketepatan (validity) yang memadai
2) Memiliki taraf kemantapan sehingga hasil pengkurannya dapat dipegang atau dipercayai (reliability)
3) Memiliki kepraktisan (practiciality)
4) Memiliki keampuhan (effectiveness)
b. Prosedur Pengembangan Instrumen Evaluasi
1) Kembangkan suatu model kerangka dasar ini hendaknya benar-benar dipertimbangkan demi terpenuhinya minimal criteria pertama (validitas) dan keempat (dan pembeda keampuhan) seperti diterangkan di atas.
2) Tulislah butir-butir soal sesuai dengan kerangka dasar instrumen yang telah dikembangkan.
c. Organisasikan keseluruhan perangkat butir soal menjadi sebuah instrumen yang teratur
d. Coba atau gunakanlah setiap paduan

D. Nilai Hasil / pengukuran Hasil Belajar Mengajar
1. Penilaian (Scoring) test objektif
2. Penilaian test uraian atau essay

E. Pengujian Kebaikan Instrumen
1. Pengujian Validitas
2. Pengujian reliabilitas
3. Pengujian Daya Pembeda atau Keampuhan
4. Pengujian Homoginetas dan Integritas (Internal Consitency) dari keseluruhan perangkat soal dalam suatu alat ukur

F. Konsep Dasar Strategi Belajar Mengajar
Secara umum yang dimaksud dengan strategi adalah suatu garis besar haluan bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, sasarannya yaitu mewujudkan dan mengevaluasi tujuan-tujuan pendidikan dengan mengguraikan instrumen yang telah dikembangkan.






BAB V
DIAGNOSITIK KESULITAN BELAJAR


A. Konsep Dasar Diagnostik Kesulitan Belajar
1. Pengertian Diagnosis
Menurut Thorndike dan Hagen, diagnosis dapat diartikan sebagai berikut :
a. Upaya atau diagnosis menemukan kelemahan atau penyakit apa yang dialami oleh seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang seksama mengenai gejala-gejalanya (symptons)
b. Studi yang seksama terhadap fakta tentang suatu hal untuk menemukan karakteristik atau kesalahan-kesalahan dan sebagainya yang essensial
c. Keputusan yang dicapai setelah dilakukan suatu studi yang seksama atas gejala-gejala atau fakta tentang suatu hal.
2. Pengertian Kesulitan Belajar
a. Siswa dikatakan gagal apabila dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan minimal dalam pelajaran tertentu, seperti yang telah ditetapkan oleh orang dewasa atau guru.
b. Siswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi yang semestinya.
c. Siswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak dapat mewujudkan tugas-tugas perkembangan, termasuk penyesuaian sosial dengan pola organismenya pada fase perkembangan tertentu.
d. Siswa dikatakan gagal kalau yang bersangkutan tidak berhasil mencapai tingkat penguasaan yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan pada tingkat pelajaran berikutnya.
3. Diagnostik Kesulitan Belajar
Diagnositik kesulitan belajar didefinisikan sebagai suatu proses upaya untuk memahami jenis dan karakteristik serta latar belakang kesulitan-kesulitan belajar dengan menghimpun dan mempergunakan berbagai data / informasi selengkap atau seobjektif mungkin sehingga memungkinkan untuk mengambil kesimpulan dan keputusan serta mencari alternative kemungkinan pemecahannya.

B. Mengidentifikasi Kasus Kesulitan Belajar
1. Menandai siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar
2. Melokalisasi faktor kesulitan (permasalahan)
3. mengidentifikasi faktor penyebab kesulitan belajar
4. Mengambil kesimpulan dan membuat rekomendasi pemecahannya.





BAB VI
KONSEP DASAR PENGAJARAN REMEDIAL


A. Konsep Dasar Pengajaran Remedial (Remedial Teaching)
Pembelajaran remedial pada dasarnya bagian dari pembelajaran secara keseluruhan, untuk mencapai pendidikan telah ditetapkan. Dalam pelaksanaannya tidak semua siswa mencapai ketuntasan dalam belajar. Artinya, ada siswa yang tidak mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan pembelajaran yang bisa dilaksanakan. Untuk memberikan kesempatan kepada siswa yang ”terlambat” mencapai ketuntasan menguasai materi pembelajaran diadakan pembelajaran, yaitu pembelajaran remedial (remedial teaching).

B. Prosedur Pengajaran Remedial dengan Beberapa Asumsi yang Mendasarinya.
1. Prosedur Pelaksanaan pengajaran Remedial
Untuk jelasnya, setiap langkah kita deskripsikan fungsi, tujuan / sasaran, dan kegiatannya sebagai berikut :
a. penelaahan kembali kasus dengan permasalahannya
b. Menentukan alternatif pilihan tindakan
c. Layanan bimbingan dan konseling / psikoterapi
d. Melaksanakan pengajaran remedial
e. Mengadakan pengukuran prestasi belajar kembali
f. Mengadakan evaluasi dan rediagnostik
g. Remedial pengayaan dan atau pengukuran (tambahan)
2. Beberapa asumsi yang mendasari prosedur pengajaran remedial
Secara umum dapat dikatakan bahwa pengembangan prosedur system pengajaran remedial didasari oleh pokok-pokok pikiran yang berlaku untuk prinsip belajar tuntas.
3. Beberapa strategi dan teknik pendekatan pembelajaran remedial
a. Strategi dan teknik pendekatan pengajaran remedial yang bersifat kuratif
b. Strategi dan pendekatan yang bersifat praventif
4. Evaluasi Pengajaran Remedial
a. Tujuan Evaluasi
b. Perangkat kriteria kebaikan suatu model strategi dan atau teknik pendekatan pengajaran remedial.

Senin, 08 Juni 2009

मकलाह एकोनोमइ MAKRO

MAKALAH

TENTANG TEORI KLASIK-JOHN STUART MILL

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat Mata Kuliah Ekonomi Makro






Disusun oleh :
Epa Wijaya Ningsih
080345
Akuntansi 2/A
No absen :13




UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
FAKULTAS EKONOMI
SERANG-BANTEN
2009
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt. yang telah mengaruniakan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Salawat dan salam selalu kita limpahkan kepada junjungan kita, Nabi besar Muhammad saw. Mudah-mudahan kita mendapat safaatnya.
Makalah ini bertema “teori ekonomi klasik liberal yang dianut oleh John Stuart Mill”. Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas pengantar ekonomi makro.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah bersedia bekerjasama dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kekurangan, Oleh karena itu penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga dapat dijadikan sebagai suatu masukan untuk perbaikan makalah selanjutnya. Akhirnya penulis hanya dapat berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pihak dan mendapatkan nilai maksimal.
Amien.

Serang, Mei 2009
Penyusun








DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………….………………………...………….. i
DAFTAR ISI………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Asal terbentuknya teori Klasik…………………………………………... 1
1.2 Kegunaan teori Klasik…………………………………………………… 1
1.3 Biografi John Stuart Mill………………………………………………… 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Teori Klasik……………………………………………………………… 6
2.2 Rumus Pertumbuhan Ekonomi………………………………………….. 9
2.3 Syarat PDB (Produk Domestik Bruto) …………………………………. 9
2.4 Asumsi tentang Pembangunan Ekonomi………………………………… 10
2.5 Kasus dari peningkatan kesejahteraan…………………………………… 10
2.6 Kelebihan dan kelemahan dari teori klasik……………………………… 10
BAB III PENUTUP
3.1 Saran…………………………………………………………………….. 12
3.2 Kesimpulan ……………………………………………………………… 12
DAFTAR PUSTAKA 14




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Asal terbentuknya teori klasik
John Stuart Mill (1806 - 1873 ) salah seorang ekonom yang hidup pada masa keemasan pemikiran ekonomi aliran klasik, sebelum lahir pandangan J.M. Keynes, menentang pihak-pihak yang menuduh ilmu ekonomi sebagai : "llmu yang menyedihkan dan muram (dismal science)". Tindakan yang semata-mata diarahkan karena ilmu ekonomi, pada masa itu, sangat bersandar pada paham "LAISSEZ FAIRE", persaingan bebas. Semua diarahkan pada "mekanisme pasar" yang tidak memerlukan adanya campur tangan Pemerintah. Kekuatan pasar yang akan mengatur proses akumulasi, distribusi dan alokasi dari sumber-sumber yang ada pada masyarakat. Bahkan "Pasar" pula yang akan menentukan harga sebagai indikator proses tawar menawar yang wajar. Hanya "Kebebasan" pasar tersebut pertu diberi sentuhan yang lebih manusiawi. Oleh karenanya dalam "Principles of Political Economy With Some of Their Applications to Social Philosophy (1848)", J.S. Mill tidak terlalu kaku dengan campur tangan pemerintah dalam perekonomian. Suatu pandangan yang amat berbeda dengan pemikiran para ekonom aliran klasik yang sedang berjaya pada saat itu. Campur tangan Pemerintah dalam bentuk peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang dapat membawa kearah peningkatan efisiensi dan penciptaan iklim yang lebih baik, tetap diperlukan. Jadi, walaupun J.S. Mill hidup dan berpikir pada masa klasik, pandangannya bersentuhan dengan ungkapan J.M. Keynes. Pengambil keputusan memang bukan berasal dari para pengamat yang mahir berbicara dan berdebat. Bila tidak ingin menjadi "ekonom yang menyedihkan dan muram", agaknya anjuran J.S. Mill perlu dipertimbangkan kembali.

1.2 Kegunaan teori Klasik
Pandangan Mill mengenai akumulasi modal, hasil yang semakin berkurang, pertumbuhan penduduk,dan peranan terbatas pemerintah, dapat diterapkan di negara terbelakang.
Laju akumukasi modal dapat di tingkatkan dengan meningkatkan sisa hasil usaha dan dengan memperkuat kecenderungan menabung. Itulah cara-cara pemecahan yang dapat di terapkan untuk meningkatkan laju akumulasi modal di negara terbelakang.
Lahan di Negara terbelakang terbatas luasnya dan tidak ada perbaikan teknologi yang di lakukan pada lahan. Karena itu,hukum mengenai hasil yang semakin berkurang berjalan secara penuh sehingga produktivitas lahan rendah. Mill tidak hanya mengungkapkan berlakunya hukum tersebut tetapi juga menganjurkan dilakukannya perbaikan teknologi pada lahan sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas. Anjuran ini di terima sebagai prinsip pokok pembangunan ekonomi di Negara terbelakang.
Mill percaya pada teori kependudukan yang di kemukakan Malthus. Bedanya, dia lebih menekankan pengendalian penduduk melalui pembatasan kelahiran dari pada sekedar melalui pengekangan moral. Pengalaman Negara terbelakang membuktikan bahwa teori Malthus dapat di terapkan dan penduduk dapat di kendalikan hanya dengan pelaksanaan pembatasan kelahiran sebagaimana di anjurkan mill.
Mill adalah seorang penganut paham perdagangan bebas dan percaya pada kebijaksanaan laissez-faire. Peranan pemerintah hendaknya dikurangi sampai batas yang minimum. Tetapi apa pun campur tangan pemerintah itu mill mengharapkan peranan tersebut dapat diterapkan sepenuhnya di Negara terbelakang. Dia menganjurkan dilakukannya perbaikan redistribusi pemilikan sarana produksi melalui langkah seperti batas minimum luas tanah, hak milik petani, pembagian laba, dan kerja sama. Langkah tersebut sangat relevan dengan keadaan Negara terbelakang yang di dalamnya terkandung ketimpangan pendaoatan dan kesejahteraan. Demikian pula, mill menyarankan adanya perbaikan kerangka kelembagaan pasar. Karena Negara terbelakang di cekam oleh ketidaksempurnaan pasar, maka perbaikan susunan kelembagaan pasar ini merupakan langkah yang penting. Tidak kalah pentingnya, penekanan pada wajib belajar dan pengurangan jam kerja buruh adalah benar, seperti yang dia tulis dalam bukunya principles (1848). Di dalam kenyataan, tidak mungkin ada pembangunan di Negara terbelakan tanpa memberikan peranan kepada pemerintah, betapapun kecilnya.

1.3 Biografi John Stuart Mill

John Stuart Mill lahir pada tanggal 20 Mei 1806 di Pentonville daerah London. Ia adalah anak tertua dari seorang filsuf dan sejarawan yaitu James Mill. John Stuart telah dididik oleh ayahnya, dengan bantuan dan nasihat dari Jeremy Bentham dan Francis Place. Dia dididik dengan asuhan yang sangat ketat. Ayahnya, ikut Bentham dan penganut dari associationism, hal ini bertujuan untuk menciptakan sebuah anak genius intelek yang akan membawa pada jalan utilitarianism dan pelaksanaannya setelah ia dan Bentham telah meninggal.
Sebenarnya Mill adalah seorang anak kecil biasa. Pada usia tiga tahun dia belajar di Yunani. Pada usia delapan tahun ia membaca Aesop's Fables, Xenophon 's Anabasis, dan seluruh Herodotus, dan telah berkenalan dengan Lucian, Diogenes Laërtius, Isocrates. Ia juga membaca banyak sejarah dalam bahasa Inggris dan telah belajar aritmatika.
Pada usia delapan tahun ia mulai belajar bahasa Latin, Euclid, dan Aljabar. Hal yang paling utama adalah membaca sejarah, tetapi ia diajarkan bahasa Latin dan Yunani oleh penulis dan pada usia sepuluh tahun dapat membaca Plato dan Demosthenes dengan mudah. Ayahnya juga berpikir bahwa itu adalah penting untuk Mill belajar puisi. Salah satu awal dari puisi komposisi Mill merupakan yang Iliad. Dalam waktu luang, ia juga senang membaca tentang ilmu alam dan novel populer, seperti Don pemurah dan Robinson Crusoe.
Sejarah ayahnya telah diterbitkan di Indonesia pada tahun 1818. Setelah itu, sekitar usia dua belas tahun, Mill mulai belajar dari studi pendidikan logika. Pada tahun berikutnya ia telah diperkenalkan kepada politik ekonomi dan belajar pada Adam Smith dan David Ricardo dengan ayahnya, mereka akhirnya menyelesaikan ekonomi klasik melihat dari faktor-faktor produksi. Mill belajar ekonomi dari comptes rendus untuk membantu ayahnya dalam menulis Elements of Political Economy, yang menjadi buku terkemuka eksposisi dari doktriner Ricardian ekonomi. Ricardo adalah seorang teman dekat dari ayahnya.
Pada umur empat belas tahun, Mill tinggal satu tahun di Perancis dengan keluarga Sir Samuel Bentham. Dia melihat pemandangan gunung yang kekal dan menyebabkan rasa untuk lanskap gunung. Hidup yang ramah dan cara hidup di Perancis juga meninggalkan kesan mendalam. Dalam Montpellier, ia menghadiri kursus musim dingin di kimia, zoology, logika dari Faculté des Ilmu, serta mengambil kursus matematika yang lebih tinggi. Ia tinggal di Paris selama beberapa hari di rumah Jean-Baptiste Say, seorang teman dari ayah Mill. Dia sering bertemu dengan pemimpin partai Liberal, serta tokoh lainnya Parisians, termasuk Henri Saint-Simon.
Pada usia dua puluh tahun ia menderita gangguan saraf. Meskipun demikian, depresi ini akhirnya mulai menghilang, karena ia mulai mencari hiburan di Mémoires dari Jean-François Marmontel dan puisi dari William Wordsworth.
Mill menolak untuk belajar di Universitas Oxford atau Universitas Cambridge, karena ia menolak untuk mengambil Anglikan pesanan dari "setan putih".
Namun ia mengikuti ayahnya bekerja untuk British East India Company sampai 1858.
Pada tahun 1851, Mill menikahi Harriet Taylor. Taylor memberikan pengaruh yang baik pada pekerjaan Mill. Hubungannya dengan Harriet Taylor Mill dikuatkan oleh advokasi dari hak-hak perempuan. Taylor meninggal pada tahun 1858 setelah mengembangkan parah lung kongesti.
Antara tahun 1865-1868 menjabat sebagai Tuan Mill Rektor Universitas St Andrews. Selama periode yang sama, 1865-8 dia adalah seorang Anggota Parlemen untuk Kota Westminster dan sering dikaitkan dengan Partai Liberal. Selama menjabat sebagai MP, Mill advocated easing dengan beban di Irlandia, dan menjadi orang pertama di Parlemen untuk panggilan bagi perempuan yang diberi hak suara. Mill menjadi pendorong yang kuat dari hak-hak perempuan seperti reformasi politik dan sosial sebagai perwakilan proporsional, serikat buruh, peternakan dan koperasi. Pada tahun 1869, ia berpendapat para perempuan untuk diberikan hak suara. Pertimbangan di dalam Perwakilan Pemerintah, Mill memanggil berbagai reformasi dan Parlemen voting, khususnya perwakilan proporsional, yang Single Vote dipindahtangankan, dan perpanjangan hak pilih. Dia bapak permandian ke Bertrand Russell.
Dia meninggal di Avignon, Perancis, pada 1873. Lima orang datang ke pemakaman. Dan Mill dikuburkan bersama istrinya.


























BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori klasik
Dari semua ahli ekonomi klasik, Mill bersifat unik karena ia membangun suatu teori yang membicarakan hampir semua faktor yang penting bagi pembangunan ekonomi pada masa kini. Dia menekankan pentingnya faktor seperti tingkat tabungan, tingkat laba, tingkat akumulasi modal, kemajuan teknologi, distribusi yang adil, perluasan perdagangan luar negeri, perubahan kelembagaan, dan lain-lain.
Peningkatan kesejahteraan hanya mungkin, bila tanah dan modal mampu meningkatkan produksi lebih cepat di banding angkatan kerja, menurut mill laju akumulasi modal tergantung pada:
1. Jumlah dana yang dapat menghasilkan tabungan atau besarnya sisa hasil usaha,
2. Kuatnya kecenderungan untuk menabung.
Karena tabungan tergantung pada besarnya sisa hasil usaha, maka tabungan tersebut naik bersama naiknya laba dan sewa yang di pakai untuk membuat sisa hasil usaha itu. Pada sisi lain kuatnya kecenderungan menabung tergantung pada; (a) tingkat laba, (b) keinginan untuk menabung atau apa yang di sebut mill sebagai “ keinginan efektip untuk mengakun\mulasi modal“. Dalam suatu perekonomian menurut mill, tingkat laba akhirnya cenderung akan menurun karena hasil yang semakin berkurang di sektor pertanian dan bertambahnya penduduk. Akan tetapi penurunan laba dapat di cegah dengan sejumlah faktor antar lain :
1. Kerugian modal pada masa krisis,
2. Perbaikan teknik,
3. Perkembangan perdagangan luar negeri,
4. Pinjaman pemerintah untuk mengeluarkan yang tidak produktif, dan
5. Mengkspor modal ke Negara jajahan untuk memproduksi barang konsumsi guna keperluan negara asal.
Apakah keadaan stasioner akan terjadi, menurut mill keadaan itu akan segera terjadi sebagai akibat dari pembangunan yang tidak dapat di lakukan dalam waktu yang tidak terbatas. Menurut Mill, kelima faktor diatas hanya mungkin muncul bila dengan kenaikan jumlah kelas pekerja malalui kebiasaan “ berhemat dan pendidikan “.
Selanjutnya, mill mengemukakan, bahwa pembangunan ekonomi sangat tergantung pada dua jenis perbaikan, yaitu perbaikan dalam tingkat pengetahuan masyarakat dan perbaikan yang berupa usaha-usaha untuk menghapus penghambat pembangunan, seperti adat istiadat, kepercayaan dan berpikir tradisional. Perbaikan dalam pendidikan, kemajuan ilmu pengetahuan, perluasan spesialisasi dan perbaikan dalam organisasi produksi merupakan faktor yang penting yang akan memperbaiki mutu dan efisiensi faktor-faktor produklsi dan akhirnya menciptakan pembangunan ekonomi. Menurut mill faktor pendidikan melaksanakan dua fungsi yaitu mempertinggi pengetahuan teknik masyarakat dan mempertinggi ilmu pengetahuan umum. Pendidikan dapat menciptakan pandangan-pandangan dan kebiasaan-kebiasaan modern dan besar perannya untuk menentukan kemajuan ekonomi masyarakat.
Tetapi menurut Prof. E. Roll, Mill “bukan sebagai seorang ahli ekonomi tulen”. Prof. stigler lebih terus terang menyatakan: “Mill tidak mencoba membuat suatu sistem baru tetapi hanya menambahkan perbaikan di sana sini pada system Ricardo”. Dia mencoba memperbaiki asas Ricardo dalam dua hal, yaitu doktrin keadaan stationer dan cadangan upah. Namun ini pun mendapat kritik, bersama-sama dengan pikiran yang lain.
1. Keadaan stationer bukan suatu Realitas. Ricardo yakin keadaan stationer akan terjadi di masa datang bilamana akumulasi modal terhenti. Bagi Mill, keadaan stationer akan segera tiba. Keadaan stationer mengarah pada perbaikan distribusi pendapatan, karenanya ia menyambut kedatangan itu. Tetapi Mill ternyata menjadi seorang peramal yang keliru karena keadaan stationer yang telah dia ramal ternyata tidak datang, bahkan tidak juga menampakkan tanda akan kedatangannya.
2. Pikiran yang salah mengenai Cadangan Upah. Tak sama dengan Ricardo, Mill percaya bahwa cadangan upah tergantung pada keseluruhan cadangan modal dan bahwa upah tersebut dibayarkan dari modal sebagai uang muka. Oleh karena itu, ia menyangsikan apakah serikat buruh dapat menaikkan upah. Para ahli ekonomi mengkritik dengan keras teori Mill ini. Cannon menyebutnya sebagai “kesalahan paling besar yang telah dibuat dalam teori ekonomi pada masa modern”. Marshall menyebutnya sebagai “bentuk teori cadangan-upah yang vulgar”, yang dikemukakan dengan cara yang buruk sekali. Alasannya, karena dia menghubungkan cadangan upah dengan modal ketimbang dengan dividen nasional.
3. Teori Malthus salah. Mill terlalu pesimis pada petumbuhan penduduk dalam arti teori Malthus. Teori Malthus ternyata tidak benar di Negara-negara kapitalis dunia.
4. Hukum mengenai hasil yang semakin berkurang tidak berlaku. Dengan demikian pula, keyakinan Mill akan berlakunya hukum mengenai hasil yang semakin berkurang pada lahan ternyata salah dengan adanya kemajuan teknologi yang terjadi di Negara-negara maju.
5. Laissez-faire bukan suatu kebijaksanaan praktis. Mill setuju dengan kebijaksanaan liberal dalam urusan ekonomi. Walaupun begitu, kebijaksanaan tersebut tidak praktis. Kenyataannya, tidak ada perekonomian yang dapat berfungsi jika di dalamnya terdapat persaingan sempurna, dan tidak ada perekonomian yang dapat tumbuh tanpa bantuan pemerintah dalam bentuk apa pun.

Politik Prinsip Ekonomi
Salah satu filosofi ekonomi Mill dari awal adalah pasar bebas. Namun, ia menerima intervensi dalam perekonomian, seperti pajak alkohol, jika terdapat alasan cukup bermanfaat. Dia juga menerima prinsip intervensi legislatif untuk tujuan kesejahteraan hewan. Mill awalnya percaya bahwa "persamaan perpajakan" berarti "persamaan korban" dan yang progresif perpajakan dikenakan sanksi orang-orang yang bekerja keras dan menyimpan lebih banyak dan karena itu adalah "sebuah ringan berupa perampokan. "
Kemudian diubah ke arah yang lebih dilihat sosialis bengkok, menambahkan bab kepada Prinsip Politik Ekonomi dalam pembelaan dari sosialis ke depan, dan mempertahankan beberapa penyebab sosialis. Di dalam revisi ini dia juga bekerja membuat proposal yang radikal seluruh sistem upah akan dihapuskan demi sebuah koperasi sistem upah. Namun, beberapa orang melihat pada gagasan tentang perpajakan tetap datar, walau sedikit di bawah form berbudi.
Prinsip mill's Political Economy, yang pertama kali diterbitkan pada 1848, adalah salah satu yang paling banyak membaca buku tentang semua ekonomi dalam jangka waktu. Sebagaimana Adam Smith's Wealth of Nations yang selama periode sebelumnya, prinsip ekonomi Mill's didominasi mengajar. (Dalam kasus Oxford University itu adalah teks standar sampai 1919. Teks yang menggantikan ia ditulis oleh Cambridge dari Alfred Marshall).

2.2 Rumus Pertumbuhan Ekonomi
Rumus yang digunakan dalam pertumbuhan ekonomi adalah

PDB = PNB – PFN dari LN

Dimana PFN dari LN Pendapatan faktor neto dari luar negeri. PFN dari LN adalah pendapatan faktor-faktor produksi yang diterima dari luar negeri dikurangi dengan pendapatan faktor-faktor produksi yang dibayarkan ke luar negeri

2.3 Syarat PDB
Teori pertumbuhan ekonomi akan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto). Pertumbuhan PDB itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:
a. SDM (sumber daya alam) yang tersedia,
b. Jumlah penduduk, dan
c. Persediaan barang-barang modal.
2.4 Asumsi tentang Pembangunan Ekonomi
Mill memiliki pendapat tentang Pembangunan Ekonomi antara lain:
1. Mill menganggap pembangunan ekonomi sebagai fungsi dari tanah, tenaga kerja, dan modal.
2. Naiknya investasi menyebabkan naiknya cadangan upah dan kemajuan ekonomi.
3. Dalam pembangunan ekonomi di perlukan tabungan, tingkat laba, kemajuan teknologi, distribusi yang adil perluasan perdagangan luar negeri, dan perubahan kelembagaan.

2.5 Kasus dari peningkatan kesejahteraan
Peningkatan kesejahteraan hanya mungkin bila tanah dan modal mampu meningkatkan produksi lebih cepat dibandingkan angkatan kerja. Kesejahteraan terdiri dari peralatan, mesin, dan keterampilan angkatan kerja. Tenaga kerja produktif inilah yang merupakan pencipta kesejahteraan dan akumulasi modal. Laju akumulasi modal merupakan fungsi dari bagian angkatan kerja yang dipekerjakan secara produktif. Laba yang diterima dengan mempekerjakan tenaga kerja tidak produktif hanyalah semata-mata pengalihan pendapatan; tenaga kerja tidak produktif tidak menghasilkan kesejahteraan ataupun pendapatan. Hanya tenaga kerja produktif, yang dapat melakukan produktif. Konsumsi produktif adalah konsumsi untuk memelihara dan meningkatkan kemampuan produktif masyarakat. Itu menunjukkan bahwa konsumsi produktif merupakan input yang perlu untuk memelihara tenaga kerja produktif.

2.6 Kelebihan dan kelemahan dari teori klasik
Kelebihan dari teori klasik John Stuart Mill antara lain:
1. Mill bersifat unik karena ia membangun suatu teori yang membicarakan hampir semua faktor yang penting bagi pembangunan ekonomi pada masa kini.

Kekurangan dari teori klasik John Stuart Mill antara lain:
1. Mill tidak mencoba membuat suatu system baru tetapi hanya menambahkan perbaikan di sana sini pada system Ricardo.



























BAB III
PENUTUP

3.1 Saran
Fungsi kontrol pemerintah dalam mengontrol mekanisme pasar dalam system ekonomi Indonesia masih sangat diperlukan, ini dimaksudkan untuk mengantisipasi berbagai macam kecurangan yang mungkin timbul dan tentunya akan merugikan semua pihak.

3.2 Kesimpulan
John Stuart Mill (1806 - 1873 ) salah seorang ekonom yang hidup pada masa keemasan pemikiran ekonomi aliran klasik, sebelum lahir pandangan J.M. Keynes, menentang pihak-pihak yang menuduh ilmu ekonomi sebagai : "llmu yang menyedihkan dan muram (dismal science)". Tindakan yang semata-mata diarahkan karena ilmu ekonomi, pada masa itu, sangat bersandar pada paham "LAISSEZ FAIRE", persaingan bebas. Semua diarahkan pada "mekanisme pasar" yang tidak memerlukan adanya campur tangan Pemerintah. Kekuatan pasar yang akan mengatur proses akumulasi, distribusi dan alokasi dari sumber-sumber yang ada pada masyarakat. Bahkan "Pasar" pula yang akan menentukan harga sebagai indikator proses tawar menawar yang wajar. Hanya "Kebebasan" pasar tersebut pertu diberi sentuhan yang lebih manusiawi. Oleh karenanya dalam "Principles of Political Economy With Some of Their Applications to Social Philosophy (1848)", J.S. Mill tidak terlalu kaku dengan campur tangan pemerintah dalam perekonomian. Suatu pandangan yang amat berbeda dengan pemikiran para ekonom aliran klasik yang sedang berjaya pada saat itu. Campur tangan Pemerintah dalam bentuk peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang dapat membawa kearah peningkatan efisiensi dan penciptaan iklim yang lebih baik, tetap diperlukan. Jadi, walaupun J.S. Mill hidup dan berpikir pada masa klasik, pandangannya bersentuhan dengan ungkapan J.M. Keynes. Pengambil keputusan memang bukan berasal dari para pengamat yang mahir berbicara dan berdebat. Bila tidak ingin menjadi "ekonom yang menyedihkan dan muram", agaknya anjuran J.S. Mill perlu dipertimbangkan kembali.
Pemikiran John Stuart Mill banyak dipengaruhi oleh Jeremy Bentam yang beraliran falsafah utilitarian, bebannya sangat berat dalam mempelajari falsafah, politik dan ilmu sosial, yang menjadikan mental breakdown. Kritik terhadap ekonomi klasik terutama pada Smith, Malthus dan Ricardo, dipelajari oleh Mill. Sementara itu pemikiran ekonomi sosialis mulai berkembang, dasar sistem ekonomi klasik adalah laissez faire, hipotesis kependudukan Malthus, hukum lahan yang semakin berkurang, teori dana upah mendapat tantangan. Dalam era inilah pemikiran Mill dituangkan dalam bukunya yang berjudul Principle of Political Economy, dengan pemikiran yang eklektiknya.
John Stuart Mill dalam Principle of Political Economy (1848) menggunakan istilah “capital” dengan arti: (1) barang fisik yang dipergunakan untuk menghasilkan barang lain, dan (2) suatu dana yang tersedia untuk mengupah buruh.
Sumbangan yang paling besar Mill adalah metode ilmu ekonomi yang bersifat deduktif dan bersama dengan metode induktif. Karena hipotesisnya belum didukung dengan data empirik, di samping itu pembahasannya tentang teori nilai tidak melihat dari biaya produksi, tetapi telah menggunakan sisi permintaan melalui teori elastisitas. Mill menjelaskan bahwa hukum yang mengatur produksi lain dengan hukum distribusi pendapatan, juga memperkenalkan human capital investment yaitu keterampilan, kerajinan dan moral tenaga kerja dalam meningkatkan produktivitas.








DAFTAR PUSTAKA

Suryana. 2000. Ekonomi Pembangunan Problematika dan Pendekatan, Jakarta: Salemba Empat.
Jhingan. M. L. 2003. Ekonomi Pembangunan dan Penerangan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sukirno Sadono. 1994. Pengantar Teori Makroekonomi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
www.google.com
Bentham, Jeremy. Deontology together with A Table of the Springs of Action and The Article on Utilitarianism . Edited by Amnon Goldworth. Oxford: Clarendon Press, 1983.
Bentham, Jeremy. An Introduction to the Principles of Morals and Legislation. Oxford: Clarendon Press, 1996.
Bentham, Jeremy. The Works of Jeremy Bentham . Edited by John Bowring. 10 vols. New York: Russell and Russell, 1962.
Carlyle, Thomas. A Carlyle Reader . Edited by GB Tennyson. Cambridge: Cambridge University Press, 1984.
Carlyle, Thomas. Critical and Miscellaneous Essays . Philadelphia: Casey and Hart, 1845.
Carlyle, Thomas. Past and Present . London: Ward, Lock, and Bowden, Ltd., 1897.
Coleridge, STC On the Constitution of the Church and State According to the Idea of Each (3rd Edition), and Lay Sermons (2nd Edition). London: William Pickering, 1839.
Comte, Auguste. A General View of Positivism. 1848. Reprint. Dubuque, Iowa: Brown Reprints, 1971.
Mill, James. An Analysis of the Phenomena of the Human Mind . Edited and with Notes by John Stuart Mill. London: Longmans, Green and Dyer, 1869.
Mill, John Stuart. The Collected Works of John Stuart Mill . Gen. Ed. John M. Robson. 33 vols. Toronto: University of Toronto Press, 1963-91. The standard scholarly editions including Mill's published works, letters, and notes; an outstanding resource.
Mill, John Stuart. A System of Logic. New York: Harper & Brothers, 1874.
Mill, John Stuart. On Liberty . Peterborough, Canada: Broadview Press, 1999.
Paley, William. The Principles of Moral and Political Philosophy . Indianapolis: Liberty Press, 2002 [1785].
Britton, Karl. 'John Stuart Mill on Christianity.' In James and John Stuart Mill: Papers of the Centenary Conference , John Robson and Michael Laine (eds.). Toronto: University of Toronto Press, 1976.
Capaldi, Nicholas. John Stuart Mill: A Biography . Cambridge: Cambridge University Press, 2004. A recent and very thorough treatment of Mill's life and work.
Carlisle, Janice. John Stuart Mill and the Writing of Character. Athens, GA: University of Georgia Press, 1991.
Collini, Stefan. 'The Idea of “Character” in Victorian Political Thought.' Transactions of the Royal Historical Society , 5th series, 35 (1985), 29-50.
Collini, Stefan. Public Moralists, Political Thought and Intellectual Life in Great Britain 1850-1930 . Oxford: Clarendon, 1991.A useful history that includes discussion of Mill's intellectual and institutional context.
Collini, Stefan, Donald Winch, and John Burrow. That Noble Science of Politics: A Study in Nineteenth-century Intellectual History . Cambridge: Cambridge University Press, 1983. Very valuable work on nineteenth century British political discourse; includes discussion of the Philosophic Radicals.
Donner, Wendy. The Liberal Self: John Stuart Mill's Moral and Political Philosophy . Ithaca: Cornell Univ. Press, 1991.
Harrison, Brian. 'State Intervention and Moral Reform in nineteeth-century England.' In Pressure from Without in Early Victorian England , edited by Patricia Hollis, 289-322. New York: St. Martin's Press, 1974.
*Halevy, Elie. The Growth of Philosophical Radicalism . Translated by Mary Morris. Boston: The Beacon Press, 1955.Though originally published in 1904, this is still a seminal work in the history of utilitarianism.
Hamburger, Joseph. 'Religion and “On Liberty.”' In A Cultivated Mind: Essays on JS Mill Presented to John M. Robson , edited by Michael Laine, 139-81. Toronto: Univ. of Toronto Press, 1961.
Harrison, Ross. Bentham . London: Routledge and Kegan Paul, 1983.
Hedley, Douglas. Coleridge, Philosophy and Religion: Aids to Reflection and the Mirror of the Spirit . Cambridge: Cambridge University Press, 2000.
Heydt, Colin. 'Narrative, Imagination, and the Religion of Humanity in Mill's Ethics.' Journal of the History of Philosophy , vol. 44, no. I (Jan. 2006), 99-115.
Heydt, Colin. 'Mill, Bentham, and “Internal Culture”.' British Journal for the History of Philosophy , vol. 14, no. 2 (May 2006), 275-302.
Heydt, Colin. Rethinking Mill's Ethics: Character and Aesthetic Education . London: Continuum Press, 2006.
*Hollander, Samuel. The Economics of John Stuart Mill (Toronto: UTP and Oxford: Blackwell), 1985: Volume I, Theory and Method . Volume II, Political Economy , 482-1030. The seminal work on Mill's economics.
Jenkyns, Richard. The Victorians and Ancient Greece . Cambridge, Mass.: Harvard University Press, 1980.
Jones, HS 'John Stuart Mill as Moralist.' Journal of the History of Ideas 53 (1992): 287-308.
Kuklick, Bruce. 'Seven thinkers and how they grew: Descartes, Spinoza, Leibniz; Locke, Berkeley, Hume; Kant.' In Philosophy in History , Rorty, Schneewind, Skinner (eds.). Cambridge: Cambridge University Press, 1984.
*Mandelbaum, M. History, Man and Reason . Baltimore: Johns Hopkins Univ. Press, 1971. An excellent intellectual history of Europe in the nineteenth century; contains very valuable discussions of Mill.
Matz, Lou. 'The Utility of Religious Illusion: A Critique of JS Mill's Religion of Humanity.' Utilitas 12 (2000): 137-154.
Millar, Alan. 'Mill on Religion.' In The Cambridge Companion to Mill , John Skorupski (ed.). Cambridge: Cambridge University Press, 1998.
*Packe, Michael. The Life of John Stuart Mill. New York: MacMillan Company, 1954. Prior to Capaldi's, the standard life; still contains useful biographical detail.
Raeder, Linda C. John Stuart Mill and the Religion of Humanity. Columbia: University of Missouri Press, 2002.
Robson, John M. The Improvement of Mankind: The Social and Political Thought of John Stuart Mill . Toronto: Toronto Univ. Press, 1968.
Robson, John. 'JS Mill's Theory of Poetry.' In Mill: A Collection of Critical Essays, JB Schneewind, (ed.). London: MacMillan, 1968.
Ryan, Alan. The Philosophy of John Stuart Mill. London: MacMillan, 1970.
*Ryan, Alan. JS Mill . London: Routledge and Kegan Paul, 1974. A nice introduction to Mill's writings and central arguments.
*Schneewind, JB Sidgwick's Ethics and Victorian Moral Philosophy . Oxford: Clarendon Press, 1977.Still easily the best extant treatment of Victorian moral philosophy; includes extremely valuable examination of the conflict between utilitarianism and intuitionism.
Sen, Amartya, and Bernard Williams, eds. Utilitarianism and Beyond . Cambridge: Cambridge Univ. Press, 1982.
Shanely, Mary Lyndon. 'Marital Slavery and Friendship: John Stuart Mill's The Subjection of Women .' Political Theory , Vol. 9, No. 2 (May 1981), 229-247.
Shanley, Mary Lyndon. 'Suffrage, Protective Labor Legislation, and Married Women's Property Laws in England.' Signs , Vol. 12, No. 1 (1986).
*Skorupski, John. John Stuart Mill . London: Routledge, 1989. Unquestionably, the best single book on Mill's general philosophy.
Skorupski, John. 'Introduction.' In The Cambridge Companion to Mill , edited by John Skorupski. Cambridge: Cambridge University Press, 1998.
*Skorupski, John (editor). The Cambridge Companion to Mill . Cambridge: Cambridge University Press, 1998. Includes a number of important articles and an extensive (though by now a little dated) bibliography.
Smart, JJC 'Extreme and Restricted Utilitarianism.' The Philosophical Quarterly , (October 1956), 344-354.
*Thomas, William. The Philosophic Radicals: Nine Studies in Theory and Practice 1817-1841 . Oxford: Clarendon Press, 1979. Very good resource for Philosophic Radicalism.
Turner, Michael J. “Radical Opinion in an Age of Reform: Thomas Perronet Thompson and the Westminster Review ,” History , Vol. 86 (2001), Issue 281, 18-40.
Williams, Raymond. Culture and Society 1780-1950 . New York: Columbia University Press, 1983.
Wilson, Fred. Psychological Analysis and the Philosophy of John Stuart Mill . Toronto: Toronto Univ. Press, 1990. Most thorough treatment of Mill's psychological views.